PMB Uhamka
Opini

Ibadah yang Estetik

×

Ibadah yang Estetik

Sebarkan artikel ini
Iwan Yuswandi, penulis buku anak yang juga CEO DAR! Mizan (foto: pribadi)

Oleh: Iwan Yuswandi, Penulis buku anak, pelukis

BANDUNGMU.COM, Bandung — Dalam sebuah grup whatsapp masjid tempo hari, saya mendebat orang yang mengatakan musik itu haram.

Saya bilang, mengapa saya bisa menangis jika mendengarkan lagu Rindu Rasul karya Bimbo.

Saya berpendapat bahwa musik itu sebuah media. Baik buruknya bergantung pada konten yang disampaikannya.

Lalu, mengapa saya merasa terhubung ke dunia langit saat mendengarkan lagu Sekuntum Bunga Kemboja karya Panji Sakti yang sangat puitis, dengan satu instrumen gitar yang lirih dan menyentuh.

Kontemplasi manusia

Lantas, mengapa lagu Dealova karya Opick yang dibawakan Once lebih bisa menggambarkan tentang sosok manusia yang rapuh, kita tidak berdaya tanpa cinta dan kasih sayang Tuhan?

Almarhum Krisye hampir tidak bisa menyelesaikan rekaman lagu Ketika Tangan dan Kaki Berkata.

Tenggorokannya tercekat menahan tangis setiap ia mengucapkan syair pada bait pertamanya.

Baca Juga:  Saya Bagian dari Republika, Terimakasih!

Sampai akhirnya ia meminta istrinya datang ke studio untuk menemaninya dan melaksanakan salat terlebih dahulu.

Tembang yang liriknya ditulis oleh penyair kondang Taufik Ismail–yang terinspirasi dari salah satu surah dalam Al-Quran itu telah menjadi sebuah karya musik religi sepanjang masa–perpaduan dua nilai estetika seni musik dan sastra yang luar biasa.

Itulah sebabnya saya juga bisa terpesona melihat lukisan AD Pirous yang bertajuk Malam Lailatul Qodar, dengan nuansa warna biru gelap terbelah warna cahaya vertikal keemasan.

Apalagi jika beliau menjelaskan bahwa lukisan abstrak lebih bisa mewakili perasaan yang tidak mungkin tergambarkan dalam definisi bentuk sehari-hari.

Kontemplasi manusia tentang perasaan yang melampaui akal akan lebih terwakili oleh bentuk-bentuk abstrak.

Karya seni religi bukan hanya persoalan simbol atau kalimat tayibah semata.

Baca Juga:  Masih Adakah Peluang Bagi AHY di Pilpres 2024?

Semua harus dikemas dengan kualitas dan rasa estetik yang tinggi karena senilah yang akan menyentuh batin kita yang paling dalam.

Bukankah kita lebih merasa tersentuh ketika mendengar suara adzan yang bersuara indah dibandingkan dengan suara yang jelek?

Padahal kalimat yang dikumandangkannya sama. Nilai estetik bisa dicapai dengan penguasaan teknik dan menyatukan diri dalam gagasan dan ide yang jujur terhadap diri sendiri.

Ibadah estetik

Orang-orang yang saya contohkan di atas adalah orang yang konsisten mencurahkan pikirannya di bidang seni sepanjang hidupnya.

Crisye sejak muda dengan band Guruh Gipsy-nya, Bimbo adalah grup musik legendaris Indonesia yang sudah mencoba berbagai macam genre musik.

AD Pirous adalah pelukis yang sudah berjuang mencari kesetaraan dengan orang-orang Eropa dengan lukisan abstraknya, sampai ia menemukan keindahan dari abstraksi huruf kaligrafi (ada dalam buku “Melukis Islam”-Kenneth M. George, terbitan Mizan).

Baca Juga:  Mama Ani, Penulis Buku Anak yang Selalu Berbagi

Panji Sakti yang bercita-cita jadi penulis lagu anak-anak, aktif di Komunitas Musisi Me ngaji (KOMUJI), pulang dari negeri Thailand menemukan dirinya dalam lagu-lagu yang sangat beraroma sufistik.

Tulisan ini tidak untuk menyimpulkan sesuatu. Silakan disimpulkan sendiri dan boleh berpendapat berbeda asal tidak saling mencela.

Ini hanya kegelisahan saya tentang umat Islam yang mestinya punya selera estetik yang tinggi.

Sebab ibadah itu sesungguhnya sangat estetik. Lagu Kepada Noor karya Panji Sakti yang saya dengar beberapa waktu lalu adalah bentuk lain dari dakwah beliau yang sangat estetik.

Dengan demikian, estetika yang tinggi Islam akan muncul dengan wajah yang indah dan penuh welas asih.***

PMB Uhamka