BANDUNGMU.COM — Di hadapan mahasiswa baru Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) tahun 2021, Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir menyampaikan bahwa secara substantif kepemimpinan Islam memiliki lima ciri.
Pertama, kepemimpinan Islam itu secara agama dan dunia. Menurutnya, pemimpin dalam Islam tidak hanya mengurusi persoalan agama sebab akan menjadi kepemimpinan yang bersifat teosentris/ketuhanan.
Mengutip Abu Al-Hasan Al-Mawardi, Haedar Nashir menyebut bahwa kepemimpinan dalam Islam merupakan proyeksi dari kerisalahan nabi untuk mengurus dua hal, yaitu tegaknya nilai-nilai agama dan mengurus urusan dunia.
“Kalau ngurus dunia saja itu sekuler, tetapi kalau ngurus agama saja dalam makna yang sempit tadi itu kepemimpinan yang rabbaniyah, maka kepemimpinan Islam adalah kepemimpinan yang propetik,” ungkapnya, Rabu (22/09/2021), dikutip dari Muhammadiyah.or.id.
Kedua, pemimpin yang uswah hasanah. Merujuk kepada sifat nabi sidiq, tablig, fatanah, dan amanah, maka pemimpin Islam tidak cukup hanya baik. Namun, harus cerdas, berilmu, memiliki kemampuan menyelesaikan masalah, dan membawa arah perjalanan yang dipimpin.
“Maka pemimpin tidak bisa begitu saja menyerahkan urusan kepada orang banyak, kadang-kadang dia harus mengambil keputusan-keputusan yang ia yakini benar dan membawa kemaslahatan,” ungkapnya.
Ketiga, kepemimpinan yang memiliki sifat rahmat. Menurutnya, meskipun berdasar atas nilai-nilai Islam, tetapi kepemimpinan Islam itu untuk semua. Termasuk bagi mereka yang berbeda. Hal ini merujuk sebagaimana disebutkan dalam QS Al-Anbiya’ ayat 107.
Keempat, ciri kepemimpinan Islam harus bersifat transformatif-berkemajuan. Berkaca dari keberhasilan kepemimpinan Nabi Muhammad SAW yang berhasil membangun Madinah Al-Munawarah, dari yang sebelumnya peradaban Arab jahiliyah adalah bentuk nyata transformasi yang dilakukan pemimpin Islam.
Kelima, kepemimpinan Islam dalam konteks sistem memiliki sifat ijtihadi. Struktur, model, dan praktik diserahkan pada konsensus elite dan umat di mana pun berada.
Sehingga tidak ada pola tunggal dalam kepemimpinan Islam. Bahkan, konsep khilafah menurut Haedar bukan merupakan konsep kepemimpinan tunggal.
“Jadi, konsep kekhalifahan itu jangan sempit. Kekhalifahan menjadi konsep dasar keagamaan dan politik itu wujudnya bisa ada mungkin kerajaan, tetapi modern seperti Emirate dan Arab Saudi, bisa republik seperti Mesir, bisa seperti Indonesia juga, negara Pancasila darul ahdi wa syahadah itu juga bentuk kekhalifahan muslim,” ucapnya.
Haedar menegaskan, model kepemimpinan itu ijtihadi dan setiap ijtihad membuka setiap peluang pada banyak model.
Oleh karena itu, jika ada pihak yang mengatakan satu model itu absolut, sama saja dia mereduksi nilai dan orientasi ijtihad menjadi kebenaran absolut atas nama dirinya atau kelompoknya. (Muhammadiyah.or.id).