Oleh: Ace Somantri, Wakil Ketua PDM Kabupaten Bandung
BANDUNGMU.COM, Bandung – Hampir semua pimpinan daerah yang juga dihadiri pimpinan cabang Muhammadiyah se-Jawa Barat telah dimulai permusyawaratan Muhammadiyah Jawa Barat by daring atau online yang digelar penuh meriah dan semangat.
Dalam sesi pertanggungjawaban narasi dan tutur kata dalam tulisan yang tersusun sangat lengkap semoga sesuai dengan data dan fakta. Menarik diperhatikan bahwa sebagian besar PDM se-Jawa Barat hampir dipastikan memberikan tanggapan yang sangat kritis.
Bahkan ada beberapa daerah sangat pedas nan keras dalam memberikan tanggapan. Untung saja forum tanggapan pertanggungjawaban melalui daring atau online dalam zoom meeting. Seandainya offline entah bagaimana situasinya.
Dinamika tanggapan selain hujan kritik, namun juga sindiran-sindiran yang menohok beberapa personal pimpinan wilayah. Semoga hal itu sesuatu yang baik bagi personal bersangkutan dan muhasabah pada diri kita sendiri maupun untuk kebaikan persyarikatan ke depan.
Di kabupaten dan kota se-Jawa Barat hampir semua punya PDM dan sudah ada struktur pimpinan persyarikatan tingkat daerah. Kiranya dalam abad kedua Muhammadiyah sudah 14 tahun berjalan, sebaiknya momentum permuayawaratan wilayah menjadi triger pemacu adrenalin untuk gerakan yang lebih agresif dan akseleratif.
Malahan seharusnya tiga periode ke belakang berjalan sudah terjadi dan hari ini seharusnya menuai hasilnya yang mulai berbunga dan berbuah dari hasil karya gerakan para penggerak persyarikatan.
Hanya sayang lontaran tanggapan PDM hari pertama banyak yang menyatakan bahwa pimpinan wilayah hampir tidak ada satu pun ada program substantif yang dijalankan oleh pimpinan dan pembantu pimpinan tingkat wilayah. Program yang lebih banyak aktif bersifat partisipatif semata atau sekedar hanya mengikuti berbagai acara sebagai partisipan, bukan sebagai penggagas dan kreator sehingga melahirkan produk yang bermanfaat.
Kembali pada asa bahwa trademark Muhammadiyah sebagai penggerak dalam amal usaha produktif, saat ini sederhana penuh optimisme dalam satu periode ke depan sebaiknya pimpinan wilayah Muhammadiyah membuah blueprint atau milestone yang terukur.
Paling tidak, dari sekian banyak majelis dan lembaga harus ada prioritas program unggulan yang berada di bawah pengendalian dan pengawasan majelis atau lembaga tertentu. Dengan demikian akan ada peningkatan kelas. Yakni menjadi amal usaha unggul dan produktif yang mampu secara finansial dan sumber daya manusia unggul yang dapat memberi, menstimulasi, dan meng-endorse amal usaha lainnya yang membutuhkan suporting.
Sistem dan pola yang pembinaan dan pengembangan amal usaha bukan hanya pendekatan kuantitatif melahirkan menambah amal usaha tanpa persiapan matang. Lebih baik meningkatkan kualitas amal usaha yang sudah ada, terkecuali mereka tidak bersedia diarahkan dan dibina, maka harus ada kebijakan khusus yang mampu menggaransi kemajuan.
Amal usaha Muhammadiyah dalam kondisi apa pun harus dipahami oleh induk persyarikatan dengan sebaik-baiknya. Jangan sampai amal usaha dibiarkan tanpa ada sentuhan pembinaan yang ”genuine”. Jangan juga hanya pembinaan yang sifatnya seremonial untuk memenuhi administrasi portopolio.
Harus berani menempatkan para pengelola atau manajer-manajer yang ”out of the box” ketika melihat kondisi amal usaha kurang maksimal. Jangan menempatkan manajer yang asal dekat dan suka, asal bergelar dari perguruan tinggi hebat, asal dari luar negeri, asal dari rekomendasi atasan, dan asal-asal lain yang ujungnya menurunkan dan membuat stagnasi kualitas mutu. Bahkan lebih parah lagi bisa menurunkan standar yang ujungnya AUM tanpa dirasa tiba-tiba mati suri: wujudnya ada tetapi eksistensinya tidak ada.
