PMB Uhamka
Opini

AI dan Konsep Diri yang Berkepedulian dan Berkemanfaatan

×

AI dan Konsep Diri yang Berkepedulian dan Berkemanfaatan

Sebarkan artikel ini

Oleh: Pepi Perdiansyah SPsi*

KEBERADAAN kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) pada masa sekarang memang menjadi penggambaran kemajuan teknologi peradaban manusia yang luar biasa. Namun, dengan adanya AI ini juga menimbulkan kehawatiran beberapa pendidik sebagai salah satu pelaksana tugas dan pembimbing siswa di sekolah.

Muncul pikiran di dalam benak, timbul pertanyaan yang sederhana seperti ini: dengan adanya AI, tugas dan pekerjaan guru di sekolah apakah masih diperlukan? AI secara referensi keilmuan itu jauh lebih komplet, lebih banyak, dan bisa lebih cepat. Selain itu, ilmu apa pun juga ada di AI, sementara bisa jadi sebagian guru pengetahuannya sangat terbatas.

Oleh karena itu, tidak tertutup kemungkinan profesi guru sebagai pengajar mata pelajaran, seperti ilmu ekonomi, matematika, dan yang lainya akan tergantikan oleh AI. Seperti kejadian beberapa waktu yang lalu AI menggantikan pendeta ceramah di salah satu gereja di Amerika.

Bukan cuma itu, beberapa waktu yang lalu juga dalam sebuah tayangan di platform YouTube, robot AI disandingkan dengan seorang profesor sains dan seorang filsuf Barat dalam sebuah acara debat. Dalam acara itu sang profesor dan filsuf terdiam dan terpaku oleh jawaban-jawaban robot AI sehingga mereka tidak bisa menandinginya.

Kehawatiran ini ternyata dipertegas pula oleh pionirnya AI sendiri yaitu Geoffrey Hilton dalam wawancara dengan The New York Time. Dia mengatakan bahwa dirinya menyesali pekerjaan yang telah dilakukanya di bidang tersebut dan memilih untuk keluar dari Google karena kehawatiran perkembangan AI yang begitu cepat dan membahayakan manusia (Kompas.com edisi Senin [1/5/2023]).

Kehawatiran itu menimbulkan pertanyaan, apakah yang akan terjadi pada lima tahun mendatang di dunia pendidikan terutama sekolah? Apakah sekolah masih akan diminati siswa atau tidak?

Disadari atau tidak, keberadaan Ai sangatlah signifikan memudahkan siswa dengan sendirinya belajar di rumah secara online dengan sangat nyaman, senang, sambil tiduran, sambil ngemil, atau bahkan sambil main games hanya cukup dengan buka HP tanpa bersusah payah.

Selain itu, siswa akan merasa tidak terbebani tanpa merasa pusing dengan peraturan yang ada di sekolah. Begitu juga dengan rapor dan ijazah bisa didapat dengan hanya mengikuti ujian online. Jujur saja bagi saya ini sangatlah mengerikan.

Mirisnya lagi adalah fakta yang terjadi saat ini dengan adanya perkembangan teknologi gadget dan AI yang luar biasa menyebabkan generasi sekarang dan mendatang tidak banyak berinteraksi dengan teman sebaya atau orang lain secara sosial. Bahkan menjadi pribadi yang cenderung sangat individualistik dan berkarakter instan.

Selain itu, siswa juga tidak mengenal dirinya sendiri, tidak punya jati diri, dan tidak punya konsep diri. Mereka justru menjadikan diri kebergantungan kepada HP dan quota.

Akibatnya adalah generasi sekarang menjadi pemalas, sedikit bergerak, mudah emosi, individualistis, materialistis, dan instan yang segala sesuatu hanya diukur oleh uang. Kondisi seperti inilah yang nyata, sudah jauh melenceng dari fitrah manusia dan kemanusiaan.

Berdasarkan hal itulah seharusnya pembentukan karakter di sekolah menjadi yang utama. Faktor kepedulian dan kebermanfaatan menjadi sangat penting. Di mana sekolah menjadi tempat pengembangan karakter itu sesungguhnya, tempat mengenal diri, tempat membangun konsep diri, tempat belajar arti kehidupan.

