PMB Uhamka
Opini

Masjid Raya Al-Jabbar, Kado yang Ditolak di Hari Milad

×

Masjid Raya Al-Jabbar, Kado yang Ditolak di Hari Milad

Sebarkan artikel ini
Seedbacklink

Oleh: Nurbani Yusuf*

Gubernur Jawa Barat Kang Dedi Mulyadi (KDM) Gubernur Jawa Barat meminta kesediaan persyarikatan Muhammadiyah mengelola secara administratif Masjid Raya Al-Jabbar Bandung.

Haedar Nashir manjawab penuh pesona, “Muhammadiyah menolak halus demi kebersamaan.” Jawaban yang mengagetkan. Anggun berwibawa.

Sungguh teladan mulia. Hanya Muhammadiyah yang bisa menolak pemberian demi kebersamaan.

Jawaban Haedar Nashir sang Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah sungguh mengagetkan. Sekaligus membanggakan. Penuh pesona.

Di tengah kebisingan dan riuh karena ambisi pribadi, Muhammadiyah menepis egoisme. Muhammadiyah tampil menjadi teladan.

Haedar seperti hendak memastikan bahwa yang diterima oleh organisasi harus dijamin kehalalannya agar tidak membawa musibah.

Pemberian yang menyebabkan saudaranya tidak legowo pasti membawa petaka. Alasan demi kebersamaan adalah ikhtiar menjaga hati.

Baca Juga:  Langkah Strategis Muhammadiyah dalam Penyelesaian Tafsir Al-Quran

Menjaga adab dan budi luhur. Ulama Muhammadiyah tak ingin melahab semua, tetapi berbagi. Masjid milik negara harus dikelola bersama secara adil dan proporsional.

Ulama Munammadiyah juga tak ingin masuk surga sendirian. Ada departemen yang diklaim seakan-akan menjadi milik ormas tertentu. Yang lain tak kebagian dengan berbagai dalih.

Itu adalah contoh buruk egoisme dan kooptasi atas nama kelompok. Hasilnya jelas: panen petaka.

Ketika yang lain berebut tanah kuburan keramat, tawuran atas nama agama. Berebut nasab saling mencela, Muhammadiyah dengan kebesaran hati tidak larut dalam bising dan riuh karena ambisi dan egoisme.

Bagaimana bisa disebut ulama pewaris nabi, jika masih rebutan nasi kotak, berebut kotak amal, berebut amplop, dan entah apalagi.

Baca Juga:  LRB/MDMC DIY Beri Pelatihan Manajemen Bencana kepada TBM Alert UMY

Bukankah ikan busuk bermula dari kepalanya? Agama busuk dari ulamanya.

Jika ulama gemar mencaci, suka mencela, berebut angpau, makan tak pernah bisa kenyang, bermewah-mewah, suka memfitnah adu domba berkata kasar, doyan perempuan, lupa adab, lantas bagaimana umatnya?

Jika para ulama terus ribut, belum selesai dengan dirinya, umat dikorbankan, saling membenci, saling musuhan atas nama ulama.

Ulama senang umatnya tawuran sungguh menyedihkan. Keteladanan apalagi yang bisa dibanggakan selain kesedihan dan keprihatinan.

KDM berkata tulus bahwa di Muhammadiyah rumah sakitnya mewah. Perguruan tingginya istimewa. Namun, para ulama dan pengurusnya tetap sederhana.

Baca Juga:  Hukum Salat Tarawih Dengan Cepat

Mereka tidak gila pujian dan pemuliaan berlebihan. Ulama Muhammadiyah tampil sederhana. Lebih suka duduk di belakang. Sebuah pengakuan atas capaian dan prestasi.

Selama lebih 113 tahun tak pernah dijumpa ada niat rebutan jabatan atau muktamar luar biasa memggulingkan ketua atau lainnya.

Sistem kepemimpinan di Muhammadiyah adalah sistem terbaik yang bisa meminimalisir konflik dan menjaga para pimpinan dan ulamanya menjaga kerbersamaan.

Sistem kolektif kolegial telah teruji. Kami bangga dan tidak malu menjadi Muhammadiyah.

Semoga pada milad ke-113 ini Muhammadiyah tetap bisa menjaga kemaksumanya, terjaga dari salah, terjaga dari khilaf, selalu dalam keberkahan dan kelimpahan. Insyaallah. Amin.

*Komunitas Padhang Makhsyar

PMB Uhamka