PMB Uhamka
Opini

Profesi Akademisi pun Tak Lebih Mulia dari Ojol

×

Profesi Akademisi pun Tak Lebih Mulia dari Ojol

Sebarkan artikel ini

Oleh: Nurbani Yusuf*

Apakah ojek online (ojol) harus lusuh dan dekil ? Apakah ojol dan lainnya tak boleh pakai vantovel, sketcer atau jaz dan pantalon? Apakah ojol haram pakai jaket bersih kacamata riben? Kagetkah jika di antara para ojol ada yang berpendidikan sarjana atau pasca?

Kenapa selalu merendahkan? Kenapa selalu ingin tahu. Mencari-cari kesalahan. Hasud membenci dan menyimpan dendam. Tidakkah kita bisa memanusiakan manusia? Kenapa agama tak cukup membuatmu lembut hati dan pemaaf?

Berjalan sombong itu haram. Merasa paling baik itu karakternya setan. Tempat kembalinya orang sombong dan suka merendahkan orang lain itu di jahanam, neraka paling bawah!

Baca Juga:  Menjadi Lulusan Technopreneurship

Pelankan suaramu. Rendahkan sayapmu pesan Lukman Al-Hakim pada anaknya. Jangan memata-matai. Jangan mengintai. Jangan mencari-cari kesalahan orang lain.

Jika engkau melangkahkan kakimu, sederhanakanlah dalam berjalan, jangan terlalu cepat atau terlalu lambat. Lunakkanlah suaramu ketika sedang berbicara agar tidak terdengar kasar seperti suara keledai karena sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.” (QS Luqman-19).

Rasulullah SAW bernasehat: “Jauhilah prasangka karena prasangka itu adalah dusta yang paling besar dalam pembicaraan dan janganlah kamu saling ingin tahu, janganlah kamu saling mengintip, janganlah kamu saling dengki, janganlah kamu menyimpan dendam, dan janganlah kamu menyimpan kebencian dan permusuhan di antara kamu.” (HR Muslim).

Baca Juga:  Demokrasi dan Realitas Politik Pasca Pemilu 2024

Memanusiakan manusia. Dalam bahasa populer: nguwongke adalah adab mulia. Jangan rendahkan ojol atau profesi lainnya. Siapa pun berkedudukan sama karena yang membedakan adalah takwanya.

Syaikh Sayid Qutb menuliskan di Tafsir Fi Dhiilalil Qur’an. Ketika Nabi SAW terjaga dari tidurnya terlihat bekas pelepah kurma membekas di pipinya sehingga Umar bin Khattab menangis haru seraya berkata, “Wahai kekasih Allah, bukankan kunci surga ada tanganmu. Perbendaharan dunia ada di genggamanu. Namun, kau tak pernah makan dengan roti yang ditumbuk halus. Perutmu tak pernah kenyang selama tiga hari berturut-turut.

Bantal dan alas tidur Nabi SAW terbuat dari pelepah kurma yang di anyam. Nabi SAW sangat sederhana tidak berlebih-lebihan.

Baca Juga:  Ribuan Mahasiswa Baru UM Bandung Digembleng Materi Keislaman dan Kemuhammadiyahan Lewat Baitul Arqam

Tidak berlebih-lebihan mencintai sehingga tahi kucing rasa cokelat. Juga tak berlebih-lebihan ketika membenci sehingga terhalang tidak bisa berbuat adil. Itulah teladan baik.

Rasulullah yang agung itu tetap sederhana. Makan dengan piring yang sama. Minum di gelas yang sama. Kekasih Allah itu duduk sama rendah berdiri sama tinggi.

Nabi SAW serahkan surban kesayangannya menjadi alas duduk sahabatnya yang tidak kebagian tempat. Kemudian sahabatnya mencium surban itu dan mengembalikan kepada Nabi SAW sambil berlinang air mata. Kemuliaan yang dikaruniakan tidak menjadikannya sombong dan merasa paling.

*Komunitas Padhang Makhsyar

PMB Uhamka