Traveliana

Bubur Mang H. Oyo: Gurih Kental Bubur Ayam Cakwe yang Terkenal Sejak 1970

×

Bubur Mang H. Oyo: Gurih Kental Bubur Ayam Cakwe yang Terkenal Sejak 1970

Sebarkan artikel ini
Sajian lengkap bubur Mang H. Oyo di Bandung (Foto: Dok. DetikFood)

BANDUNGMU.COM – Mau makan apa pun di Bandung pasti ada. Anda tidak perlu khawatir kelaparan kalau jalan-jalan ke Bandung. Semua makanan tersedia dengan banyak pilihan.

Salah satunya adalah bubur ayam Mang H. Oyo yang sangat terkenal dan legendaris karena sudah ada sejak 1970.

Penasaran bagaimana enaknya bubur tersebut? Berikut laporan perjalanan FoodDetik menelusuri dan mencicipi enaknya Bubur H. Oyo.

Bubur Mang H. Oyo sudah tidak asing lagi di Kota Bandung. Racikannya sudah ada sejak 1970 dengan ciri khas bubur yang kental dan gurih. Mantap!

Selain Pak H. Amid, Bandung punya tempat makan bubur enak bernama Bubur Ayam Mang H. Oyo. Lokasinya ada di Jalan Sulanjana, tepatnya di Vandel Cafe dan menyatu dengan beberapa penjaja makanan lainnya.

Budi dari Manajemen Bubur Mang H. Oyo mengatakan awalnya H. Oyo berjualan bubur ayam di gerobak sambil berkeliling sekitar tahun 1970. Racikan buburnya disukai hingga ia membuka gerai tetap.

Baca Juga:  Memacu Adrenalin di Arung Jeram di Sungai Palayangan Pangalegan

Bubur Ayam Mang H. Oyo buka dari jam 6 pagi sampai 9 malam. Menunya antara lain bubur ayam komplet, ati ampela, telur, cakwe, dan polos. Bisa juga tambah topping seperti daging ayam, ati ampela, telur, dan cakwe secara terpisah.

Meskipun penasaran bubur ayam ati ampela yang jadi favorit, kami terpaksa melewatkannya karena stok ati ampela habis saat kami mampir. Pilihanpun jatuh pada Bubur Ayam Cakwe (Rp 13.000) dengan tambahan sebutir telur rebus (Rp 4.000).

Mengintip proses peracikan bubur, kami heran karena pegawai nampak sengaja membalikkan mangkuk berisi bubur. Rupanya ini sudah jadi ciri khas Bubur Ayam Mang H. Oyo untuk memperlihatkan bahwa bubur begitu kental hingga tak jatuh meski mangkuk dibalik.

”Bubur Mang Oyo punya ciri khas. Kalau inget bubur Mang Oyo itu kalau dibalikkin nggak tumpah,” tutur Budi.

Seperti halnya bubur gaya Bandung lain, bubur ayam tidak memakai kuah. Hanya berupa bubur nasi bertopping suwiran ayam dan potongan cakwe yang royal.

Baca Juga:  Catat! Inilah Sejumlah Hal yang Harus Diperhatikan Soal Vaksinasi Covid-19

Nyammm! Meski tak pakai kuah, rasa bubur ini sudah gurih. Anda juga bisa meraciknya dengan memakai pelengkap dan menuangkan kecap manis, kecap asin atau lada sesuai selera. Kalau kami lebih menyukai versi original sehingga rasa buburnya asli.

Soal pelengkap, tak perlu khawatir kebanyakan kacang atau daun bawang. Pasalnya Anda bisa meminta pelengkap bubur dipisah sehingga menambahkannyapun sesuai selera.

Suwiran ayam dan potongan cakwe yang jadi topping bubur terasa gurih-gurih enak. Tak lupa kami mencampurkan kerupuk ke dalam bubur untuk sentuhan renyah. Oia, kami juga memesan 4 tusuk sate kulit (Rp 12.000) untuk teman menyantap bubur.

Karena tekstur bubur begitu kental, menghabiskan 1 porsi bubur benar-benar bikin kenyang. Menurut Budi, pihak Mang H. Oyo memang sengaja memakai rasio beras lebih banyak dibanding air untuk menghadirkan tekstur kental.

Baca Juga:  Yuk, Wisata Ke Gunung Manglayang! Inilah 4 Jalur Menuju Puncaknya

Kami juga sempat Lontong Kari plus telur rebus (Rp23.000) di sini. Nampak potongan lontong berendam dalam kuah opor ayam. Potongan ayam berwarna kekuningan dan telur rebus ditaruh di atasnya. Tak lupa taburan bawang goreng dan dua buah kerupuk.

Wah, lontong kari juga terasa nikmat! Lontongnya empuk lembut, berpadu enak dengan opor ayam yang gurih ringan. Tak butuh usaha lebih mengoyak daging ayam karena dagingnya sudah lembut.

Jam buka yang panjang membuat gerai Bubur Ayam Mang H. Oyo bisa jadi tempat pilihan menumpas lapar. Ada bubur hangat yang selalu tersedia untuk sarapan, makan siang atau makan malam.

Budi menuturkan dalam sehari pihaknya bisa menjual 120 porsi pada hari biasa. Sementara kalau akhir pekan, jumlahnya bisa naik dua kali lipat.

Bubur Ayam Mang H. Oyo
Vandel Cafe
Jalan Sulanjana, Nomor 30