BANDUNGMU.COM — Dalam acara Baitul Arqam Pelatihan Instruktur Nasional yang berlangsung, Jumat (09/02/2024), Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir memberikan arahan kepada peserta untuk melakukan refleksi mendalam terhadap pemikiran Muhammadiyah.
Acara yang dihadiri oleh sejumlah pimpinan lembaga dan majelis Muhammadiyah ini dianggap sebagai momentum penting untuk merefleksikan beberapa aspek krusial.
Pertama, Haedar mengajak para peserta untuk merenungkan aspek teologis dalam pemikiran Muhammadiyah.
Ia menyoroti pentingnya membaca dan menghayati poin-poin kunci keislaman Muhammadiyah yang terkandung dalam Manhaj Tarjih Muhammadiyah.
Manhaj Tarjih dikenal sebagai landasan berpikir keislaman yang komprehensif dan kosmopolit, berakar pada Al Quran dan Al Sunah dengan prinsip-prinsip ijtihad.
Haedar yakin bahwa dengan memahami poin-poin kunci ini, Muhammadiyah dapat menjadi gerakan Islam yang fleksibel.
Kedua, Haedar menekankan pentingnya memahami aspek ideologi Muhammadiyah. Selain Manhaj Tarjih, peserta diajak untuk membaca pemikiran-pemikiran ideologis.
Misalnya saja Kepribadian Muhammadiyah, Khittah Muhammadiyah, Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah (PHIWM), Dakwah Kultural, Dakwah Komunitas, Indonesia Berkemajuan, Negara Pancasila Darul Ahdi Wa Syahadah, Risalah Islam Berkemajuan, dan lainnya.
Haedar menekankan bahwa dengan membaca semua ini, perspektif terhadap realitas tidak akan hilang. Pemikiran resmi organisasi ini seharusnya menjadi panduan dan bingkai pemikiran bagi para anggota.
“Kalau semua baca, kita tidak akan kehilangan perspektif dalam membaca realitas. Karena tidak dibaca, yang muncul adalah pikiran pribadi yang tidak menisbahkan pada organisasi,” tutur Haedar seperti dikutip dari muhammadiyah.or.id.
“Pemikiran-pemikiran resmi organisasi ini harusnya menjadi petunjuk kita. Pikiran-pikiran kita harus menjadi bingkai pemikiran kita,” ucap Haedar.
Haedar Nashir juga menggarisbawahi pandangan Muhammadiyah terhadap politik yakni sebagai arena ijtihad di mana perbedaan pilihan pasti terjadi.
Sikap saling menghargai dianggap sebagai hal yang sangat penting. Lebih dari itu, sebagai gerakan dakwah Islam, Muhammadiyah diimbau tidak perlu membawa nama organisasi dalam ranah politik praktis.
Haedar menegaskan bahwa menghormati perbedaan pilihan dan tidak mengaitkan Muhammadiyah secara langsung dalam arena politik adalah sikap yang seharusnya dipegang teguh.
Ketiga, Haedar menggarisbawahi pentingnya memahami aspek organisasi dalam konteks Muhammadiyah yang merupakan organisasi besar.
Ia menyoroti risiko terlalu banyaknya kepentingan pragmatis yang dapat mengakibatkan ketidakpaduan dalam gerakan Muhammadiyah.
Haedar berpesan kepada elite Muhammadiyah agar bersatu padu dan bekerja sama untuk merekatkan gerakan ini sehingga dapat menjadi organisasi yang terpadu dan kokoh.
Keempat, Haedar menekankan aspek praksis gerakan sebagai langkah lanjutan. Ia mengajak para peserta untuk melakukan upaya lebih maksimal dalam menjaga dan mengembangkan AUM yang telah maju.
Haedar menekankan perlunya pertahanan terhadap pencapaian yang sudah ada sambil terus berupaya meningkatkan bidang-bidang yang masih perlu pengembangan.***
___
Sumber: muhammadiyah.or.id
Editor: FA