BANDUNGMU.COM – Siapa nih yang suka berburu dan berbuka puasa dengan takjil yang manis-manis? Umumnya orang Indonesia akan berbuka dengan takjil kolak, es campur, kurma, atau cemilan pembuka manis lainnya.
Selain itu, Rasulullah SAW juga menganjurkan agar menyegerakan berbuka dengan yang manis (misalnya kurma). Kalau tidak ada yang manis, silakan berbuka, kata Rasulullah, cukup dengan air putih saja karena air putih termasuk suci.
Untuk mendapat takjil saat Ramadan pun sangat gampang. Menjelang magrib di pinggir jalan sudah dipastikan berjejer penjual takjil dengan aneka ragam jenis, rasa, dan bentuk.
Nah sebetulnya mengapa kita dianjurkan berbuka dengan makanan yang manis? Apakah rahasia di dalamnya secara kesehatan?
Dosen Prodi Farmasi Universitas Muhammadiyah Bandung (UM Bandung) apt. Fauzia Ningrum Syaputri, M.Farm., punya jawabannya.
Menurut Fauzia, makanan pembuka yang manis diperlukan oleh kita karena untuk menggantikan glukosa yang dipecah menjadi energi di dalam tubuh ketika berpuasa. Namun, tentu saja dalam jumlah yang tidak berlebih.
”Selama berpuasa, tubuh akan memecah glukosa, termasuk yang bersumber dari gula dan karbohidrat menjadi energi. Kalau sudah habis, maka tubuh akan memecah cadangan lemak. Namun, makanan yang manis ini tidak dianjurkan secara berlebihan, sesuai dengan anjuran agama, misalnya tiga butir kurma itu sudah cukup, ” kata Fauzia.
Pada hakikatnya, menurut Fauzia, makanan yang dikonsumsi ketika membatalkan puasa adalah makanan yang harus mengandung semua kelompok makanan, yaitu mengandung sumber karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral.
Jumlah energi bergantung pada kebutuhan (rata-rata orang dewasa ± 2100 kkal). Takjil yang dikonsumsi berupa makanan manis, tetapi tidak boleh berlebih serta meminimalisir konsumsi makanan berupa gorengan.
Terlebih soal gorengan yang banyak sekali digandrungi masyarakat Indonesia. Apalagi kalau memakannya ditemani teh manis hangat, dijamin lebih sempurna.
”Sebenarnya kalau menurut pandangan saya, tubuh tetap membutuhkan sumber karbohidrat, lemak, protein, serat, vitamin dan mineral. Salah satu sumber lemak adalah gorengan,” tutur Fauzia.
Hal yang harus menjadi catatan, dalam satu potong gorengan itu, kata Fauzia, mengandung kalori dan lemak yang berlebih.
”Oleh karena itu, saya menganjurkan pilihlah sumber asupan lemak dengan bijak. Misalnya, membatasi jumlah gorengan yang akan dikonsumsi, lalu memilih metode memasak yang minim minyak/lemak (metode rebus, kukus, frying),” kata Fauzia yang juga berprofesi sebagai apoteker.
Terkait dengan seberapa banyak porsi ideal yang kita makan ketika berbuka puasa, Fauzia menganjurkan untuk makan sesuai dengan kebutuhan harian.
Anjuran pembagian porsi makan ketika berpuasa, yaitu Takjil ± 210 kkal (10% dari total kaori/energi), Buka puasa ± 630 kkal (30% dari total kaori), Snack/selingan setelah tarawih ± 315 kkal (15% dari total kaori, Sahur ± 630 kkal (30% dari total kaori), Snack sebelum imsak ± 315 kkal (15% dari total kaori).
”Untuk pemilihan sumber lemak harus selektif dan berasal dari lemak yang baik. Dan untuk sumber karbohidrat berasal dari sumber karbohidrat kompleks dan membatasi asupan karbohidrat sederhana seperti kolak, gula, minuman bersoda, sirup, dll.”
Fauzia berpesan agar ketika buka puasa jangan sampai melupakan asupan yang satu ini, yakni air putih. Air putih sangat penting untuk kebugaran tubuh.
”Mengonsumsi air putih yang cukup minimal delapan gelas untuk memggantikan cairan yang hilang selama berpuasa,” pungkas Fauzia.***(Firman Katon)