BANDUNGMU.COM, Bandung — Konsep tauhid sejatinya menjadi landasan utama bagi semua aktivitas manusia khususnya umat muslim dalam pengelolaan perekonomian Islam.
Tauhid menjadi suatu konsep pemandu yang dapat membantu umat Islam dalam mengelola kekayaan sumber daya dengan bijaksana dan terhindar dari hal-hal yang bertentangan dengan ajaran agama.
Begitulah yang dikatakan dosen prodi Ekonomi Syariah UM Bandung Yudi Haryadi dalam program Gerakan Subuh Mengaji (GSM) yang tayang di Youtube Televisi Muhammadiyah pada Selasa (30/4/2024).
Dengan mamahami tauhid dengan baik, kata Yudi, seorang muslim akan memahami bahwa seluruh kekayaan yang dimiliki hakikatnya adalah milik Allah SWT.
”Manusia hanya sebagai khalifah yang dititipi harta kekayaan dan pemelihara atas karunia yang Allah berikan kepada kita,” ucap Yudi.
Yudi menjelaskan bahwa implementasi kegiatan ekonomi yang berlandaskan pada tauhid akan melibatkan semua dimensi kehidupan, termasuk aspek spiritual, sosial, dan material.
”Oleh karena itu, umat Islam yang menjalankan ekonomi berdasarkan tauhid, tidak hanya mencari keuntungan. Namun, harta yang sudah didapatkan atas pemberian dari Allah SWT sebagai titipan menjadikan mereka lebih dekat dengan Allah SWT,” tegas Yudi.
Konsep tauhid juga menegaskan pentingnya keadilan dan keseimbangan dalam sistem ekonomi untuk mencegah eksploitasi yang berlebihan dan kesenjangan kepemilikan harta.
“Harta yang kita punya tidak hanya untuk kepentingan pribadi. Namun, juga ada kewajiban terhadap hak orang lain dari harta yang telah kita peroleh,” tegas Dewan Pengawas Syariah BMT ITQAN ini.
Riba hingga korupsi
Tidak hanya itu, konsep tauhid dalam sistem ekonomi juga dapat mencegah praktik yang tidak sesuai nilai Islam, seperti riba, maisir (perjudian), penipuan, dan korupsi.
Semua hal itu, kata Yudi, merupakan perkara dosa yang dilarang dan tidak sesuai dengan nilai-nilai Islam sehingga umat Islam harus menjauhinya.
Yudi menegaskan bahwa praktik ekonomi yang terkait dengan riba atau bunga dianggap mendorong keharusan bagi seseorang untuk selalu meraih keuntungan dalam usahanya.
”Namun, pada kenyataannya dalam bertransaksi atau berdagang tentu tidak selalu mendapatkan keuntungan. Hanya ada tiga kemungkinan yang terjadi dalam sistem perekonomian, yaitu untung, rugi, atau impas,” imbuh Yudi.
Pengusaha atau pedagang tetap boleh dan harus mendapatkan keuntungan. Namun, keuntungan yang didapatkan harus dengan cara yang halal dan sesuai dengan syarat atau ketentuan yang dianjurkan oleh agama.
Maka dari itu, Yudi mengajak kepada umat Islam yang menekuni usaha agar dapat menjauhi hal-hal yang dilarang oleh agama saat menjalankan sistem perekonomian.
”Mari kita jadikan konsep tauhid sebagai fondasi kokoh ekonomi Islam untuk kesejahteraan dan keadilan bagi seluruh umat manusia,” pungkas Yudi.***(FK)