PMB Uhamka
Opini

Dahnil Anzar dan Misi Berat Reformasi Haji Indonesia

×

Dahnil Anzar dan Misi Berat Reformasi Haji Indonesia

Sebarkan artikel ini
Seedbacklink

Oleh: Ace Somantri*

Kementerian Haji dan Umrah Republik Indonesia tengah bergerak cepat melakukan pembenahan dan restrukturisasi.

Gus Irfan bersama Dahnil Anzar Simanjuntak ini bergandengan tangan membangun kekuatan dalam merancang regulasi yang akan mengubah struktur kementerian tersebut, yang sebelumnya berbentuk badan.

Waktu yang tersedia sangat singkat. Belum rampung sepenuhnya persiapan struktur yang lama, kini perubahan menjadi kementerian harus segera dituntaskan.

Kemampuan adaptasi keduanya benar-benar diuji. Terlebih, persoalan haji selama ini penuh dengan sengkarut masalah yang menampar wajah pengelolaan haji Indonesia.

Sejak mencuatnya isu korupsi haji, publik semakin menaruh perhatian besar. Tidak heran jika beberapa waktu lalu Dahnil Anzar berbicara keras mengenai keberadaan mafia dan kartel haji.

Fakta pun akhirnya terbukti. Dugaan penyimpangan dan praktik melawan hukum dalam pengelolaan haji kini mencuat ke permukaan.

Publik menyaksikan dengan jelas adanya praktik yang merugikan negara. Mantan Menteri Agama beserta sejumlah pihak yang diduga terlibat pun telah dipanggil Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menjalani pemeriksaan.

Meski belum ditetapkan secara resmi, tidak lama lagi akan diumumkan siapa saja yang terlibat dalam kasus kuota haji. Tindakan yang merugikan negara ini jelas tidak bisa dianggap sekadar khilaf semata.

Yang lebih memilukan, ribuan jamaah haji yang seharusnya berangkat justru gagal menunaikan ibadah suci.

Hal itu terjadi karena kuota mereka dipangkas, dialihkan, bahkan diperjualbelikan kepada pihak-pihak yang sebenarnya tidak berhak menerimanya.

Melalui regulasi yang inkonstitusional, praktik perubahan kuota justru menjadi ladang keuntungan material bagi mafia dan kartel haji.

Modus ini merupakan bentuk kejahatan yang dibungkus dengan label “ibadah haji khusus”, tetapi sejatinya tidak berprikemanusiaan.

Bang Dahnil Anzar kini menghadapi pekerjaan rumah yang tidak ringan. Selain harus membenahi struktur kelembagaan yang dalam waktu singkat beralih dari badan menjadi kementerian, ia juga dihadapkan pada pertaruhan besar yang memperumit situasi.

Belum selesai menata kelembagaan, isu kuota haji yang menyeret mantan Menteri Agama dan sejumlah pihak lain telah menjadi alarm keras bagi Kementerian Haji dan Umrah. Kondisi ini menuntut perubahan cepat, baik dari segi regulasi maupun manajemen penyelenggaraan haji.

Baca Juga:  Meningkatkan Potensi Mahasiswa, Prodi Administrasi Publik UM Bandung Kunjungi KPK dan DPR-RI

Wajah haji Indonesia harus segera bertransformasi dengan model pengelolaan yang mengedepankan pelayanan prima, transparan, dan berkeadilan.

Hal yang terpenting, setiap calon jamaah harus diberi ruang dan kesempatan beribadah sesuai dengan nilai kemanusiaan yang beradab.

Konsep trisukses kini menjadi platform mutlak dalam penyelenggaraan haji Indonesia. Sebagai bangsa yang dikenal ramah, santun, dan beradab, tidak ada alasan bagi pelayanan haji untuk tidak mencerminkan nilai keadaban dan humanisme.

Bang Dahnil Anzar terus berupaya keras mendorong reformasi haji Indonesia melalui penguatan regulasi dan positioning yang lebih jelas. Namun, amanah besar ini bukan tanpa tantangan.

Selain berhadapan dengan isu kartel dan mafia haji, ia juga harus memastikan adaptasi serta akselerasi manajemen haji yang kini terpusat dalam satu kementerian.

Situasi ini menjadi taruhan besar yang menegangkan. Melihat timeline penyelenggaraan haji yang kian dekat, tidak ada ruang lagi untuk menunda. Langkah nyata yang cepat, akurat, dan teknis harus segera dijalankan agar persiapan berjalan sesuai harapan.

Tugas ini terasa berat dan membebani, apalagi dengan limit waktu yang sangat singkat. Persiapan teknis penyelenggaraan haji jelas membutuhkan strategi cerdas untuk menghadapi dinamika transisi manajemen.

Transformasi sumber daya manusia dari Kementerian Agama yang sebelumnya membidangi urusan haji pun menjadi langkah wajib.

Sejalan dengan itu, Wakil Menteri Bang Dahnil Anzar menegaskan bahwa perwakilan kantor wilayah Kementerian Haji akan diisi oleh para kepala bidang penyelenggara haji dan umrah Kemenag di provinsi seluruh Indonesia.

Kebijakan ini dinilai tepat, bukan hanya karena keterbatasan waktu yang hanya hitungan bulan, tetapi juga untuk menghindari potensi masalah teknis di lapangan. Para pejabat daerah tersebut dinilai sangat memahami kebutuhan riil dalam pelayanan haji.

