PMB Uhamka
Opini

Ideopolitor Muhammadiyah Jabar, Momentum Bergerak dan Berdaya Guna

×

Ideopolitor Muhammadiyah Jabar, Momentum Bergerak dan Berdaya Guna

Sebarkan artikel ini
Ace Somantri

Oleh: Ace Somantri, Wakil Ketua PWM Jabar

BANDUNGMU.COM — Manusia hidup di muka bumi bukan sekedar bernapas, melainkan memiliki tanggung jawab dan amanah yang harus dijalankan. Komitmen tersebut bagian utama amanah saat terjadi interaksi awal proses penciptaan manusia dengan Allah SWT.

Penciptaan tersebut memiliki konsekuensi terhadap manusia sebagai yang diciptakan, yakni harus komitmen dan memelihara integritas terhadap perjanjian yang disepakati.

Sekalipun Sang Maha Pencipta tidak berkepentingan pada Zat-Nya, tetapi kasih sayang yang diberikan tidak sekedar pada penciptaan semata.

Dengan berbagai instrumen pendukung dan penunjang hidup manusia, Allah SWT memfasilitasi berbagai varian bahan mentah dan baku. Tujuannya untuk dijadikan sebagai peranti lunak dan keras yang berfungsi untuk memelihara dan mempertahankan keberlangsungan hidup manusia secara simultan.

Dengan diberikannya berbagi instrumen pendukung, maka tidak ada alasan bagi manusia untuk berpaling dari Allah SWT. Manusia sebagai hidup cirinya selalu bergerak, bukan hanya bernapas. Maka dalam kondisi apa pun selama dapat bergerak, manusia boleh dikatakan masih hidup.

Sebaliknya, apabila tidak bergerak dan hanya diam, dapat dikatakan manusia tersebut mati karena orang mati salah satu cirinya diam tidak bergerak sama sekali.

Dipahami betul bahwa komitmen manusia hidup harus menggerakkan jiwa dan raganya. Rene Descartes mengungkapkan, “Co gito ergo sum”  yang artinya, “Aku ada karena aku berpikir”.

Manusia berpikir menandakan bahwa dia seorang manusia yang benar-benar ada dan hidup dengan hasil berpikirnya. Namun, tidak berhenti pada sebuah wacana. Namun, dari hasil berpikir harus menjelma menjadi sebuah karya cipta dan karsa yang berdaya guna secara praktis maupun strategis.

Bergerak untuk berbuat menjalankan kegiatan amal saleh yang lebih kreatif dan inovatif. Profitable gerakan menjadi paradigma yang harus didesain karena realitas menuntut komunitas manusia dalam pengondisian hidup memerlukan nilai-nilai material finansial.

Konsekuensinya segala bentuk kegiatan yang direncanakan tidak hanya mengeluarkan anggaran biaya. Namun, harus mampu mendatangkan anggaran dana untuk kepentingan lancarnya penyelenggaraan yang dapat dilaksanakan dengan baik hingga mencapai tujuan.

Dalam segala hal, uang bukan segalanya, tetapi dalam kegiatan berbagai hal kenyataannya butuh uang. Artinya siapa pun orang, kelompok, dan komunitas sosialnya termasuk Muhammadiyah, harus membuat formulasi gerakan dakwah yang tidak mengandalkan dana filantropi secara konvensional.

Baca Juga:  Merdeka dari Oligarki Adalah Harga Mati

Namun, harus memobilisasi dan mengorganisasi sumber daya yang dimiliki sehingga menjadi kekuatan dan potensi yang dapat didayagunakan lebih akseleratif nan produktif.

Penguatan ideologi bermuhammadiyah pada dasarnya hal yang harus terus dilakukan di berbagai kegiatan pertemuan. Yakni dalam rangka sharing dan dialog membahas isu-isu taktis dan strategis untuk ditangkap menjadi reasoning gerakan amar makruf nahi munkar dengan keteladanan.

