BANDUNGMU.COM – Muhammadiyah itu mungkin menjadi lembaga non masyarakat yang paling banyak menyelenggarakan pendidikan. Mungkin kita yang paling besar dilihat dari segi jumlah dan persebarannya tapi mungkin kita masih bisa mengembangkan karena kita masih belum menjadi yang terbaik walaupun kita lihat capaian itu sudah sangat menjadi capaian dari prestasi kita bersama-sama.
Hal itu disampaikan Abdul Mu’ti dalam Ta’ziah Virtual, almarhum Prof Baedhowi, Ketua Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah PP Muhammadiyah, belum lama ini.
“Tapi dalam kaitan ini pula, kita juga perlu Prof Baedhowi sebagai ahli administrasi pendidikan, saya baca desertasinya tentang pendidikan di era otonomi daerah itu saya kira sebuah kajian yang sangat penting karena kemudian kita melihat seiring dengan UU otonomi daerah dan juga PP no 17 tentang peraturan pendidikan pada era otonomi itu memang menunjukkan bagaimana pentingnya penyelenggaraan pendidikan itu dalam konteks local government dan juga otonomi daerah itu sangat berpengaruh terhadap dinamika dan perkembangan pendidikan Muhammadiyah,” ungkap Mu’ti, seperti dikutip dari laman resmi Muhammadiyah, Kamis 8 Juli 2021.
Sejak masa Prof Baedhowi, lanjut Mu’ti, kita tahu beliau konsen tentang kepala sekolah, ini menjadi bagian penting yang memang menjadi bagian dari bagaimana kita membangun pendidikan itu dengan kekuatan SDM.
“Saya baca riset-riset Prof Baedhowi ini banyak juga membahas tentang guru, dan ini menjadi tanggung jawab bagi kita bersama-sama suka atau tidak suka peran guru itu tidak bisa digantikan oleh teknologi. Secanggih apapun tekologi kita tetap saja masih bergantung pada guru sebagai user, sebagai agen dalam pembelajaran di era yang bagaimana teknologi itu adalah instrument yang tentu saja pada sisi tertentu dia sangat bergantung pada siapa yang menggunakan instrumen itu,” jelas Mu’ti.
Mu’ti juga menegaskan satu hal yang juga sangat penting adalah bagaimana kita kedepan perlu membangun kebijakan yang berbasis database policy dan ini yang memang coba kita letakkan ketika kita mencoba mengembangkan pendidikan itu.
“Saya kira kita harus melakukannya berbasis data dan itu yang mulai dirintis oleh majelis dikdasmen periode ini. Kalau kita bicara dengan dunia masa depan itu kita mengenal dengan istilah big data dictatorship, dimana banyak sekali hal dimana orang sering melakukan tentang bagaimana data itu bisa menjadi bagian dari sebuah kekuatan baru, dimana mereka yang menguasai data itulah yang bisa menguasai dunia,” ujarnya.
Oleh karena itu, menurutnya, kita tidak lagi bisa mengembangkan pendidikan berbasis keinginan semata-mata tanpa disertai dengan data dan dengan data itulah maka kita bisa merancang berapa keperluan guru, berapa biaya, dan semua hal itu kalau berbasis data saya kira kita akan lebih terarah untuk melaksanakan pengembangan pendidikan itu.