Oleh: SUKRON ABDILAH – Chief in Editor
BANDUNGMU.COM – Allah Swt., berfirman, “Kami akan menguji kamu dengan keburukan (kesengsaraan) dan kebaikan (kesenangan) sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada kamilah kamu dikembalikan,” (QS. Al-Anbiya [21]: 35).
Jansen H. Sinamo dalam buku saku nan kecil bertajuk Dari Pasir Menjadi Mutiara (2005) mengisahkan penderitaan anak kerang di lautan.
Suatu ketika, ia (anak kerang) mendatangi ibunya untuk mengadukan penderitaan yang menghampirinya selama beberapa hari. Rasa sakit tak terkira dirasakan si anak kerang ketika sebutir pasir tajam menusuk tubuhnya.
Sang ibu kerang dengan bijaksana memberikan pengertian kepada sang anak kesayangannya.
“Anakku,” ujar sang ibu sembari meneteskan air mata.
“Tuhan tidak memberikan kepada kita (bangsa kerang) sebuah tangan pun, sehingga ibu tak bisa menolongmu. Memang sakit sekali anakku. Tapi, terimalah itu semua sebagai takdir alam. Kuatkanlah hatimu, jangan terlalu lincah bermain, dan kerahkan semangatmu untuk melawan rasa sakit tak terperi itu.” tegasnya.
“Terakhir, tegarkan jiwamu, anakku tersayang, seperti ketegaran yang dimiliki para pahlawan. Simpan dan balutlah pasir itu dengan getah dalam perutmu. Hanya itulah yang bisa kita (bangsa kerang) lakukan ketika ada sebutir pasir menusuk tubuh.” Pesan ibu kerang itu menguatkan batinnya.
Anak kerang itu pun mencoba menuruti nasihat ibunya. Meski perih peri kian merangsek ke dalam kulit tubuhnya.
Kadang, di tengah menahan rasa sakit itu, sang anak meragukan nasihat ibunya. Ia putus asa. Tetapi, hanya itulah satu-satunya jalan untuk mengeluarkan diri dari penderitaan. Ia pun terus bertahan.
Dengan bercucuran air mata, ia berusaha tegar, mengokohkan hatinya, dan menguatkan jiwanya selama berbulan-bulan.
Tanpa disadari, suatu hari sang anak kerang itu melihat sebutir mutiara telah terbentuk di dalam dagingnya. Makin lama, mutiara tersebut semakin halus dan bulat. Sungguh elok bagi orang yang menyaksikan kejelitaan dan keindahan yang dipancarkan sang anak kerang tersebut.
Sementara rasa sakitnya, seakan sudah terbiasa, tiada lagi keluh kesah. Ketika masanya tiba, sebutir mutiara besar, indah, bercahaya, dan kokoh terbentuk dalam dagingnya.
Si anak kerang, yang dulu menangis karena menahan rasa sakit, sekarang berhasil mengubah sebutir pasir tak berharga menjadi mutiara yang banyak diburu orang kaya.
Deritanya selama ini telah berubah menjadi sebentuk mahkota kemuliaan yang membuat setiap orang mengidamkannya.
Begitu juga dengan kehidupan yang dijalani setiap manusia. Kadang penderitaan menghampiri. Di saat yang lain, kesenangan datang tiba-tiba.
Maka sebagai manusia beragama (homo religius) tentunya kita mesti menyikapi searif dan sebijaksana mungkin segala hal yang menimpa. Baik itu berupa penderitaan ataupun kegembiraan.
Sebab, kehidupan itu bagaikan roda yang berputar, kadang penderitaan berada di hadapan kita, kadang juga kegembiraan yang menghampiri kita. Nah, agar dari kedalaman hati kita lahir kekuatan dan semangat dalam menjalani kehidupan; Allah merupakan Sang Pemberi semua itu.
Ketika kita memiliki kekuatan, keikhlasan, dan rasa semangat dalam diri, tentunya segala persoalan yang melilit kehidupan kita akan dihadapi dengan arif dan bijaksana.
Kita tidak akan pernah mencaci-maki Allah, kehidupan, dan takdir-Nya. Itu bisa kita peroleh kalau dalam keseharian, kita rajin berkomunikasi dengan sang Khaliq (baca: berdoa).
Berdoa, kalau konsisten dilakukan umat Islam, akan melahirkan perubahan yang dahsyat dalam diri dan memukau mata setiap orang yang memandang.
Seperti yang telah berhasil dilakukan oleh sang anak kerang dalam cerita Jansen H. Sinamo yang saya kutip di atas.
Ia mampu bertahan di tengah-tengah kenestapaan hidup, penderitaan, dan kesakitan yang melanda. Hasilnya, sungguh teramat pantastis.
Ia menjadi satu dari berjuta kerang yang berharga di mata orang, ketika kerang-kerang yang lain cuma disantap di pinggir jalan dan berada dalam gerobak yang bertuliskan: “sedia kerang rebus.”
Sementara ahli ESQ, Ary Ginanjar Agustian, mengatakan bahwa dalam diri manusia harus terwujud prinsip hidup yang memandang masa depan (visioner).
