UMBandung
Opini

Mencari Solusi Keselamatan Tol Cipularang

×

Mencari Solusi Keselamatan Tol Cipularang

Sebarkan artikel ini

Oleh: Ace Somantri*

BANDUNGMU.COM — Inalillahi wa inna ilaihi raji’un. Dengan penuh rasa duka, kita bersama mengucapkan belasungkawa yang mendalam atas musibah kecelakaan yang terjadi di Tol Cipularang. Semoga Allah SWT memberikan pengampunan dan menempatkan para korban di tempat terbaik di sisi-Nya.

Sejak mulai dibangun pada 1 Agustus 2003, Tol Cipularang telah memangkas waktu perjalanan antara Bandung dan Jakarta secara signifikan. Jika sebelumnya perjalanan memakan waktu 6-7 jam, kini dengan adanya tol, rute tersebut dapat ditempuh hanya dalam 2-3 jam.

Sebagian besar orang merasa puas dan mengapresiasi keberadaan Tol Cipularang, terutama mereka yang sering bepergian melalui jalur tersebut. Namun, kondisi ini berbeda bagi sebagian masyarakat di sekitar jalur biasa yang kini jarang dilalui.

Banyak pelaku usaha setempat terpaksa gulung tikar akibat menurunnya jumlah pengguna jalan. Situasi ini mencerminkan adanya konsekuensi dari setiap perubahan. Di satu sisi membawa keuntungan, tetapi di sisi lain menimbulkan kerugian yang seharusnya dapat diminimalkan.

Sejak Tol Cipularang mulai beroperasi, tidak sedikit kecelakaan lalu lintas yang terjadi di sepanjang jalur ini, bahkan hingga merenggut banyak nyawa. Berbagai kisah dan fakta tentang lalu lintas di Tol Cipularang sering diwarnai dengan cerita penuh misteri yang kerap dikaitkan dengan hal-hal mistis. Namun, sebagian besar kecelakaan yang terjadi di tol ini cenderung berpusat di antara kilometer (KM) 90 hingga KM 100, baik dari arah Bandung menuju Jakarta maupun sebaliknya.

Beragam spekulasi, pendapat, dan asumsi bermunculan, mulai dari yang mengaitkannya dengan faktor mistis hingga penjelasan melalui pendekatan ilmiah modern. Namun, bagi pengguna jalan, terlepas dari apa pun penyebabnya, kecelakaan lalu lintas di jalan tol tetap saja sering terjadi, terutama di titik-titik yang relatif sama.

Semua pihak, baik pengelola jalan tol maupun pengguna jalan, perlu memahami pentingnya menjaga kondisi jalan. Pengelola jalan tol memiliki tanggung jawab untuk melakukan perawatan rutin sesuai standar yang ditetapkan, bahkan jika memungkinkan, melebihi standar tersebut demi keamanan dan kenyamanan.

Baca Juga:  Top! Mahasiswa Farmasi UM Bandung Raih Juara 1 Patient Counseling Event Pharmanova ITB

Kondisi jalan yang buruk, seperti lubang, gelombang, atau kerusakan lainnya, dapat memicu kecelakaan lalu lintas karena mengganggu kestabilan kendaraan. Ketika kendaraan melaju dengan kecepatan tinggi, rata-rata di atas 60 km/jam, kondisi jalan yang tidak layak semakin meningkatkan risiko kecelakaan.

Oleh karena itu, memastikan kualitas jalan tol tetap prima tidak hanya menjadi kewajiban. Namun, juga merupakan langkah penting untuk melindungi pengguna jalan dari potensi bahaya.

Namun, tidak hanya pengelola jalan tol yang harus memahami dan menyadari tanggung jawab dalam merawat jalan tol, para pengguna jalan tol perlu lebih berhati-hati saat mengemudi. Terutama di jalan tol yang memiliki tingkat risiko tinggi, kewaspadaan ekstra sangat diperlukan untuk memastikan keselamatan.

Rambu-rambu lalu lintas bukan hanya sekadar tanda yang perlu diperhatikan, tetapi juga merupakan aturan yang wajib dipatuhi. Jika rambu dan peraturan, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis, diabaikan, dampak negatif dan kerugian bisa terjadi. Bahkan, dalam beberapa kasus, hal ini dapat berakibat lebih fatal, dengan banyak kecelakaan yang merenggut nyawa sebagai akibatnya.

Seringkali, pengemudi tidak menyadari bahaya berkendara dengan kecepatan tinggi hanya karena merasa sudah berpengalaman dan memiliki jam terbang yang tinggi.

Meskipun rambu lalu lintas di jalan tol menyebutkan batas kecepatan minimal 60 km/jam dan maksimal 80 km/jam, kenyataannya banyak pengemudi yang mengemudi dengan kecepatan rata-rata 90 hingga 100 km/jam. Hal ini tentu meningkatkan risiko terjadinya kecelakaan lalu lintas yang dapat membahayakan keselamatan.

Rambu lalu lintas yang menunjukkan batas kecepatan sesungguhnya didasarkan pada kajian ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan, dan dirancang untuk menjaga keamanan berkendara. Oleh karena itu, melampaui batas kecepatan yang tertera sangat berisiko dan bisa dianggap sebagai tindakan yang menantang maut.