Baca Juga:  Muhasabah Diri

Sekolah bukan hanya tempat transfer ilmu pengetahuan pada umumnya, melainkan siswa duduk mendengarkan dan mungkin mencatat apa yang disampaikan guru pelajaran di kelas. Guru sesungguhnya bukan petugas pentransfer ilmu, melainkan guru adalah ibu dan ayah di lingkungan sekolah sehingga siswa bisa belajar dan mengenal siapa dirinya, untuk apa hidup di dunia, kemudian mau pulang ke mana.

Oleh karena itu, alasan kenapa sekolah harus kembali kepada fungsi dan tujuannya untuk para siswa dengan menitikberatkan pada pembangunan dan pembentukan karakter karena sudah tidak ada lagi pilihan.

Dengan demikian, belajar ilmu pengetahuan di sekolah harus menjadi tahapan kedua setelah karakter terbentuk. Mengapa begitu? Ilmu pengetahuan itu adalah alat bantu, ibarat pisau yang tajam dan bisa digunakan untuk melakukan apa saja.

Ilmu bisa bermanfaat dan sekaligus juga bisa membahayakan. Oleh karena itu, hal pertama yang harus menjadi fondasi di sekolah itu adalah pembentukan karakter yang berlandaskan pada konsep diri. Konsep diri yang seperti apa? Yaitu yang berkepedulian dan kebermanfaatan.

Ketika siswa memiliki kesadaran konsep diri sebagai manusia yang harus selalu menjunjung tinggi kepedulian dan kebermanfaatan, mereka dengan sendirinya jadi semangat belajar dan mencari ilmu berdasarkan kebutuhan serta kebermanfaatan dirinya sebagai manusia. Selain itu, siswa dengan sendirinya akan selektif pada tujuan yang harus dicapainya sehinga menjadi ahli di bidangnya.

Ketika siswa sudah mempunyai kesadaran akan hal itu, siswa akan belajar, menggali, dan menguasai ilmu untuk mewujudkan harapanya dengan penuh semangat dan pantang menyerah.

Mereka tidak seperti kebanyakan siswa sekarang yang malas untuk sekolah, menerima pembelajaran, bahkan di kelas pun tertidur. Mereka seakan-akan tidak ada semangat dan tidak ada ketertarikan sehingga tidak menjadi perhatian yang akhirnya tidak mendapatkan apa-apa dan tidak bermanfaat.

Fenomena inilah yang terjadi sekarang ini yang harus kita sadari bersama. Oleh karena itu, dalam hal ini harus kita pahami bersama bahwa sesungguhnya ilmu pengetahuan itu adalah alat bantu manusia. Bukan makanan yang harus semua dilahap.

Apa yang terjadi pada saat ini justru terbalik, yakni siswa dijejali sebanyak-banyaknya ilmu pengetahuan yang siswa sendiri justru tidak mengetahui. Bahkan tidak tahu atau bahkan juga tidak membutuhkanya untuk apa dirinya harus belajar ilmu itu.

Kondisi inilah sesungguhnya dengan adanya AI akan menyebabkan siswa memilih belajar online di rumah atau di mana saja dengan mengunakan perangkat HP. Dengan AI pada saat ini juga sangatlah mudah mendapatkan ilmu pengetahuan yang dibutuhkan siswa tanpa merasa terbebani, tertekan, dan sebagainya.

Oleh karena itu, faktor pembentukan karakter yang berbasis pada konsep diri, dengan membangun kesadaran akan kepedulian dan kebermanfaatan siswa sebagai manusia, menjadi sangat penting.

Hal itu juga harus terbangun terlebih dahulu sebelum siswa mulai mencari dan memperdalam ilmu supaya menjadi efektif, efisien, dan positif sesuai dengan tujuanya. Karakter kepedulian dan kebermanfaatan inilah yang menumbuhkan kesadaran siapa dirinya sesungguhnya.  Semakin memahami dan terbiasa dengan kepedulian, dirinya akan semakin menyadari sampai sejauh mana kebermanfaatannya sebagai manusia atau individu di lingkungannya.

