BANDUNGMU.COM – Kepala Seksi Data dan Informasi (Datin) BMKG Bandung, Rashmid, mengatakan banyak informasi yang dipelintir soal potensi gempa dari Sesar Lembang. Menurutnya kabar yang berhembus mengenai gempa Sesar Lembang akan terjadi 2021, itu tidak benar adanya.
“Kemarin banyak yang memelintir soal Sesar Lembang di 2021 akan mengeluarkan energi. itu keliru dan salah persepsi. Gempa bumi tidak bisa diprediksi berapa besarnya magnitudo dan kapan waktunya,” ujarnya, Selasa (26/1/2021).
Kendati demikian, ia mengatakan bukan berarti masyarakat dan pemerintah daerah abai terhadap potensi kegempaan yang ditimbulkan Sesar Lembang, yang saat ini masih dalam fase tidur panjang.
“Kami dari BMKG selalu monitoring dan waspada aktivitas sesar di jawa barat. Hanya saja yang menyatakan Sesar Lembang akan pecah di tahun 2021 itu tidak benar. Potensi sesar jelas ada, tapi kita tidak tahu kapan dan berapa besarnya. Berdasarkan kekurangan ini, kita harus selalu waspada pada skenario terburuk,” tegasnya.
Rasmid menjelaskan sejak tahun 2012 hingga saat ini belum ada aktivitas gempabumi dari Sesar Lembang yang tercatat melalui seismograf BMKG.
“Periode 2010-2012 itu ada 14 kali gempabumi dengan magnitudo kecil, hanya 1,2 sampai 3,3. Paling besar dirasakan itu tahun 2011 di Kampung Muril, Desa Jambudipa, KBB dan ada retakan pada rumah warga. Setelah itu, dari 2012 sampai sekarang tidak ada berdasarkan jaringan seismograf,” jelasnya.
Namun, Rasmid menuturkan ada potensi pelepasan energi Sesar Lembang pada periode 500 tahun sekali. Berdasarkan kajian paleoseismologi (studi tentang kejadian gempa di masa lalu) Sesar Lembang pernah melepaskan energi besar pada tahun 1600-an.
“Tahun 1600 itu belum ada seismograf di kita, akhirnya dengan melakukan paleoseismologi. Nah dari situ dapat disimpulkan bahwa telah terjadi pelepasan energi yang besar pada tahun 1600,” katanya.
Ia pun menyatakan ada kemungkinan gempabumi akibat pergerakan Sesar Lembang terjadi lagi.
“Nah berdasarkan perumusan periode ulang sesar Lembang, akan muncul gempa yang sama itu sekitar 500 tahun sekali. Jadi kalau dihitung dari tahun 1600 ditambah 500 tahun, ya jadi tahun 2100 itu hitungan kasarnya. Potensinya bisa terjadi tahun 2075, bisa jadi tahun 2125. Jadi 2100 itu masih kasar,” pungkas Rasmid.