BANDUNGMU.COM – Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah sekaligus Ketua BPH UM Bandung Prof Dr H Dadang Kahmad MSi mengatakan bahwa setidaknya ada tiga hal yang patut disyukuri berkaitan dengan hubungan antar umat beragama.
“Pertama, kita bersyukur karena kita orang Islam. Innaddina indallaahil islam (QS Ali Imran: 19) bahwa sesungguhnya agama (yang diridai) di sisi Allah ialah Islam,” tutur Dadang seperti dikutip dari Youtube TVMU Channel pada Sabtu (23/12/2023).
Kemudian Dadang mengutip Al-Quran surah Ali Imran ayat 89, wa may yabtagi gairal-islami diinan falay yuqbala minhu, wa huwa fil-aakhirati minal khaasiriina.
“Artinya bahwa kalau Anda bukan Islam, menurut keyakinan kita, itu (agama selain Islam) tidak diakui oleh Allah SWT,” ujar Dadang.
Hal kedua yang harus disyukuri, kata Dadang, ialah bisa hidup di Indonesia yang multiagama. Indonesia, kata Dadang, seperti halnya Madinah yang sama-sama multiagama.
Ketika di Makkah, sebut Dadang, Rasulullah SAW hanya berhadapan dengan kafir Quraish atau kaum musyrikin sehingga konflik yang terjadi di sana sangat tajam.
”Jadi, kalau di sebuah tempat atau negara, misalnya hanya ada dua agama, itu pasti konfliknya akan lebih tajam seperti di Makkah. Alhamdulillah Indonesia adalah negara Bhineka Tunggal Ika dan agama yang diakuinya juga ada enam,” imbuh Dadang.
Belum lagi agama-agama yang tidak diakui negara juga sangat banyak. Misalnya saja, kata Dadang, ada Baha’i, Majusi, Yahudi, ditambah lagi dengan agama-agama lokal, contohnya Kaharingan, Sunda Wiwitan, dan sebaginya, lebih dari dua ratus agama.
”Namun, hanya ada enam agama yang diakui oleh negara, yakni Islam, Kristen, Katolik, Buddha, Hindu, dan Khonghucu. Oleh karena itu, bersyukurlah kita hidup di Indonesia karena multietnis, multiagama, tidak seperti di negara-negara Arab yang agamanya hanya ada dua, misalnya, konfliknya pun tinggi,” ungkap Dadang.
Guru Besar Sosiologi Agama ini menuturkan bahwa kondisi di Madinah itu digambarkan oleh Allah SWT dalam Al-Quran (surah Al-Baqarah: 62): Innal-ladziina aamanuu wal-ladziina haaduu wan-nasaaraa was-saabi’iina.
“Artinya, ada orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani, dan orang-orang penyembah berhala. Mereka hidup damai dengan Piagam Madinah yang dikeluarkan oleh Nabi Muhammad SAW. Di Indonesia juga seperti itu, ada Bhineka Tunggal Ika,” kata Dadang.
Hal ketiga yang perlu disyukuri, lanjut Dadang, ialah bisa menjadi warga Muhammadiyah. Muhammadiyah itu, ungkap Dadang, merupakan organisasi Islam yang ideologinya wasatiah, tengahan, atau moderat.
Dalam segi praksisnya, organisasi yang didirikan oleh KH Ahmad Dahlan ini punya praktik yang sangat baik dan menjawab kebutuhan masyarakat luas. Muhammadiyah mendirikan berbagai lembaga pendidikan dan amal usaha di seluruh Indonesia termasuk di daerah-daerah yang mayoritas bukan Islam.
”Misalnya membangun lembaga-lembaga pendidikan di NTT, Papua, Manado, dan daerah lainnya. Ini menandakan bahwa Muhammadiyah itu menganut paham wasatiah,” tandas Dadang.
“Muhammadiyah mencerdaskan bangsa tanpa memandang siapa pun dan agama apa pun. Minimal bagi saya sebagai warga Muhammadiyah, hal itu harus disyukuri. Saya juga bersyukur menganut dan berorganisasi Muhammadiyah,” tegas Dadang yang juga penulis buku “Sosiologi Agama” ini.***(FA)