Baca Juga:  Mahasiswa Aktif di Organisasi: Menyulam Pengalaman dan Keterampilan

Kepedulian

Kepedulian, menurut para ahli, adalah sikap dan tindakan yang menunjukkan rasa empati, perhatian, dan keinginan untuk membantu orang lain yang membutuhkan. Sikap ini mencakup rasa ingin tahu, peduli, dan kemampuan untuk turut merasakan apa yang dirasakan orang lain.

Menurut Muchlas Samani & Hariyanto (2012), peduli adalah memperlakukan orang lain dengan sopan, bertindak santun, dan mau berbagi. Kata peduli memiliki makna yang beragam. Oleh karena itu, kepedulian menyangkut sebagai tugas, peran, dan hubungan sosial.

Kata peduli juga berhubungan dengan pribadi, emosi, dan kebutuhan. Kepedulian adalah sikap atau perasaan yang menunjukkan perhatian dan empati terhadap kebutuhan, masalah, atau perasaan orang lain.

Kepedulian atau peduli inilah sesungguhnya karakter yang selalu ada dan melekat pada seorang pemimpin. Oleh karena itu, kepedulian sesungguhnya adalah salah satu penjabaran dan implementasi dari QS Al-Baqarah ayat 30.

“Dan (ingatlah) Ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat, ‘Aku hendak menjadikan khalifah di muka bumi.’ Kemudian mereka (para malaikat) berkata, ‘Apakah Engkau akan menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan mensucikan nama-Mu?’ Kemudian Allah berfirman, ‘Sesungguhnya, aku mengetahui aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.’”

Berdasarkan itu, sesungguhnya sekolah adalah tempat untuk mencetak para pemimpin. Oleh karena itu, pembentukan karakter bidang kepedulian menjadi syarat wajib utama yang harus diajarkan sebelum siswa mempelajari mata pelajaran umum.

Kepedulian inilah yang tidak ada di AI sehingga ke depan sekolah tetap menjadi tempat favorit yang dicari oleh murid atau orang tua murid untuk menyekolahkan di sekolah kita ke depannya.

Kepedulian di sekolah dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk. Pertama, belajar perhatian: memberikan perhatian kepada orang lain yang membutuhkan. Kedua, belajar empati: belajar bagaimana siswa mampu memahami dan merasakan perasaan orang lain.

Ketiga, belajar membantu: belajar membiasakan memberikan bantuan kepada orang lain yang membutuhkan sehingga karakter saling tolong itu terbentuk.

Keempat, belajar mendukung: belajar memberikan dukungan moral atau emosional kepada orang lain dengan memberikan apresiasi ketika ada teman berprestasi, memberikan dorongan dan motivasi kepada teman untuk bisa melakukan sesuatu.

Ketika siswa sudah berkarakter seperti itu maka dengan demikian kepedulian siswa dapat ditunjukkan dalam berbagai konteks berikut.

Pertama, hubungan interpersonal di lingkungan sekolah tempat belajar, tempat bersosialisasi, dan bergaul sesama. Kedua, hubungan interpersonal di masyarakat berupa kepedulian terhadap masalah sosial, lingkungan, atau kemanusiaan. Ketiga, hubungan interpersonal dengan lingkungan akan mendorong kepedulian terhadap kebersihan, kerapian, pelestarian lingkungan, dan konservasi sumber daya alam.

Dengan menunjukkan kepedulian, siswa dapat membangun hubungan yang lebih baik dengan orang lain dan menciptakan lingkungan yang lebih harmonis. Mempertahankan keharmonisan itu tidak mudah dan akan menimbulkan serangkaian permasalahan seiring keberlangsungan kehidupan.

Oleh karena itu, dengan sudah terbentuknya karakter kepedulian maka akan memunculkan kreativitas siswa untuk mempertahankan keharmonisan lingkungan di mana pun dia berada dengan memberikan kebermanfaatan.