Ke depan, setelah penyelenggaraan haji selesai, kinerja mereka akan dievaluasi. Dari sana dapat diukur sejauh mana kompetensi dan kecakapan mereka dalam mendukung Kementerian Haji dan Umrah Indonesia dalam memberikan layanan terbaik bagi jamaah.

Baca Juga:  UM Bandung Gelar Event Kinemaksi, Gaungkan Pesan Anti Korupsi Lewat Film

Harapan besar kini tertuju pada Kementerian Haji dan Umrah. Tahun ini menjadi pembuktian perdana bagi lembaga baru tersebut dalam menghadirkan paradigma penyelenggaraan haji yang bersih dari praktik mafia dan kartel.

Secara prinsip, pelayanan haji di daerah akan mengikuti arahan langsung dari kementerian. Kepala Bidang Penyelenggara Haji dan Umrah (PHU) Kemenag wilayah juga menyambut baik kebijakan ini.

Seperti disampaikan Kabid PHU Kanwil Kemenag Jawa Barat, Kang Boy, keputusan Kementerian Haji dan Umrah menempatkan plt kanwil dari jajaran Kabid PHU di seluruh provinsi merupakan langkah bijak dan profesional.

Menurutnya, kebijakan ini membuka ruang partisipasi sekaligus memperkuat kelancaran dan kesuksesan penyelenggaraan haji perdana di bawah kementerian baru tersebut.

Lebih jauh, Kang Boy menegaskan dirinya bersama para Kabid lain siap bekerja maksimal. Setelah musim haji selesai, mereka pun bersedia dievaluasi sepenuhnya oleh kementerian atas kinerja yang telah dilakukan.

Dalam hitungan bulan yang sangat terbatas, Kementerian Haji dan Umrah Indonesia akan menghadapi tantangan berat pada masa transisi.

Proses adaptasi penyelenggaraan tidaklah mudah sehingga kehati-hatian dalam mengambil kebijakan serta profesionalitas menjadi kunci sukses pelaksanaan haji perdana kementerian baru ini.

Setidaknya, pengalaman pengawasan tahun lalu dan hasil evaluasi haji 2025 saat masih berbentuk BP Haji Indonesia telah menghasilkan data penting.

Modal tersebut dapat dijadikan kerangka kebijakan agar penyelenggaraan haji 2026 berjalan lebih baik, prima, dan berkualitas dalam layanan maupun manajemen.

Dengan demikian, kelemahan dan kekurangan yang pernah terjadi sebelumnya wajib diperbaiki melalui strategi yang tepat dan langkah konkret. Hanya dengan cara itu wajah baru haji Indonesia dapat benar-benar diwujudkan.

Kementerian Haji dan Umrah Indonesia belum lama ini melakukan kajian lapangan sebagai persiapan peningkatan layanan haji dan umrah.

Baca Juga:  Terima Kasih Guruku, Jasamu Dikenang Sepanjang Masa

Salah satu langkah strategis yang ditempuh adalah survei lokasi lahan di Arab Saudi untuk dijadikan Kampung Haji Indonesia.

Sebuah area khusus yang dirancang demi kenyamanan jamaah saat beribadah di Tanah Suci maupun di tempat-tempat ibadah lainnya.

Langkah ini merupakan terobosan nyata dalam upaya mengubah wajah penyelenggaraan haji Indonesia ke depan agar lebih humanis dan beradab.

Mengingat Indonesia adalah negara dengan jumlah jamaah haji terbanyak di dunia, wajar bila pemerintah Arab Saudi memberikan ruang bagi Kementerian Haji dan Umrah Indonesia untuk meningkatkan kualitas pelayanan.

Selama ini, jamaah haji Indonesia kerap menghadapi berbagai kendala dalam layanan, baik pada haji reguler maupun haji khusus.

Dengan hadirnya gagasan Kampung Haji Indonesia, diharapkan pelayanan yang lebih prima, tertib, dan bermartabat benar-benar dapat dirasakan oleh seluruh jamaah.

Banyak kekecewaan yang dirasakan jamaah, baik haji reguler maupun haji khusus, pada dasarnya berakar dari persoalan pelayanan.

Meski keberadaan Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) diharapkan membantu, kenyataannya di lapangan masih muncul kesan adanya perlakuan yang membeda-bedakan antarjamaah.

Reformasi haji yang kini digagas Kementerian Haji dan Umrah tidak hanya berfokus pada regulasi pelayanan yang menekankan hak dan kewajiban jamaah.

Namun, menyentuh instrumen lain yang menjadi bagian penting penyelenggaraan. Di antaranya adalah kebijakan terkait KBIH dan travel haji-umrah milik masyarakat umum.

Lembaga-lembaga tersebut memang banyak memberi manfaat, namun tidak sedikit pula yang justru membuka celah terjadinya praktik pelanggaran dalam penyelenggaraan haji dan umrah. Dampaknya, masyarakat dan pemerintah dirugikan secara moral maupun material.

Oleh karena itu, reformasi haji dan umrah harus benar-benar diwujudkan agar pelayanan menjadi lebih humanis dan beradab.

Harapannya, Gus Irfan sebagai Menteri dan Bang Dahnil Anzar sebagai Wakil Menteri mampu menghadirkan Kementerian Haji dan Umrah Indonesia yang bermarwah dan bermartabat. Amin.

*Wakil Ketua PWM Jawa Barat

PMB Uhamka