BANDUNGMU.COM, Bandung — Pergaulan pada kalangan remaja zaman sekarang banyak yang merujuk pada perilaku penyimpangan orientasi seksual. Pergaulan semacam itu juga menjadikan para remaja sekarang berpotensi melakukan tindakan LGBT.
Begitulah beberapa poin penting pembahasan dalam program Gerakan Subuh Mengaji (GSM) Aisyiyah Jawa Barat pada Senin (02/01/2023).
GSM kali ini membahas “Kenali Gejala Penyimpangan Orientasi Seksual pada Siswa Remaja di Sekolah” dengan pemateri dosen Psikologi UM Bandung Dr Irianti Usman MA.
Iriyanti menjelaskan, banyak faktor yang memunculkan potensi tindakan LGBT oleh para remaja. Ia juga mengatakan, pola pengasuhan orang tua yang hanya seorang diri saja akan sangat berpengaruh pada pola pikiran para remaja.
”Misalnya saja anak laki-laki yang hanya dekat dengan ibunya akan sangat menentukan sikap perilakunya, lemah lebut, atau gemulai seperti perempuan,” ucap Irianti.
Selain itu, perlakuan orang tua kepada anak yang tidak sesuai dengan jenis kelamin anak juga menjadi faktor lainnya terkait munculnya perilaku LGBT.
”Banyak sekali orang tua yang memperlakukan anak-anaknya yang tidak sesuai dengan jenis kelamin sang anak, karena tidak punya anak dengan jenis kelamin yang sesuai diharapkan para orang tua,” tutur Irianti.
Pengaruh teman
Pengalaman anak yang menjadi korban bullying dari teman sebayanya juga jadi salah satu faktor timbulnya LGBT pada kalangan remaja.
”Biasanya di lingkungan pergaulannya itu, sang anak sering mendapatkan perlakuan yang tidak baik dari teman-temannya, baik secara fisik maupun non fisik,” jelas Irianti.
Sikap anak yang ingin diterima pada sebuah kelompok tertentu yang menjadikan anak itu berusaha bersikap sesuai dengan apa yang diinginkan kelompoknya tersebut.
”Jadi, norma-norma pada kelompok itu yang mungkin ada unsur LGBT-nya memengaruhi para remaja untuk bertindak sesuai dengan norma kelompok itu,” tutur Irianti.
Kerja otak
Irianti menjelaskan, perilaku LGBT sangat berkaitan dengan kerja otak yang menghasilkan pola pikir pada perilaku-perilaku tertentu. ”Sel-sel otak kita mencoba membuat koneksi baru sesuai dengan apa yang kita pelajari,” ungkap Irianti.
Oleh karena itu, Irianti menyarankan agar terhindar dari perilaku LGBT, para remaja perlu membuat koneksi baru atau mempelajari sesuatu yang sifatnya bertentangan dengan koneksi yang berisikan perilaku LGBT itu.
”Kita harus carikan pandangannya ke suatu hal yang lebih menarik, lebih keren, untuk para remaja agar tidak melakukan sikap yang bersifat LGBT lagi,” tegas Irianti.***(FK)