PMB Uhamka
Islampedia

Agama Bukan Hanya Ritual, Tapi Sistem Nilai yang Memandu Kehidupan Manusia

×

Agama Bukan Hanya Ritual, Tapi Sistem Nilai yang Memandu Kehidupan Manusia

Sebarkan artikel ini
Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Syamsul Anwar.***

BANDUNGMU.COM, Bandung — Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Syamsul Anwar menegaskan bahwa agama tidak hanya sebatas sistem kepercayaan yang bersifat spiritual. Namun, merupakan pandangan hidup yang menyeluruh yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia.

Pandangan tersebut ia uraikan dalam tulisannya berjudul “Agama sebagai Pandangan Hidup” yang dimuat di Majalah Suara Muhammadiyah edisi 16–30 April 2024.

Dalam tulisannya, Syamsul menjelaskan bahwa agama dapat dipahami dari dua perspektif utama: sebagai faktum objektif (fait objectif) dan sebagai pengalaman subjektif (etat subjectif).

Dari sisi objektif, agama adalah kenyataan yang bersumber dari wahyu Allah Swt. Ia mengutip keputusan Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah yang menyebut bahwa agama merupakan “apa yang disyariatkan Allah melalui nabi-nabi-Nya berupa perintah dan larangan sebagai petunjuk untuk kebaikan manusia di dunia dan akhirat.”

Baca Juga:  Warga Antusias Ikuti Vaksinasi Covid-19 di Cileungsi

Sementara dari sisi subjektif, agama tampak sebagai pengalaman keagamaan individual yang dialami, direnungi, dan dihayati seseorang dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam konteks ini, agama menjadi kesadaran aktif yang mendorong manusia untuk mewujudkan nilai-nilai ilahiah dalam tindakan nyata yang disebut amal saleh.

Syamsul menegaskan, pengalaman beragama yang benar harus melibatkan empat unsur penting, yakni kesadaran, perenungan mendalam, keterlibatan totalitas diri, dan dorongan untuk bertindak aktif.

Oleh karena itu, agama tidak cukup dipahami hanya sebagai ibadah ritual, tetapi juga mencakup ekspresi moral, sosial, dan kreatif manusia yang memberi makna pada kehidupannya.

Lebih jauh, Syamsul membedakan dua pola manifestasi pengalaman agama, yaitu pengalaman yang terpolakan secara ketat dan yang tidak terpolakan secara ketat.

Baca Juga:  Keutamaan Puasa Arafah Berdasarkan Hadis Nabi SAW

Pengalaman keagamaan yang terpolakan biasanya berbentuk norma dan hukum yang bersumber dari wahyu—seperti syariat Islam—yang memuat perintah, larangan, dan pedoman hidup manusia.

Adapun pengalaman keagamaan yang tidak terpolakan, menurut Syamsul, perlu dilengkapi melalui ijtihad agar tetap berada dalam koridor nilai-nilai wahyu.

Ia menulis, “Syariah adalah kumpulan norma-norma dalam Islam untuk memolakan manifestasi pengalaman agama agar ia terlembagakan secara benar.”

Dengan demikian, norma menjadi rambu agar spiritualitas tidak menyimpang dari tuntunan ilahi, sementara aspek-aspek yang belum diatur wahyu harus dikembangkan secara rasional melalui ijtihad.

Syamsul juga menyoroti relevansi norma agama dengan kehidupan modern, termasuk dalam bidang ekonomi seperti larangan riba. Nilai-nilai dasar Islam, katanya, harus menjadi fondasi bagi sistem ekonomi yang adil dan berkeadaban.

Baca Juga:  Ibadah Ritual harus Dibarengi dengan Ibadah Sosial

Ia pun menutup tulisannya dengan menegaskan bahwa struktur agama sebagai pandangan hidup mencakup tiga unsur pokok: keimanan kepada Allah, manifestasi nilai ilahiah dalam amal saleh, serta pelembagaan nilai-nilai tersebut dalam norma sosial masyarakat.

Menurutnya, agama tidak hanya hadir dalam bentuk keyakinan atau ritual, tetapi juga sebagai sistem nilai yang menuntun tindakan intelektual, sosial, dan kreatif manusia demi mendekatkan diri kepada Allah Swt.

Tulisan ini menjadi refleksi penting bagi umat Islam agar memahami agama secara utuh, rasional, dan aplikatif, sehingga keimanan benar-benar berbuah dalam amal yang membawa kemaslahatan di dunia dan akhirat.***

PMB Uhamka