BANDUNGMU.COM, Bandung — Menanggapi persoalan penerimaan seni dan budaya di warga Muhammadiyah yang kadang-kadang masih ada perbedaan, Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Abdul Mu’ti mengajak untuk kembali merujuk pada Putusan Majelis Tarjih Muhammadiyah dan secara nyata membuat wadah bagi pelaku seni dan budaya Muhammadiyah.
Dalam acara Konsolidasi Majelis, Lembaga, dan Biro PP Muhammadiyah, Minggu (12/03/2023), Mu’ti menyampaikan bahwa dalam Putusan Tarjih tentang seni dan budaya hukumnya mubah. Bukan haram.
Namun, meski sudah ada putusan tersebut, warga Muhammadiyah di akar rumput kadang-kadang masih ada yang mempersoalkan praktek seni dan budaya dalam kaitannya dengan dakwah Muhammadiyah.
Padahal, imbuh Mu’ti, seni dan budaya dalam kehidupan manusia merupakan instrumen yang tidak dapat dipisahkan. Selain itu, Muhammadiyah atau tokoh maupun kader Muhammadiyah juga kerap menjadi pelopor pelaku seni dan budaya yang berbasis Islam di Indonesia. Termasuk dalam olahraga, seperti sepakbola dan pencak silat.
Anak-anak muda Muhammadiyah saat ini juga banyak mengisi panggung seni yang sedang digandrungi oleh kaula mudah, seperti pada panggung stand up comedy.
Sebut saja Dzawin Nur Ikram yang aktif menjadi kader IMM Ciputat, Abdurrahim Arsyad alumnus Universitas Muhammadiyah Malang, Mamat Alkatiri alumni Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, termasuk juga Yusril Fahriza yang bahkan sejak pendidikan kanak-kanak sampai perguruan tinggi ia selesaikan di lembaga pendidikan Muhammadiyah.
“Anak-anak kita ini harus kita beri wadah untuk mereka berekspresi,” imbuh Mu’ti seperti bandungmu.com kutip dari laman resmi Muhammadiyah.
Mu’ti menjelaskan bahwa dakwah saat ini bisa melalui banyak cara, termasuk cara-cara populer yang digemari oleh anak-anak muda. Selain itu, dakwah melalui stand up comedy juga berisi materi-materi yang cerdas, tetapi jenaka yang bisa digunakan untuk mengkritik tanpa menyakiti.
Sementara itu, dalam kesempatan yang berbeda, Anggota Lembaga Seni dan Budaya PP Muhammadiyah yang juga seniman, Jumaldi Alfi, menuturkan bahwa gejolak atas perdebatan tentang seni dan budaya yang terjadi di Muhammadiyah lebih disebabkan kurangnya membaca rujukan dari Majelis Tarjih Muhammadiyah.***