Oleh: Sudarman Supriyadi, Peminat Literasi, Politik, dan Sosial-Keagamaan
BANDUNGMU.COM — Puasa adalah salah satu praktik ibadah yang mengajarkan kita sebagai muslim untuk menahan diri dari segala bentuk keinginan duniawi yang merugikan termasuk dari perbuatan dosa.
Namun, dalam era digital seperti sekarang ini, tantangan untuk menjaga kesucian hati dan perbuatan menjadi semakin kompleks.
Fenomena dosa digital, seperti penyebaran fitnah, hoaks, kebohongan, kebencian daring, caci maki, dan sebagainya, semakin merajalela dengan adanya kemajuan teknologi terutama media sosial.
Dalam menyikapi hal ini, kata-kata bijak Nelson Mandela muncul dalam benak kita bahwa pendidikan adalah senjata paling ampuh yang bisa kita gunakan untuk mengubah dunia.
Di tengah gempuran arus informasi dan interaksi digital yang sangat tidak terkontrol, pendidikan moral dan etika digital menjadi semakin mendesak.
Puasa bukan hanya sebatas menahan diri dari makan dan minum. Namun, juga menahan diri dari segala bentuk perbuatan yang merugikan diri sendiri dan orang lain termasuk di dunia maya.
Kadang-kadang kita lupa bahwa perbuatan di media sosial memiliki dampak nyata terhadap kehidupan nyata.
Setiap klik, unggahan, share, dan komentar, semuanya memiliki potensi untuk mempengaruhi orang lain secara positif atau negatif.
Oleh karena itu, menjadikan puasa bukan hanya sebagai praktik ibadah, melainkan sebagai momen refleksi diri terhadap cara kita berinteraksi dalam ranah digital adalah langkah yang sangat penting.
Kutipan bijak Mahatma Gandhi menyadarkan kita akan pentingnya pengendalian diri. Ia berkata bahwa kebahagiaan adalah ketika apa yang kamu pikirkan, yang kamu katakan, dan yang kamu lakukan berada dalam harmoni.
Dalam konteks puasa dari berbuat dosa digital, kata-kata Gandhi mengingatkan kita akan pentingnya konsistensi antara pikiran, perkataan, dan tindakan dalam menjalani kehidupan digital.
Puasa dari dosa digital juga mengajarkan kita untuk lebih bertanggung jawab atas setiap tindakan dan ucapan yang kita lakukan di dunia maya.
Seperti yang pernah dikatakan Albert Einstein yakni bahwa dengan pengetahuan datanglah tanggung jawab.
Dengan memiliki akses terhadap begitu banyak informasi dan interaksi melalui media sosial dan platform digital lainnya, kita memiliki tanggung jawab moral untuk menggunakan kebebasan tersebut dengan bijaksana dan bertanggung jawab.
Melalui puasa dari dosa digital, kita juga mengasah kesabaran dan keteguhan hati dalam menghadapi godaan yang datang dari dunia maya.
Martin Luther King Jr berkata bahwa karakter seseorang tidak diukur oleh tindakannya saat waktu yang baik, tetapi oleh tindakannya saat waktu yang sulit.
Puasa dari dosa digital mengajarkan kita untuk tetap kokoh pada prinsip-prinsip moral dan etika. Bahkan, kokoh di tengah rayuan dosa yang datang dari berbagai arah dalam media sosial.
Esensinya bahwa puasa dari dosa digital bukanlah menahan diri dari perbuatan negatif di dunia maya.
Namun, juga membangun kesadaran akan pentingnya etika dan moral dalam setiap interaksi dan aktivitas digital kita.
Puasa kali ini semoga bisa menghindari dari perbuatan dosa digital yang sangat merusak pahala puasa kita.
Semoga terhindar dari kebiasaan menyebarkan hoaks, mencaci maki orang yang berbeda pilihan politiknya, mengunggah konten negatif, dan sebagainya.
Ikhtiar maksimal tersebut semoga tetap terjaga setiap hari, sepanjang minggu, bulan, dan tahun, agar tercipta pribadi yang saleh secara sosial dan juga digital.
Semoga puasa dari dosa digital ini membawa kita semua pada pemahaman yang lebih dalam tentang pentingnya kesucian hati dan tindakan.
Tidak hanya di dunia nyata, tetapi di dunia maya yang semakin kompleks ini.***