BANDUNGMU.COM — Di samping kesehatan, kelahiran Muhammadiyah tahun 1912 diawali dengan perbaikan mutu pendidikan dan literasi masyarakat. Keyakinan pentingnya literasi sebagai upaya pembangunan manusia seutuhnya ini jelas adalah hasil permenungan yang jernih dan visioner dari KH. Ahmad Dahlan.
“Apa yang dilakukan Kiai Ahmad Dahlan tahun 1914 membentuk Majelis Pustaka. Pada saat itu bisa dibilang aneh, nyeleneh, karena Kiai Ahmad Dahlan membangun salah satu bahagiannya itu di bidang literasi. Jadi, ingin membangkitkan tradisi membaca di masyarakat,” tutur Roni Tobroni dalam acara yang diselenggarakan Majelis Pustaka dan Informasi Pimpinan Wilayah Jawa Barat, Jumat (10/09/2021) lalu, dikutip dari laman resmi Muhammadiyah.
Roni mengungkapkan bahwa tradisi berkemajuan Muhammadiyah ialah melakukan suatu hal yang futuristik yang sebelumnya tidak pernah terpikirkan khalayak ramai.
Oleh karena itu, ide merintis AUM Digital Muhammadiyah merupakan gagasan yang sebenarnya ketinggalan. Andaikan Ahmad Dahlan masih hidup, kata Roni, ia akan menertawakan gagasan kita soal ini.
“Sekiranya Kiai Ahmad Dahlan masih hidup, ia akan menertawakan kita betapa terlambatnya kita merespon perkembangan digital. Ya, dunia digital itu sudah berusia 10 tahun yang lalu. Ini faktor berpikir kita yang lambat. Padahal, apa yang dilakukan Muhammadiyah dulu selalu melampaui zamannya,” ungkap Wakil Ketua Majelis Pustaka dan Informasi PP Muhammadiyah ini.
Kesadaran berinovasi harusnya menjadi karakter dasar kolektif kader persyarikatan. Roni berharap seluruh energi yang dimiliki Muhammadiyah mengejar ketertinggalan di bidang inovasi dan teknologi ini.
Pembangunan lembaga pendidikan mungkin penting. Namun, inovasi terutama dalam bidang digital akan semakin menegaskan nilai spirit Islam berkemajuan yang dimiliki Muhammadiyah.