Sering kali, ketika jalan tol sepi, banyak pengemudi yang melaju dengan kecepatan melebihi batas yang ditentukan. Keinginan untuk berkendara dengan cepat, ditambah tekanan waktu, mempengaruhi psikologi pengendara dan mendorong mereka untuk melanggar batas kecepatan yang aman.

Baca Juga:  Tips Mudik Lebaran ke Kampung Halaman Dengan Aman dan Nyaman

Penting untuk diingat bahwa sebagai pengemudi, kita memiliki tanggung jawab besar untuk menjaga keselamatan kendaraan dan penumpangnya. Melanggar aturan, terutama saat berkendara jarak jauh di jalan tol, dapat menimbulkan risiko yang sangat tinggi. Oleh karena itu, kehati-hatian harus menjadi prioritas utama, termasuk mengendalikan kecepatan berkendara dengan penuh perhatian untuk menghindari kecelakaan.

Apalagi ketika mengemudi dengan membawa banyak penumpang, faktor-faktor yang mempengaruhi kecelakaan lalu lintas sangatlah beragam. Selain hal-hal yang sudah disebutkan sebelumnya, kondisi kendaraan juga harus diperiksa dengan seksama sebelum digunakan.

Sangat disayangkan, ketika tabrakan beruntun terjadi, banyak orang yang harus menanggung akibatnya. Tidak hanya pengemudi yang lalai yang merasakan dampaknya, tetapi orang lain juga menjadi korban akibat kelalaian kita dalam berkendara.

Setiap kelalaian dalam tindakan kita dapat menimbulkan risiko yang berdampak buruk, tidak hanya bagi diri kita, tetapi bagi orang lain. Begitu relevannya sabda Rasulullah yang menyatakan, “Manusia baik adalah yang memberi manfaat bagi orang lain.”

Sebaliknya, jika kita tidak memberikan manfaat, maka kita termasuk dalam golongan yang tidak baik. Ya Allah, semoga Engkau senantiasa mengingatkan kita untuk berbuat baik dan memberikan manfaat kepada sesama.

Orang yang tidak mematuhi aturan, termasuk yang berkendara dengan kecepatan tinggi dan merasa mampu mengendalikan situasi meski melanggar, dapat dikategorikan sebagai seseorang yang menunjukkan sikap sombong. Mereka merasa dirinya lebih dari standar normal, padahal tindakan tersebut justru membahayakan diri sendiri dan orang lain.

Melihat dari kejadian-kejadian yang terjadi di jalan tol pada titik kilometer tersebut, sebaiknya pihak pengelola memberikan peringatan dini dan bertindak tegas terhadap pengendara yang bersikap sombong dan merasa sudah ahli dalam berkendara.

Selain itu, mungkin ada juga cara lain untuk memberikan tanda atau peringatan kepada pengendara bahwa zona tersebut, berdasarkan kajian ilmiah, merupakan area yang sangat berbahaya.

Baca Juga:  Belajar Kepada Buya Hamka

Jika memungkinkan, rekayasa teknik juga bisa diterapkan untuk mengurangi potensi kecelakaan. Sebagai contoh, seorang pakar matematika dari ITB telah menghitung bahwa tingkat kecuraman jalan di titik tersebut sangat berbahaya. Tanpa kecepatan yang tepat, kendaraan dapat meluncur dengan kecepatan tinggi yang melebihi batas toleransi, akibat kecuramannya yang ekstrem.

Berdasarkan kajian ilmiah yang diungkap oleh Ikang Fadhil, elevasi di titik tersebut sangat curam, dengan perbedaan ketinggian mencapai 540 meter di atas permukaan laut menuju 326 meter, yaitu sekitar 214 meter. Bahkan mobil yang tidak digas sekalipun akan meluncur dengan sangat cepat, seperti dijatuhkan dari ketinggian 214 meter.

Hal ini membuat sangat sulit untuk mengendalikan kendaraan. Ketika gas ditekan dan rem diterapkan, kendaraan berpotensi mengalami remblong karena kondisi jalan yang ekstrem tersebut.

Berdasarkan kajian tersebut, sangat penting bagi pengendara untuk menahan kendaraan pada gigi rendah dan senantiasa berdoa kepada Pemilik Alam Semesta agar dilindungi dari bahaya yang mengancam. Hanya kepada-Nya kita memohon pertolongan, karena Dia adalah sebaik-baik penolong.

Jangan terpengaruh oleh hal-hal mistis yang tidak jelas kebenarannya karena yang disampaikan adalah kajian ilmiah yang rasional dan objektif. Yang paling penting adalah kesadaran para pengendara dan pengelola jalan tol untuk bersama-sama mengurangi risiko yang sangat berbahaya tersebut.

Pada umumnya, pengendara sulit mengendalikan kecepatan tinggi di jalan tol. Apalagi ketika kendaraan di belakang memberikan klakson untuk menyalip karena merasa kendaraan di depan melambat. Hal ini sering memicu aksi kebut-kebutan yang berujung pada kecelakaan.

Ya Allah, semoga kondisi jalan tersebut segera diperbaiki dengan rekayasa teknik yang lebih aman dan dapat mengurangi risiko bahaya bagi pengendara. Wallahu’alam.

*Dosen UM Bandung dan Wakil Ketua PWM Jabar

PMB UM Bandung