Oleh: Ace Somantri
BANDUNGMU.COM — Pada 26 Juli 2023, para kader utama kepanduan Hizbul Wathan berkumpul di kampus kebanggaan Muhammadiyah di Malang (UMM) untuk menghadiri musyawarah lima tahunan kepanduan.
Muktamar Hizbul Wathan ke-4 diselenggarakan di kampus UMM, Kota Malang, Jawa Timur, setelah sebelumnya muktamar ke-3 diadakan di Surakarta pada 2016.
Syukur atas izin Allah SWT, muktamar kali ini dapat berlangsung di kampus Muhammadiyah di Kota Malang. Semoga proses musyawarah berjalan dengan baik, tertib, dan lancar, serta menghasilkan kepemimpinan Kwartir Pusat yang unggul dan maju.
Dalam konteks ini, pertanyaannya, apakah penyegaran kepemimpinan Kwartir Pusat perlu dilakukan?
Penyegaran kepemimpinan adalah hal yang wajar dan diterapkan dalam organisasi otonom Muhammadiyah, di mana setiap periode diadakan penyegaran secara serentak.
Hal ini bertujuan untuk menjaga dinamika gerakan dakwah agar lebih agresif dan progresif. Penyegaran dan regenerasi kepemimpinan harus dilakukan dengan cara-cara yang sopan dan beradab.
Hizbul Wathan sebagai bagian dari sayap organisasi otonom Muhammadiyah telah berdiri lebih dari satu abad, dan kematangan gerakannya telah teruji. Namun, dalam era global dan peradaban digital saat ini, gerakan Hizbul Wathan perlu beradaptasi dengan perubahan zaman.
Kepemimpinan Kwartir Pusat saat ini didominasi oleh generasi lama, bahkan beberapa di antaranya termasuk generasi “baby boomers.” Akibatnya, adaptasi terhadap perubahan menjadi terhambat.
Oleh karena itu, disarankan agar penyegaran kepemimpinan dilakukan oleh generasi muda, dengan tetap memperhatikan sisa-sisa generasi lama yang berkontribusi pada proses transformasi selanjutnya.
Kehadiran generasi muda dalam kepemimpinan akan mencerminkan sikap kesatria dan penuh semangat dari anggota kader utama Hizbul Wathan Muhammadiyah.
Terdapat pertanyaan mengapa muktamar gerakan Hizbul Wathan baru mencapai yang ke-4, padahal gerakan ini telah berusia lebih dari satu abad, sehingga diharapkan telah mengadakan puluhan muktamar.
Sebenarnya, perjalanan gerakan Hizbul Wathan mengalami dinamika yang mengakibatkan pembubaran paksa. Pada Maret 1961, Presiden RI pertama mengeluarkan perintah pembubaran terhadap berbagai organisasi kepanduan, termasuk Hizbul Wathan Muhammadiyah.
Saat itu, seluruh organisasi kepanduan dilebur menjadi satu, yaitu kepanduan Pramuka, dengan Pandu Tertinggi yang dipimpin oleh Soekarno-Hatta dan dibantu oleh Sri Sultan Hamengkubuwono.
Meskipun dengan perasaan kecewa, kader-kader pandu Hizbul Wathan pada saat itu mematuhi perintah Presiden RI dan Pandu Tertinggi, dengan bermusyawarah dengan Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
Selama beberapa puluh tahun di bawah pemerintahan Presiden Soeharto, hanya ada satu organisasi kepanduan yang beroperasi, yaitu Pramuka, yang secara politik dianggap sebagai alat kekuasaan.
Namun, pada masa menuju reformasi, anggota pandu Amien Rais yang juga seorang cendekiawan UGM, mendorong Pimpinan Pusat Muhammadiyah menghidupkan kembali gerakan Hizbul Wathan Muhammadiyah.
Sebagai hasil dari upaya ini, pada 1999 gerakan Hizbul Wathan mulai bangkit kembali hingga sekarang.
Muktamar ke-4 gerakan Hizbul Wathan ini diharapkan dapat mengubah orientasi gerakan untuk bersatu padu dengan induk persyarikatan dalam memajukan Indonesia dan mencerahkan semesta.
Dalam perjalanannya, gerakan Hizbul Wathan telah melewati berbagai tantangan, tetapi semangat dan patriotisme perjuangan para pendahulu tetap terjaga.
Saat ini, diperlukan penyegaran kepemimpinan untuk melahirkan kader-kader utama pandu yang lebih muda, kreatif, progresif, agresif, dan adaptif dengan zaman.
Keputusan dalam musyawarah harus berdasarkan kata mufakat demi kemajuan dan kebaikan organisasi Hizbul Wathan dalam menghadapi era global dan peradaban digital.
Kesadaran untuk memberikan ruang dan kesempatan bagi penyegaran dan regenerasi kepemimpinan adalah jiwa patriotik yang dimiliki oleh seorang kader pandu.
Selain itu, bergantinya generasi dalam kepemimpinan akan mewariskan tradisi yang baik untuk menjaga dan mempertahankan eksistensi jati diri Hizbul Wathan sebagai organisasi yang dinamis dan populer.
Hal ini menjadi kunci bagi kelangsungan hidup organisasi dalam menghadapi perubahan yang sewaktu-waktu dapat mengganggu tatanan hidup manusia dan organisasi.
Muktamar ke-4 gerakan Hizbul Wathan ini menjadi momentum untuk menyatukan kembali semangat dan patriotisme perjuangan para pendahulu.
Melalui pemikiran yang reflektif, nilai-nilai semangat juang yang tak pernah surut dapat terus diteruskan dan ditanamkan pada kader utama pandu Muhammadiyah di seluruh penjuru.
Hizbul Wathan sebagai organisasi kepanduan harus tetap menjadi simbol kesantunan, keadaban, kesehajaan, keperwiraan, dan nilai kejuangan lainnya.
Gerakan ini memiliki semboyan “fastabiqul khairat,” yang menjadi motivasi dalam membangun berbagai program kepanduan untuk mencapai tujuannya, yaitu mencetak pribadi muslim yang berkualitas untuk menjadi kader persyarikatan, umat, dan bangsa.
Semoga seluruh anggota pandu Hizbul Wathan dapat menjalankan program kepanduan di berbagai tingkatan Kwartir. Yakni dengan mengedepankan kode kehormatan dan sifat-sifat kepanduan yang tercantum dalam AD-ART BAB IV pasal 10.
Perjalanan panjang Hizbul Wathan sebagai organisasi kepanduan yang melegenda telah menorehkan sejarah manis.
Oleh karena itu, saat ini adalah saat yang tepat untuk melakukan penyegaran kepemimpinan demi membangkitkan kembali semangat dan patriotisme perjuangan para pendahulu.
Semoga dengan semangat ini, gerakan kepanduan Hizbul Wathan dapat terus bergerak maju untuk memajukan Indonesia dan mencerahkan semesta. Wallahu’alam.***