BANDUNGMU.COM, Bandung — Wakil Rektor III Universitas Muhammadiyah (UM) Bandung Zamah Sari mengajak seluruh warga Muhammadiyah untuk merefleksikan kembali makna Ramadan sebagai momen pendidikan spiritual dari Allah SWT.
“Ramadan adalah cara Allah mendidik dan menginterupsi perjalanan kehidupan kita yang mungkin sudah tak terarah. Ini adalah proses tarbiyah dan tabligh yang Allah susun langsung,” ujar Zamah Sari dalam acara Silaturahim dan Pendataan Cabang dan Ranting Muhammadiyah se-Kabupaten Bandung Barat pada Sabtu (3/5/2025) di Kompleks Yayasan Al-Fatih, Mekarwangi, Kabupaten Bandung Barat.
Menurutnya, bulan Ramadan menjadi titik penting untuk mengingat kembali Allah dan diri sendiri, sebagaimana disebutkan dalam ayat Al-Quran agar manusia tidak menjadi golongan yang melupakan Allah dan akibatnya lupa pada jati dirinya.
Ia menjelaskan bahwa esensi dari puasa tidak hanya menahan lapar dan haus. Namun, proses pengendalian diri dan mengingat kehadiran Allah.
“Yang benar-benar tahu kita puasa hanya kita dan Allah. Ini adalah rahasia paling dalam antara hamba dan Sang Pencipta,” tambahnya.
Kekuatan Muhammadiyah
Dalam ceramahnya, Zamah Sari juga memaparkan tiga kekuatan utama yang membuat Muhammadiyah tumbuh besar dan kokoh hingga hari ini. Yang pertama adalah kekuatan filantropi atau kedermawanan.
“Muhammadiyah berdiri dan berkembang dari kekuatan masyarakat akar rumput. Rumah sakit, sekolah, hingga kampus dibangun dengan dana dari umat, bukan dari kekuasaan,” tegasnya.
Ia mencontohkan kisah KH Ahmad Dahlan yang legendaris saat membunyikan kentongan untuk menggalang dana membayar gaji guru.
“Para sahabat datang dan langsung melelang peralatan mereka. Kisah ini mengalir dalam darah perjuangan Muhammadiyah hingga ke pelosok, termasuk Bandung Barat,” katanya.
Kekuatan kedua, lanjutnya, terletak pada aktor-aktor dakwah yang tahan banting. Mereka adalah kader yang tidak gentar dalam menghadapi tantangan dan menjadi teladan nyata.
“Kalau satu orang menyalakan lilin, maka yang lain akan ikut menyalakan. Keteladanan itu menular,” ujarnya.
Ketiga adalah transformasi kultural sebagai strategi dakwah Muhammadiyah. Menurut Zamah Sari, KH Ahmad Dahlan telah berhasil menggeser budaya masyarakat dari yang semula mitologis menjadi logis dan edukatif.
“Transformasi budaya ini penting agar masyarakat tidak hanya religius secara simbolik, tetapi berilmu dan rasional,” tuturnya.
Menutup pesannya, Zamah Sari berharap Muhammadiyah terus menjadi kekuatan pembaharu, baik dalam bidang sosial, pendidikan, maupun spiritual.
“Jangan hanya hebat dari jumlah amal usahanya, tapi mampu membawa perubahan kultural secara menyeluruh,” pungkasnya.***(FK)