Oleh: Ace Somantri, Dosen Universitas Muhammadiyah Bandung
BANDUNGMU.COM — Muhammamdiyah sejak berdiri hingga saat ini tetap organisasi dakwah yang dikenal cukup familiar di berbagai kalangan di Tanah Air dan juga dunia internasional.
Muhammadiyah merupakan organisasi gerakan dakwah amar makruf nahi munkar. Dasar pemikiran dan juga platform gerakannya bersumber dari Al-Quran dan As-Sunnah maqbullah.
Namun, sesekali ketika berhadapan dengan hal ihwal kasus-kasus kontemporer diperkuat dengan pendekatan ilmu-ilmu ushuliyah dan fiqhiyah kontemporer dengan khas metodologi yang disepakati para cendekiawan atau ulama Muhammadiyah.
Penguatan organisasi
Syiar dakwah amar makruf nahi munkar sebagai busur dan panahnya menjadi beban semua stakeholders persyarikatan. Namun, secara organik ada pada majelis tabligh. Pada sisi lain, penguatan organik majelis tablig faktanya sangat lemah.
Eksistensi majelis tersebut faktanya sangat jauh dari apa yang diharapkan, Bahkan kadang-kadang ada celotehan sambil dibarengi tertawa di kalangan para aktivis persyarikatan bahwa majelis tersebut salah satu majelis air mata.
Ungkapan tersebut muncul karena aktivitasnya terlihat secara faktual terkesan sangat konvensional-manual. Nuansa orientasi materi pun seolah-olah menjadi sesuatu yang tabu dan juga di struktur kepengurusannya diisi rata-rata generasi tua.
Padahal majelis tersebut busur dan panah utama dalam menyebarkan paham Islam yang dikembangkan Muhammadiyah. Semakin banyak busur dan panah maka akan semakin cepat ekspansi gerakan dakwah amar maruf nahi munkar di berbagai titik dakwah Muhammadiyah.
Majelis tablig kurang diminati generasi muda dan tentu hal ini menjadi catatan serius bagi penggerak Muhammadiyah.
Kasus-kasus masjid Muhammadiyah yang diambil alih kepengurusan dan takmirnya oleh pihak lain yang tidak menyebarkan paham Islam yang dikembangkan oleh perayarikatan sering terjadi.
Jangan salahkan mereka. Namun, warga persyarikatan harus sadar diri untuk segera mengambil langkah cepat melakukan revitalisasi mubalig Muhammadiyah yang lebih menarik dan acceeptable di masyarakat Islam.
Dakwah solutif
Jauh dapat diterima paham Islam Muhammadiyah, ketika mubalignya tidak menyampaikan secara baik dan benar. Masyarakat hari ini butuh sentuhan-sentuhan wawsan Islam yang menyegarkan, mengasyikkan, dan memberikan solusi.
Bukan tablig yang banyak menyampaikan dalil-dalil nas, melainkan satu dalil diuraikan menjadi banyak solusi dalam hidup.
Tajdid atau modernisasi gerakan tablig harus ada mapping zona dan titik dakwah. Kaderisasi mubalig yang kreatif dan inovatif dalam bertablig harus di perbanyak.
Data-data area pembinaan pun harus dimiliki atas dasar hasil identitifikasi dan investigasi yang akurat dan valid. Model dan pola dakwah ada modernisasi, sekalipun mamusia saat ini populasinya sangat banyak, tetapi responsivitas beragama semakin sedikit.
Tantangan global sangat terasa. Digitalisasi pelayanan publik kian hari semakin agresif dan masif. Pun sama hampir bisa dikatakan benar bahwa masyarakat saat ini lebih suka mendapatkan wawasan keagamaan langsung dari media digital.
Para ustadz, kiai, ulama, dan cendekiawan tidak bisa berkata apa-apa selain mencoba bertransformasi ke media digital, baik itu media sosial maupun media online lainnya.
Hanya yang harus ditampilkan memang butuh kreativitas dan inovasi kekinian. Dulu mendengar radio dan menonton televisi berbagai siaran ditampilkan. Membaca koran dan majalah setiap hari di halaman rumah.
Saat ini semua bangun tidur sudah disuguhi berbagai informasi dari belahan dunia dalam hitungan. Setiap saat melihat handphone, smatphone, dan android.
Mubalig berkemajuan
Dakwah hari ini memang benar-benar harus ada modernisasi berbagai sektor. Hal yang paling utama yakni bagaimana melakukan kaderisasi mubalig muda berkemajuan yang menarik nan ciamik.
Gerakan kaderisasi mubalig muda semakin tergerus oleh gerakan Islam salafi, ikhwanul muslimin, dan sempalan-sempalan lain.
Tidak aneh kalau banyak aktivis rohis tingkat remaja di sekolah pada umumnya banyak dimanfaatkan oleh kelompok Islam sempalan yang lebih diterima kalangan muda remaja muslim.
Saat ini kita mengandalkan sekolah dan perguruan tinggi Muhammadiyah dalam arena dakwah. Namun, itu masih sangat terbatas. Tampilan keberagamaan yang dimunculkan seolah-olah hal biasa-biasa saja. Bahkan kadang-kadang penerimaannya minus dan sangat tidak menarik.
Indikatornya sederhana yakni semangat dakwahnya rendah. Setelah lulus mereka lebih banyak tidak mengikuti Muhammadiyah. Bahkan cenderung memilih kembali ke paham keberagamaan saat sebelum masuk lembaga pendidikan Muhammadiyah.
Jauh untuk menjadi busur dan panah Muhammadiyah karena mengukuti juga ternyata enggan. Wallahu’ alam.***
