Oleh: Luthfia Hastiani Muharram*
BANDUNGMU.COM — Tanggal 21 April bertepatan dengan Hari Kartini, hari lahirnya salah seorang sosok perempuan perubahan Indonesia, yaitu Raden Ajeng Kartini. Berturut-turut, tanggal 22 April bertepatan dengan Hari Bumi. Kita dapat mengambil refleksi dari kedua momentum ini.
Hari Bumi (Earth Day) ditetapkan secara internasional tanggal 22 April, dimulai pada 1970. Peringatan ini ditujukan untuk menunjukkan kepedulian dan dukungan terhadap Bumi tempat kita tinggal dan hidup bersama-sama.
Udara yang kita hirup, air yang kita minum, tanah tempat tumbuh sumber pangan yang kita makan, semua berasal dari bumi yang kita pijak bersama.
Tahun-tahun ini kita tengah menghadapi pesatnya jumlah penduduk bumi. Seiring meningkatnya populasi manusia, semakin banyak sumber daya bumi yang dihabiskan.
Begitu juga dengan residu aktivitas yang kita hasilkan. Setidaknya karbondioksida hasil pernapasan, polusi udara dari kendaraan, juga pabrik dan industri-industri untuk memenuhi kebutuhan manusia masa kini.
Belum lagi sampah yang sehari-hari dihasilkan. Saking melimpahnya volume sampah, Bumi kita semakin terbebani. Gunungan sampah meninggi tidak tertampung lagi.
Sampah mengalir ke sungai dan bermuara menghiasi lautan. Sudah penuh di daratan, sampah pun dibakar, menambah warna polusi di angkasa.
Tiga unsur utama kehidupan kita di bumi, yakni tanah, air, dan udara semakin terdampak. Lantas bagaimana nasib bumi dan penghuninya kelak?
Kondisi sekarang, berbagai tanda tidak seimbangnya alam sudah semakin terasa. Perubahan cuaca yang tidak menentu, berdampak pada hasil bumi dan munculnya berbagai penyakit. Banjir sudah jelas lagi.
Jika Bumi diciptakan seperti manusia, dia pasti sangat marah dan payah. Ia sudah protes tidak ingin melayani lagi penghuni Bumi.
Allah SWT sebagai pencipta dan pemelihara Bumi sangat pemurah, Bumi tetap tangguh dan bersahaja. Bumi memberikan teguran halus melalui tanda-tanda untuk kita berpikir.
Mengambil inspirasi dan semangat sosok Kartini, Kartini menjadi pelaku perubahan terhadap permasalahan pada masa itu, yakni akses dan kesempatan pendidikan bagi kaum perempuan.
Dari kegelapan (kebodohan) menjadi cahaya (pendidikan). Kini kita berada pada era yang sangat benderang, khususnya perempuan mendapatkan akses yang luas pada pendidikan, karier, politik, bahkan kepemimpinan.
Mengambil semangat itu, bagaimana kita dapat meneruskan perjuangan Kartini dengan memanfaatkan mudahnya akses pengetahuan dan pendidikan untuk bisa menyelesaikan persoalan kita saat ini, salah satunya bagaimana melestarikan bumi.
Jika Kartini menjadi sosok perubahan permasalahan pada masanya, bagaimana kita juga bisa menjadi agen perubahan berbagai permasalahan pada masa kini.
Perempuan menjadi lakon utama pelaku perubahan. Bagaimana tidak, di tangan seorang perempuan berbagai urusan dan keputusan dilimpahkan.
Urusan rumah, makanan, pakaian, dan pendidikan. Kepedulian dan perubahan yang dimulai oleh perempuan, berdampak besar bagi Bumi. Setiap dari kita adalah Kartini. Menjadilah Kartini, sosok-sosok perubahan untuk Bumi.***
*Dosen Bioteknologi dan Ketua Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Universitas Muhammadiyah Bandung