Ini mengindikasikan kepada kita – sebagai bangsa manusia – agar dapat meraih kemuliaan hidup, mestinya melengkapi diri dengan sebuah pengharapan akan keberhasilan di masa depan (futuristik).
Dari sinilah, akan lahir motivasi-motivasi dahsyat, sehingga memicu dirinya untuk terus bertahan. Meskipun datang berjuta penderitaan, kita siap menghajar dan menerjangnya.
Ia berubah menjadi manusia yang kokoh, kukuh, dan teguh pendirian ketika mengharapkan kebenaran dan keridhaan Allah menghampiri dalam kehidupannya.
Tipologi manusia tersebut, tentunya terbentuk dengan segala usahanya yang berbekal kekuatan spiritualitas. Salah satu kekuatan yang mesti dimiliki seorang manusia yang menginginkan pencerahan hidup terus menghampirinya, karena Allah yang Maha Kuasa terus melindungi dan menaungi jalan hidupnya. Ke mana pun ia pergi.
Maka, untuk menciptakan manusia seperti itu, kita memerlukan cara untuk menghadirkan sebuah pengikat spiritualitas antara dirinya dengan Allah. Berdoa adalah satu dari pelbagai cara untuk menghadirkan ikatan spiritualitas tersebut. Sebab, doa merupakan jalan untuk mengantarkan diri kita agar tetap berada dalam jalur yang mengarah pada kasih-sayang Tuhan.
Dalam kondisi seperti itu, dari kedalaman hati kita, akan muncul ketenangan, ketentraman, dan kekhusyukan dalam menjalani kehidupan.
Menurut Ali Syari’ati, ada tiga karakteristik doa dalam Islam.
Pertama, ia (doa) merupakan percakapan dan dialog dengan Allah.
Di dalamnya, sifat-sifat, kedudukan dan Zat Tuhan serta hubungan-Nya dengan makhluk, terutama manusia, sengaja diutarakan.
Doa Islam adalah sebuah ucapan atau seruan yang tingkat ketelitian dan kedalamannya layak dijadikan argumen terkuat, terdalam, dan terjeli ketika mengejawantahkan Allah dalam kehidupan.
Kedua. Iradat atau kehendak Ilahi yang meluap di dalamnya.
Iradat ini bukanlah berasal dari hasrat dan kebutuhan material yang kita saksikan dan kenali. Tetapi, ia adalah sesuatu yang berasal dari perangai-perangai yang terpuji dan keutamaan-keutamaan yang mulia.
Teks-teks doa Islami adalah karya kesusastraan yang paling indah yang pernah ada. Ini merupakan bukti perhatian Islam terhadap estetika dan seni pada umumnya, selama keduanya mampu mendukung penyempurnaan spiritual manusia.
Ketiga, adalah saripati ideologis keberagamaan.
Segi lain doa, bukan sekadar sisi “pemenuhan kebutuhan”. Tapi, berkaitan dengan eksistensi kita sebagai seorang muslim.
Oleh karena itu, marilah kita isi gerak nafas hidup ini dengan berdoa, karena ia (doa) adalah medium untuk mendekatkan diri dengan Tuhan yang Maha Abadi dan Maha Penyayang.
Maka, betul jika berdoa itu wajib bagi setiap orang yang memegang teguh ajaran agamanya. Sebab, tanpa berdoa, agama akan kehilangan intisari hidup, yakni kenikmatan umat dalam menjalani lika-liku kehidupan.
Inilah seperti yang telah dijelaskan dalam Al-Quran: “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah) bahwasannya Aku adalah dekat; Aku kabulkan permohonan yang mendoa jika ia berdoa kepada-Ku. Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah)-Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran,” (Q.S. Al-Baqarah [2]: 186).
Jangan pernah menyerah. Teruslah berupaya memahami bahwa hidup itu adalah ruang dan waktu yang harus diisi dengan kerja keras, sungguh-sungguh, dan bertujuan.
Ketika kamu menginjakkan kaki di tanah untuk berjalan menuju sekolah, cobalah bayangkan warga di Gaza. Mereka harus berlari dan tertekan karena bangunan sekolahnya terancam.
Syukurilah, dan bentuk syukur itu adalah membekali diri dengan mental tangguh menghadapi setiap permasalahan yang melilit hidup.
Kalau saja kita ingin memiliki mental tangguh, cobalah sekali-kali menjalankan syariat yang ditentukan dalam Al-Quran dan Sunah Nabi Saw.
Dirikanlah shalat sunah. Sebab, ibadah anjuran ini meskipun tidak akan berdosa meninggalkannya, tetapi ada berbagai manfaat positif bagi kita.
Salah satunya adalah membentuk mental kita hingga sekuat baja, setangguh istana kerajaan, dan sekokoh Ka’bah (baitullah).
Tertarik untuk menjadi manusia yang tidak gampang menyerah? Jadilah manusia yang selalu menghidupkan hatinya dengan mengingat Allah dalam duka maupun senang; karena ia sadar bahwa Tuhan akan selalu bersamanya. Innallaha Ma’ana.