Sementara itu, dalam menyikapi isu-isu politik kebangsaan tampaknya kita masih terkesan abai. Padahal, hal itu penting dibahas sebagai dasar pijakan dalam menyiasati “interest” gerakan sosial kemasyarakatan yang digerakkan persyarikatan dan berdampak pada eskalasi kehidupan berbangsa dan bernegara.

Karena narasi dan kolaborasi tanpa indentifikasi dan validasi, hasil evaluasi akan berujung inefesiensi. Sinergi dan kolaborasi harus menjadi kekuatan baru menuju gerakan Muhammadiyah agar semakin lebih baik dan berdaya guna.

Sejatinya paradigama gerakan Muhammadiyah di Jawa Barat tidak lagi banyak narasi nostalgia. Namun, mendesain paradigma gerakan sosial yang bernilai profitable melalui gerakan program aksi produktif yang terukur atas dasar tuntutan kebutuhan hari ini dan masa depan.

Target capaian tidak sekedar berhenti pada visi dan misi yang utopis nan romantis. Namun, sebaiknya dan seharusnya berorientasi pada penguatan aksi nyata yang berkolaborasi dengan berbagai institusi.

Ideopolitor bukan hanya ajang silaturahmi bersua melepas rindu sesama aktivis yang banyak dibumbui basa-basi. Momentum Ideopolitor harus benar-benar dijadikan momen untuk membangun spirit dan motivasi membaca kondisi dan situasi terkini.

Forum ini bisa menjadi kesempatan untuk membicarakan bagaimana sikap kesepahaman bersama dalam meneguhkan dan menegaskan bahwa Muhammadiyah hadir menjadi problem solver di tengah-tengah pluralitas masyarakat yang “multi-interest”.

Muhammadiyah hadir untuk menjadi solusi terhadap segala hal yang muncul dan terjadi dalam dinamika kehidupan bermasyarakat. Di sisi lain saat diamanahi sebagai pimpinan, ada beban dan konsekuensi yang ditanggung atas kesediaannya menjadi pimpinan di Muhammadiyah.

Baca Juga:  Tahun Baru, Harapan Baru

Oleh karena itu, dia harus mampu menempatkan posisi dalam kondisi apa pun yang terjadi di sekitar dirinya dan masyarakat, baik di lingkungan Muhammadiyah atau masyarakat umum.

Gerakan Muhammadiyah harus hadir dan dapat dirasakan keberadaannya secara langsung atau tidak oleh umat dan bangsa. Semua itu akan terwujud kalau dimobilisasi oleh para pimpinan melalui program yang dijalankan oleh para pembantu pimpinan yaitu majelis dan lembaga terkait.

Mereka sejatinya harus bisa berjalan beriringan dengan “guyub urun rembug” yang terpola dengan baik sesuai dengan kaidah Muhammadiyah.

Tiba saatnya bersama-sama seluruh PDM se-Jawa Barat menggerakkan berbagai kekuatan sumber daya yang ada di daerah masing-masing sebagai aset berharga.

Menggembirakan dengan dimaknai meningkatkan daya guna aset yang dimiliki, baik aset yang sudah berjalan untuk dapat ditingkatkan kualitas capaiannya, dan termasuk aset-aset yang belum tergarap agar segera difungsikan berdasarkan kajian taktis dan strategis.

Hindari membuat gerakan yang hanya bersifat promotif sesaat yang nilainya tidak strategis dan sustainable. Apalagi sampai mengedepan cawe-cawe “biar tekor asal kesohor” yang berujung mendatangkan kerugian materil dan immateril (mafsadat).

Ada baiknya sedikit terdapat nilai “kesohor” yang bersifat promotif. Namun, pada faktanya andaikan ternyata kesohor pun tidak terlihat dan tidak dapat dirasakan lebih.

Maka nilai material finansial, tenaga, dan pikiran yang sudah ditanamkan untuk digunadayakan akan menimbulkan kecenderungan sia-sia belaka.

