Oleh: Sudarman Supriyadi*
BANDUNGMU.COM — Suatu hari, Khalifah Harun Al-Rasyid sedang berjalan ketika tiba-tiba seseorang datang sambil berteriak-teriak kepadanya. “Wahai Khalifah, aku mempunyai perkataan yang sangat keras dan kasar, maka dengarkanlah olehmu!” kata orang tersebut.
Mendengar hal itu, Harun Al-Rasyid menjawab, “Demi Allah, aku tidak bersedia mendengarnya. Demi Allah, aku tidak akan mendengarnya. Demi Allah, aku tidak akan mendengarnya.”
Laki-laki itu pun heran dan bertanya alasan Harun Al-Rasyid menolak mendengar kata-kata kasar tersebut. Harun menjawab, “Karena Allah telah mengutus orang yang lebih baik darimu (Nabi Musa AS) kepada orang yang lebih buruk dari aku (Firaun).”
Harun kemudian mengutip firman Allah dalam Surah Thaha ayat 44: “Faqula lahu qaulan layyinan la’allahu yatadzzakaru aw yakhsya,” (Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lembut. Mudah-mudahan ia ingat atau takut).
Konsep dakwah
Dakwah memiliki konsep yang sejatinya dapat dipahami oleh pemuka agama di mana pun. Konsep yang paling ideal adalah bahwa dakwah harus mengajak, bukan mengejek, apalagi menggunakan kata-kata kasar.
Tegas tidak berarti harus berkata kasar. Meskipun ingin memberikan nasihat, seperti halnya lelaki dalam kisah di atas, bukan berarti harus disampaikan dengan cara yang melanggar norma kesopanan.
Nasihat sangat diperlukan oleh kita. Kita juga diwajibkan memberikan nasihat kepada siapa saja yang membutuhkan. Namun, dalam kewajiban itu, tidak dianjurkan dan tidak dicontohkan oleh Rasulullah SAW untuk dilakukan dengan cara-cara yang kasar.
Jika Rasulullah SAW atau para wali di tanah Jawa berdakwah dengan kasar, Islam tidak akan sebesar saat ini. Bagaimana masyarakat akan tertarik dengan Islam jika dakwahnya disampaikan dengan kata-kata yang tidak enak didengar?
Dakwah memiliki ilmu dan tekniknya. Tidak bisa sembarangan orang berdakwah ke sana kemari tanpa ilmu yang mumpuni. Mengapa ini penting? Karena kita berdakwah kepada manusia yang memiliki akal dan pikiran.
Bahkan, pada satu waktu, audiens dakwah bisa saja lebih paham mengenai Islam dibandingkan dengan pendakwah. Oleh karena itu, konsep dakwah dengan hikmah harus dipelajari dan dipahami dengan baik agar bisa menghasilkan dakwah yang mengajak, bukan mengejek.
Dakwah idealnya dilakukan dengan hikmah, dengan cara yang baik, bukan dengan cara yang keras. Jika ada waktu dan kesempatan, cobalah dengarkan dakwah KH AF Ghazali di YouTube.
Bagaimana ulama kharismatik Jawa Barat ini berdakwah dengan bahasa Sunda yang enak didengar sehingga materi dakwahnya mudah dipahami dan menyentuh hati.
Mendengar dakwah kiai yang akrab dengan Gus Dur ini membuat hati tenang, semangat ibadah meningkat, dan kesalehan muncul dengan sendirinya.
Dakwahnya memberikan banyak pengaruh positif terhadap perubahan diri. Dakwahnya mampu mengubah yang buruk menjadi baik. Anda juga bisa mendengarkan dakwah Pak AR (Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah terlama dalam sejarah) atau Buya Hamka.
Bagaimana jika ada pendakwah yang sering menggunakan kata-kata keras dan kasar di hadapan banyak jemaah? Untuk kasus seperti ini, lebih baik tinggalkan saja. Tidak ada hikmah apa pun dari penceramah yang kasar.
Namun, jika mampu mencerna dan menganggap dakwah seperti itu baik, silakan dengarkan. Tentu saja akan ada akibat dan konsekuensi yang timbul di kemudian hari, cepat atau lambat.
Jadi, sekarang kita mau mendengarkan dakwah ustaz yang lembut dengan penuh hikmah atau dakwah pemuka agama yang keras dan kasar? Pilihan ada di tangan masing-masing. Wallahualam.
*Peminat literasi, media sosial, dan sosial-keagamaan