BANDUNGMU.COM – Mantan Hakim Agung Artidjo Alkostar meninggal dunia beberapa waktu lalu. Anggota Dewan Pengawas KPK ini wafat pada usia 72 tahun.
Menteri Hukum dan HAM Mahfud MD rupanya punya pengalaman berkesan dengan mantan pengacara berpengalaman tersebut. Cerita itu Mahfud bagikan dalam akun instagram pribadinya. Berikut kisah lengkapnya.
”Pada November 1990, saya berangkat ke Amerika Serikat sebagai academic researcher di Columbia University, New York. Tujuan saya ke Amerika adalah untuk menulis disertasi tentangg politik hukum di Indonesia. Saya menulis disertasi di Program Doktor UGM, tapi alhamdulillah, mendapat beasiswa untuk Sandwich Program ke Amerika melalui library research program di Pusat Studi Asia, Columbia University.
Urusan-urusan saya di Amerika relatif lancar dan mudah karena di sana sudah ada Mas Artidjo Alkostar yang menjemput dan mengatur tempat tinggal serta urusan administrasi saya. Mas Artidjo memang lebih dulu berangkat dan bekerja sebagai volunter di Asia Watch yang dipimpin oleh Sydney Jones di New York.
Selama 8 bulan di New York, saya punya acara rutin dengan Mas Artidjo. Kalau hari Jumat, kami janjian ketemu di masjid untuk salat Jumat di Islamic Center. Kalau Sabtu, kami makan siang di restoran Asia, termasuk restoran India. Jika ke restoran India, Mas Artidjo suka memesan nasi briyani.
Artidjo bagi saya menjadi semacam inspirator untuk penegakan hukum dan demokrasi. Ketika pada 1978 saya mulai kuliah di UII, Mas Artidjo sudah menjadi dosen muda sehingga ikut mengajar saya. Dosen muda yang lain, di antaranya adalah Dahlan Thaib. Kedua dosen muda tersebut menginspirasi saya untuk menjadi dosen.
Saya menyukai Dahlan Thaib karena retorikanya sangat bagus, selalu tampil rapi, dan handsome sebagai dosen. Saya menyukai Artidjo karena kalau mengajar selalu membawa banyak buku yang tebal-tebal dan membedah kasus-kasus konkret yang pelik-pelik ke dalam buku-buku tebal itu.
Saya terinspirasi ingin menjadi dosen dan pejuang yang keren seperti Mas Artidjo. Maka itu begitu lulus dari FH-UII, saya langsung mendaftar sebagai dosen, saya tidak pergi ke Jakarta untuk mencoba mencari pekerjaan lain yang dianggap lebih menjanjikan secara ekonomi. Saya mantap ikut jejak Mas Artidjo.”