Sementara itu, pada saat yang sama juga ada para pejuang yang sudah teruji dan terbukti. Mereka dengan napas terengah-engah. Sampai lupa keluarga di rumah. Mereka berjibaku siang dan malam. Bahkan mereka berkontribusi dari awalnya tidak ada AUM menjadi ada. Mereka bisa memberikan sesuatu perubahan dari minus menjadi AUM yang menghasilkan surplus.
Namun, tiba-tiba tanpa diduga dan disangka dengan dalih menjual regulasi atas nama kebijakan organisasi dan keputusan persyarikatan, kepemimpinan amal usaha ada yang diubah kabarnya untuk kepentingan yang lebih baik. Padahal, ajaran Islam menegaskan: ”Bermusyawarahlah diantara kamu sekalian.”
Di sisi lain pihak-pihak yang terlibat tidak diajak bicara dengan cara-cara yang beradab. Sekalipun mereka bukan siapa-siapa, hatta dia hanya sebagai pesuruh, ajaklah bicara. Jangan diabaikan. Mereka diam karena mengambil sikap bijaksana. Mereka punya hati yang baik.
Keunggulan amal usaha ada treatment yang sangat sederahana. Pertama, tegakkan kaidah persyarikatan, baik secara administrasi maupun substansinya. Kedua, tempatkan manajer yang ”out of the box” dengan komitmen pencapaian di atas standar.
Ketiga, evaluasi berkala sesaui dengan waktu yang disepakati tanpa ada alasan terlewati. Keempat, ciptakan sistem jenjang karier terbuka dan transparan. Kelima, peningkatan kesejahteraan setiap tahun dengan persentase yang rasional dan objektif. Keenam, pengembangan SDM berdasarkan kualitas etos kerja. Ketujuh, reward dan funishment diberlakukan sesuai dengan kadarnya.
Bahkan untuk meningkatkan gairah beraktivitas di Muhammadiyah, setiap milad seluruh pimpinan mengadakan event ”KH Ahmad Dahlan Award” dan seterusnya setiap tahun berganti, misalnya ”AR Fachrudin Award”, dan yang lainnya. Dengan cara demikian, suasana guyub untuk bergerak bersama membangun persyarikatan maju dan sejahtera akan tercipta.
Pembinaan bukan hanya Darul Arqam atau Baitul Arqam karena hal itu sesuatu yang pokok wajib dijalankan dengan cara dan skema yang ber-output jelas dan berdampak maju dan juga bukan untuk dibicarakan lagi.
Justru yang dimaksud pembinaan dan pengembangan lebih pada pencapaian target yang melampaui standar mutu persyarikatan. Jikalau persyarikatan membuat delapan standar, pembinaan dan pengembangan harus ada tambahan standar mutu yaitu menjadi sembilan atau sepuluh standar.
Hal yang paling penting tambahan standar mutu bertambah dari mutu pokok yang ditentukan persyarikatan, dengan catatan semua standar pokok sudah dipenuhi semuanya. Dengan hal seperti itu, konsekuensi setiap jenis dan bentuk amal usaha Muhammadiyah akan ada data lengkapnya. Kemudian bisa terpetakan datanya mana saja kondisi amal usaha Muhammadiyah unggul, sedang, dan amal usaha duafa.
Selanjutnya untuk melakukan akselerasi peningkatan mutu amal usaha Muhammadiyah, disesuaikan dengan kelas atau kategori kualitas amal usaha yang diselenggarakan Muhammadiyah. Termasuk perkara waktu dan schadule time serta instrumen pembinaan akan disesuaikan dengan kemampuan persyarikatan.
Oleh karena itu, kita harus memahami dengan baik bahwa keunggulan amal usaha Muhammadiyah kuncinya ada pada komitmen pimpinan persyarikatan dan pimpinan amal usaha dengan cara yang baik dan benar.***