Oleh: Erlya Nisa Thaliah dan Siti Fatimah Azzahra (mahasiswa Bioteknologi UM Bandung)
BANDUNGMU.COM — Puasa Ramadan adalah salah satu ibadah wajib bagi umat muslim di seluruh dunia yang dilakukan selama bulan Ramadan. Selama periode ini, umat muslim berpuasa dari fajar hingga matahari terbenam, yang berarti tidak makan dan minum selama sekitar 12 hingga 20 jam, bergantung pada lokasi geografis dan waktu tahun.
Selain aspek spiritual, puasa Ramadan juga memberikan dampak signifikan terhadap kesehatan, salah satunya adalah perubahan dalam komposisi mikrobioma usus (Hilda, 2014). Mikrobioma usus terdiri atas triliunan mikroorganisme, termasuk bakteri, virus, dan jamur yang hidup di saluran pencernaan manusia.
Mikrobioma ini memainkan peran penting dalam berbagai fungsi tubuh, seperti pencernaan, metabolisme, sistem kekebalan tubuh, dan bahkan kesehatan mental. Komposisi mikrobioma usus dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk pola makan, lingkungan, dan gaya hidup (Zaen, 2023).
Berpuasa selama Ramadan bukan hanya praktik spiritual, melainkan kesempatan untuk meremajakan mikrobioma usus kita. Dengan memahami dan memanfaatkan perubahan ini, kita bisa mendapatkan manfaat kesehatan maksimal dari ibadah puasa (Istyanto dan Virgianti, 2023). Penelitian menunjukkan bahwa puasa Ramadan dapat mempengaruhi komposisi dan fungsi mikrobioma usus. Berikut adalah beberapa temuan kunci dari berbagai studi ilmiah.
Perubahan komposisi bakteri usus
Selama puasa Ramadan, pola makan berubah drastis, yang berdampak pada komposisi mikrobioma usus. Puasa Ramadan menyebabkan peningkatan proporsi bakteri Bacteroidetes dan penurunan Firmicutes di usus. Perubahan ini dikaitkan dengan peningkatan kesehatan metabolik dan penurunan risiko obesitas serta penyakit kronis lainnya (Alou et al, 2017)
Peningkatan keanekaragaman mikroba
Puasa Ramadan juga dapat meningkatkan keanekaragaman mikrobioma usus yang berhubungan dengan kesehatan usus yang lebih baik dan fungsi kekebalan yang optimal. Keanekaragaman mikrobioma yang lebih tinggi biasanya menunjukkan ekosistem usus yang lebih sehat dan lebih stabil (Meslier et al, 2020).
Efek anti-inflamasi
Puasa telah dikenal memiliki efek anti-inflamasi, dan ini juga tercermin dalam mikrobioma usus. Puasa Ramadan dapat mengurangi peradangan sistemik, yang dapat mengubah komposisi mikrobioma usus menuju profil yang lebih sehat. Pengurangan peradangan ini juga dapat membantu mengurangi risiko penyakit inflamasi usus dan kondisi terkait lainnya (Faris et al, 2019).
Peningkatan metabolisme dan fungsi kekebalan
Mikrobioma usus yang sehat berkontribusi pada metabolisme yang lebih baik dan sistem kekebalan yang lebih kuat. Puasa Ramadan meningkatkan metabolisme tubuh dengan cara meningkatkan produksi asam lemak rantai pendek oleh bakteri usus. Asam lemak ini berperan penting dalam menjaga kesehatan sel usus dan memperkuat fungsi penghalang usus (Antoni et al, 2017).
Menurut Istyanto dan Virgianti (2017), terdapat berkah tersembunyi puasa untuk Mikrobioma:
- Masa tenang untuk pencernaan: puasa memberikan jeda yang dibutuhkan sistem pencernaan, memungkinkan mikrobioma beristirahat, dan memulihkan diri.
- Memperkaya keanekaragaman: variasi pola makan selama Ramadan bisa meningkatkan keberagaman mikrobioma, kunci kesehatan usus yang optimal.
- Meredam peradangan: puasa berpotensi menurunkan inflamasi di usus, menciptakan lingkungan yang lebih bersahabat bagi mikrobioma.
- Peremajaan sel: puasa memicu proses daur ulang sel usus yang sudah tidak efisien, memberi ruang bagi pertumbuhan mikrobioma yang lebih sehat.
Strategi merawat Mikrobioma selama puasa: (1) perbanyak asupan serat saat berbuka dan sahur, (2) batasi konsumsi makanan berlemak dan manis berlebihan, (3) jaga hidrasi di luar waktu puasa, serta (4) sisipkan probiotik alami dalam menu,
Simpulan
Puasa Ramadan memberikan dampak signifikan pada mikrobioma usus, yang pada gilirannya mempengaruhi kesehatan secara keseluruhan. Perubahan dalam komposisi dan fungsi mikrobioma usus selama puasa Ramadan dapat meningkatkan keanekaragaman mikroba, mengurangi peradangan, dan meningkatkan metabolisme serta fungsi kekebalan tubuh.
Meskipun demikian, masih diperlukan penelitian lebih lanjut untuk memahami mekanisme yang mendasari hubungan antara puasa Ramadan dan mikrobioma usus serta implikasinya terhadap kesehatan jangka panjang. Puasa Ramadan bukan hanya ritual keagamaan, melainkan kesempatan emas untuk merevitalisasi ekosistem mikroskopis dalam tubuh kita. Dengan pemahaman ini, kita bisa mengoptimalkan manfaat kesehatan dari ibadah puasa.
Referensi
Alou, M. T., Lagier, J. C., Raoult, D., & Million, M. (2017). Bacteroides species and dysbiosis linked to inflammatory bowel disease. Microbial Pathogenesis, 106, 85-93.
Antoni, R., Johnston, K. L., Collins, A. L., & Robertson, M. D. (2017). Effects of intermittent fasting on glucose and lipid metabolism. Proceedings of the Nutrition Society, 76(3), 361-368.
Faris, M. A. E., Kacimi, S., Al-Kurd, R. A., Fararjeh, M. A., Bustanji, Y. K., Mohammad, M. K., & Salem, M. L. (2019). Intermittent fasting during Ramadan attenuates proinflammatory cytokines and immune cells in healthy subjects. Nutrition Research, 29(12), 859-865.
Hilda, L. (2014). Puasa dalam kajian islam dan kesehatan. HIKMAH: Jurnal Ilmu Dakwah dan Komunikasi Islam, 8(1), 53-62.
Istyanto, F., & Virgianti, L. (2023). Manfaat dan potensi puasa dalam mencegah risiko penyakit tidak menular. Jurnal Kesehatan Tropis Indonesia, 1(2), 1-7.
Meslier, V., Laiola, M., Roager, H. M., De Filippis, F., Roume, H., Quinquis, B., … & Ehrlich, S. D. (2020). Fasting improves gut microbiota resilience, and consequently functional recovery after antibiotic treatment. Nature Communications, 11(1), 5843.