Di sinilah peranan ilmu akan dibutuhkan. Ketika keharmonisan terancam maka akan menimbulkan kehawatiran. Ketika sudah menimbulkan kehawatiran maka siswa akan terdorong untuk mencari Solusi.

Baca Juga:  Ponpes Syamsul Ulum dan ASTI Bandung Komitmen Lahirkan Pesepakbola Hebat dan Taat Agama

Di sinilah peran seorang guru sesungguhnya. Guru mengarahkan dan membimbing supaya siswa mendapatkan ilmu yang harus dipelajari dan dikuasai. Karena siswa sudah mengetahui dan sadar akan ilmu dalam mencari solusi, siswa akan termotivasi mencari ilmu untuk kebermanfaatan dalam kehidupan.

Kebermanfaatan

Manfaat menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah guna atau faedah, laba, atau untung. Dari pengertian di atas dapat dikatakan bahwa manfaat-manfaat yang diperoleh itu tentunya akan menyebabkan perubahan terhadap suatu fungsi tertentu dalaam suatu pranata.

Allah SWT berfirman dalam QS Al-Anbiya ayat 107, “Dan kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam”. Ketika kita mengacu kepada ayat tersebut, sesungguhnya peran manusia, termasuk kita dan siswa, adalah menjadi penyebab kebaikan dan keselamatan. Kebaikan dan keselamatan kalau disederhanakan adalah kebermanfaatan.

Kebermanfaatan dapat diukur dari beberapa aspek seperti berikut. Pertama, dampak positif: seberapa besar siswa dapat memberikan dampak positif bagi seseorang atau kelompok atau lingkungan.

Kedua, nilai tambah: seberapa besar siswa dapat memberikan nilai tambah bagi seseorang atau kelompok (orang tua, keluarga, lingkungan). Dalam berbagai konteks, kebermanfaatan dapat menjadi tujuan utama, seperti dalam pengembangan produk, penyediaan jasa, atau pelaksanaan program sosial. Ketiga, kegunaan: seberapa besar siswa dapat memenuhi kebutuhan atau keinginan seseorang di lingkunganya.

AI adalah merupakan hasil dari kemampuan ilmu pengetahuan dan skill, sedangkan kepedulian dan kebermanfaatan adalah hasil dari konsep diri, motif, dan trait. Semuanya itu pada dasarnya adalah satu kesatuan dalam diri setiap manusia yang sering disebut dengan kompetensi (competence).

Kompetensi merupakan karakteristik yang mendasari perilaku seseorang. Hard competence, yang mencakup konsep diri, motif, dan sifat (trait), harus menjadi fondasi utama. Dengan fondasi ini, teknologi AI yang merupakan hasil dari soft competence—yakni ilmu pengetahuan dan keterampilan—dapat selaras sehingga mampu mendorong terciptanya peradaban manusia yang harmonis.

Oleh karena itu, demi menyeimbangkan dan menyelaraskan perkembangan AI, sekolah harus berperan sebagai tempat membangun kompetensi manusia secara utuh. Upaya ini dilakukan dengan menanamkan hard competence—meliputi konsep diri, motif, dan trait—pada generasi muda demi keberlangsungan kehidupan masa kini dan masa depan.

Dengan demikian, adanya AI merupakan lompatan kemajuan peradaban yang luar biasa keberadaanya untuk saat ini apabila dibarengi atau diperkuat dengan karakter manusia yang utuh.

Sebaliknya, ketika teknologi sudah maju, tetapi tidak dibangun dalam pondasi atau karakter manusianya, akan sangat mengerikan bahkan sampai akan menyebabkan kehancuran peradaban manusia di muka bumi ini.

Sampai sini maka faktor kepedulian dan kebermanfaatan menjadi pokok penting atau landasan dasar yang harus ada di setiap individu siswa di sekolah. Kemudian lembaga pendidikan setingkat sekolah harus berperan sebagai lembaga pendidik yang mampu tidak hanya  membangun ilmu pengetahuan dan skill, tetapi bertujuan untuk mempersiapkan peradaban generasi manusia mendatang.

*Guru BK Pondok Pesantren Muhammadiyah Al-Furqon Tasikmalaya

PMB Uhamka