BANDUNGMU.COM — Cara pembayaran fidyah bagi seorang ibu yang sedang menyusui anak karena tidak berpuasa pada bulan Ramadan, pada dasarya disesuaikan dengan kemampuan ibu yang akan membayar fidyah itu.
Boleh sekaligus, boleh diangsur beberapa kali, bahkan boleh pula dibayar setelah lewat bulan Ramadan berikutnya karena Allah SWT tidak menghendaki kesukaran bagi hamba-hamba-Nya (QS Al-Baqarah: 185).
Di samping itu, Rasulullah SAW menyamakan hutang puasa dengan hutang biasa berdasarkan hadis:
Dari lbnu Abbas RA bahwasanya seorang wanita berkata, “Ya, Rasulullah, sesungguhnya ibuku telah meninggal dunia, sedangkan ia berhutang puasa nadzar. Apakah aku berpuasa untuk (mengganti)-nya?”
Rasulullah SAW menjawab, “Bagaimana pendapatmu seandainya ibumu berhutang lalu kamu membayarnya, apakah pembayaran itu dapat melunasi hutangnya?” Wanita itu berkata, ”Dapat.” Bersabda Rasulullah SAW, ”Berpuasalah untuk ibumu.”
Tentu saja membayar hutang puasa dengan cara yang paling baik, seperti menyegerakan pembayarannya. Di samping membayar fidyah juga berpuasa sebanyak hari-hari tidak melakukan puasa pada bulan Ramadan. Termasuk mengerjakan kebajikan yang diberi pahala yang besar oleh Allah (QS Al-Baqarah: 184).
Tentang banyaknya fidyah yang harus diberikan kepada seorang miskin, tidak ada nash yang tegas menyatakannya. Pasalnya hal itu merupakan masalah ijtihadnya, seperti menetapkan 00,60 kg beras (seharganya) untuk setiap hari puasa yang ditinggalkan.
Jumlah fidyah yang harus dibayar itu dapat diqiaskan kepada kafarat sumpah yang dinyatakan pada QS Al-Maidah ayat 89.
Dari QS Al-Maidah ayat 89 dipahamkan bahwa besar kafarat itu tidak sama bagi setiap orang, bergantung pada tingkat kekayaan dan biaya makan seseorang setiap hari.
Jika seseorang biaya makannya untuk setiap kali makan seharga Rp 10.000, kafarat yang harus diberikan kepada seorang miskin untuk satu hari puasa seharga Rp 10.000 pula.
Demikian pula halnya dengan fidyah. Jika seseorang biaya makannya untuk sekali makan Rp 7.500, ia harus membayar fidyah untuk setiap puasa yang ditinggalkannya seharga Rp 7.500 pula.
Demikianlah seterusnya. Bahkan jika yang bersangkutan seorang miskin ia tidak diwajibkan membayar fidyah.
Setiap orang dapat mengukur kesanggupan yang ada padanya. Dengan dasar iman yang kokoh dalam hatinya, ia akan menetapkan sesuai dengan kemampuannya yang sebenarnya.
Ia yakin benar bahwa Allah SWT Maha Mengetahui. Dia mengetahui apa saja yang tergores dalam setiap dada manusia.***
___
Sumber: muhammadiyah.or.id
Editor: FA