Apalagi pengalaman yang lalu menunjukkan fakta-fakta nyata hanya terjebak pada seremonial rutinitas untuk menjalankan kewajiban sebagai pimpinan selama satu periode ke depan.

Ideopolitor bertujuan untuk transformasi dan ideologisasi gerakan Muhammadiyah kepada pimpinan persyarikatan, majelis, lembaga, dan ortom.

Dengan kegiatan semacam ini, mereka mendapatkan bekal spirit dan motivasi agar bersemangat menggerakan berbagai potensi dan sumber daya yang dimiliki untuk kepentingan gerakan pembaruan Islam di Muhammadiyah melalui berbagai sektor.

Selain itu, melalui Ideopolitor bisa menjadi momen untuk sharing dan sumbang saran antar pengurus internal persyarikatan baik vertikal maupun horizontal.

Doktrin-doktrin gerakan aksi nyata memberikan stimulasi kepada publik dan akan menjadi dasar kebijakan dan keputusan organisasi kelembagaan untuk merumuskan langkah-langkah praktis yang menjadi skala prioritas.

Baca Juga:  Kenapa Pimpinan Pusat Muhammadiyah Minus Teknolog?

Salah satu di antaranya menggerakan stakeholders internal dan eksternal Muhammadiyah agar lebih agresif, komprehensif, dan detail pada pembahasan yang tepat baik dari segi waktu maupun tempat.

Kiranya setiap momentum tidak semua menyadari dan memahami apa yang harus diperbuat, Muhammadiyah melalui pimpinan di berbagai level senantiasa membuka mata, telinga, dan indera-indera lainnya untuk menangkap apa yang terjadi dan bagaimana Muhammadiyah bersikap responsif.

Tidak harus menunggu dari pimpinan lain, baik vertikal maupun horizontal, jikalau hal itu menjadi kepentingan yang secepatnya untuk ditanggapi.

Orientasi kepentingan umat dan warga Muhammadiyah pada dasarnya sebuah tuntutan ajaran Islam yang harus terus diejawantahkan di berbagai aspek kehidupan seacara terus menerus tanpa henti.

Ideologisasi gerakan Muhammadiyah pada saat-saat tertentu tetap menjadi kebutuhan untuk membangun spirit dan motivasi warga persyarikatan agar tetap pada rel dan kaidah ajaran yang menjadi konsensus bersama.

Pengejawantahan ide dan gagasan dalam karya yang nyata, bernilai guna, dan berdaya manfaat merupakan karakter yang harus dimiliki pimpinan.

Egosentris kelompok dan golongan di internal Muhammadiyah dengan alasan dianggap satu visi dan misi adalah sesuatu yang boleh. Namun, tidak harus menanamkan “ananiyah” merasa paling bermuhammadiyah, sedangkan skill dan kompetensinya tidak menunjukan kelebihan dan produktifitasnya untuk kepentingan Muhammadiyah.

Malah justru memperlihatkan sikap diri bertolak belakang dengan kepribadian Muhammadiyah. Keteladanannya mencederai dan menyakiti para pejuang Muhammadiyah serta merusak marwah persyarikatan.

Ditegaskan bahwa berorganisasi di lembaga nirlaba seperti Muhammadiyah, spirit dasarnya berangkat dari kegelisahan terhadap realitas sosial dan politik kebangsaan yang terjadi dan terlihat penuh ketidakadilan dan kezaliman.

Oleh karena itu, sikap Muhammadiyah yang seharusnya melakukan perlawanan terhadap ketidakadilan dan kezaliman tersebut, hatta sekalipun harus berkorban harta, jiwa, dan raga.

Pasalnya hal tersebut merupakan sikap dan bentuk jihad fiisabilillah dan hal tersebut juga sudah dilakukan oleh KH Ahmad Dahlan hingga ajal menjemputnya. Wallahu’alam.***

PMB Uhamka