BANDUNGMU.COM, Yogyakarta — Wamendikdasmen RI Fajar Riza Ul Haq dalam keynote speech-nya pada acara “Seminar dari Kelas ke Kehidupan: Menanamkan Nilai-Nilai Nirkekerasan dan Kesetaraan Gender di Lingkungan Pendidikan” yang diselenggarakan pada Sabtu (30/11/2024) menyampaikan keprihatinannya atas semakin kompleksnya persoalan kekerasan di lingkungan pendidikan.
Ia menyoroti bahwa perkembangan teknologi informasi turut memperburuk situasi, membuat anak-anak semakin rentan terhadap pengaruh dan paparan perilaku yang bertentangan dengan nilai-nilai kasih sayang dan welas asih.
Menurut Fajar Riza, isu terkait nirkekerasan dan kesetaraan gender telah lama menjadi perhatian dan hingga kini tetap relevan untuk dibahas, terutama karena masalahnya yang terus berkembang.
Salah satu masalah baru yang muncul di dunia pendidikan saat ini, menurutnya, adalah penggunaan gadget, terutama handphone. Fajar Riza menekankan bahwa penggunaan handphone tidak selalu berhubungan langsung dengan peningkatan pendidikan anak-anak.
“Logikanya, memiliki gadget sebagai sumber informasi tidak serta merta berkorelasi dengan peningkatan pengetahuan anak, terutama tanpa adanya pendampingan yang tepat,” ujarnya.
Ia juga menambahkan bahwa banyak dari apa yang disaksikan anak-anak di handphone, yang sebagian besar adalah tontonan, justru menjadi contoh yang membentuk perilaku mereka sehari-hari.
“Maka, tugas sekolah, guru, dan orang tua semakin berat dan kompleks,” tegas Fajar Riza. Ia menambahkan bahwa masalah kekerasan di lingkungan pendidikan tidak bisa diselesaikan hanya oleh sekolah, tetapi harus melibatkan orang tua dan masyarakat, membentuk ekosistem yang saling mendukung.
Selain peserta didik, para guru juga rentan menjadi korban kekerasan di lingkungan pendidikan. Oleh karena itu, Fajar Riza menekankan pentingnya melindungi kedua belah pihak: guru dan siswa.
“Ini adalah tantangan besar dalam dunia pendidikan, dan salah satu prioritas Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah adalah menguatkan pendidikan karakter dan memperkuat peran guru,” ujarnya.
Untuk itu, kementerian berupaya memperkuat kompetensi guru, termasuk memberikan pelatihan kepada guru BK, atau membekali guru umum dengan kemampuan untuk menangani masalah anak di sekolah. “Kementerian berkomitmen menjadikan pendidikan sebagai tempat yang aman dan nyaman, baik bagi siswa maupun bagi guru,” tambahnya.
Di akhir pidatonya, Fajar Riza menyampaikan harapannya untuk masa depan anak-anak Indonesia dengan menyerahkan amanah tersebut kepada para guru, yang disebut Presiden Prabowo sebagai Pilar Pembangunan Bangsa.
“Kami titip peserta didik, mohon berikan bimbingan terbaik, bantu mereka, dan tunjukkan sikap uswatun hasanah kepada mereka semua,” pesan Fajar Riza.
Ketua Umum Pimpinan Pusat Aisyiyah Salmah Orbayinah dalam sambutannya menyampaikan bahwa isu terkait nirkekerasan dan kesetaraan gender di lingkungan sekolah menjadi fokus utama dan perhatian Aisyiyah. Hal ini sejalan dengan salah satu amal usaha Aisyiyah, yaitu di bidang pendidikan.
Salmah menjelaskan bahwa Aisyiyah saat ini mengelola hampir 22 ribu TK ABA yang tersebar di seluruh Indonesia, serta menjalankan pendidikan pada berbagai jenjang, mulai dari pendidikan dasar, menengah, hingga pendidikan tinggi, termasuk kampus dan universitas.
Lebih lanjut, Salmah menekankan pentingnya peran berbagai pihak dalam menciptakan pendidikan terbaik bagi anak. Ia mengingatkan tentang empat tempat pendidikan yang disampaikan oleh Nyai Ahmad Dahlan sejak awal berdirinya Aisyiyah, yakni keluarga, sekolah, lingkungan, dan tempat ibadah.
Untuk menanamkan nilai-nilai nirkekerasan, karakter anak harus dibangun sejak awal, dimulai dari keluarga. Aisyiyah, melalui program Keluarga Sakinah Qaryah Thayyibah, terus mendorong hal ini karena keluarga merupakan madrasah pertama bagi anak.
“Perkenalan pertama anak terhadap nilai-nilai kehidupan seperti unggah-ungguh dan tepo seliro dimulai dari keluarga, dan Aisyiyah memiliki perhatian khusus di sini.”
Tempat pendidikan kedua adalah lembaga pendidikan formal yang memiliki peran penting dalam membentuk karakter anak. Selain itu, lingkungan juga memainkan peran besar dalam memberikan pendidikan serta contoh yang baik melalui interaksi sosial di masyarakat.
Terakhir, Salmah menyebutkan bahwa tempat ibadah juga sangat penting dalam menumbuhkan karakter anak-anak. “Pendidikan juga bisa dilakukan di masjid atau mushola, yang telah dicontohkan sejak zaman Nabi Muhammad pada masa awal perkembangan Islam setelah hijrah di Madinah,” jelas Salmah.
Salmah berharap kegiatan ini dapat meningkatkan pengetahuan dan kompetensi sekolah, baik melalui guru maupun orang tua, sehingga dapat berkontribusi dalam upaya penghapusan kekerasan terhadap anak, termasuk di lingkungan pendidikan.
“Melalui pendidikan Aisyiyah, diharapkan lahir generasi yang berkualitas, dengan karakter yang baik, yang mendukung terciptanya generasi emas. Hal ini juga akan mendukung pemerintah dalam membentuk generasi emas pada tahun 2045,” ujar Salmah.***(Suri)