Islampedia

Memahami Luar dan Dalam Berislam Secara Kafah

×

Memahami Luar dan Dalam Berislam Secara Kafah

Sebarkan artikel ini
Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir (Foto: muhammadiyah.or.id)

BANDUNGMU.COM, Bandung — Dalam Al-Quran surah Al-Baqarah ayat 208 tercantum perintah bagi seorang muslim untuk berislam secara kafah atau secara menyeluruh.

Namun, makna secara menyeluruh jangan dimaknai secara artifisial atau simbolik saja. Berislam secara kafah bukan berarti hanya mengenakan jubah sebagai busanah, makan kurma, atau tampilan-tampilan simbolis lainnya. Berislam secara kafah juga harus secara substantif, yakni sebagai rahmat bagi seluruh alam atau rahmatan lil alamin.

Menurut Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir semangat kembali pada ajaran Islam seperti yang ramai dilakukan oleh para pesohor harus diapresiasi. Namun, kembali kepada Al-Quran dan As-Sunnah itu bukan hanya luarnya, melainkan isinya.

Baca Juga:  Bolehkah Merayakan Milad Muhammadiyah Dengan Memotong Tumpeng? Ini Penjelasan Lengkapnya

Haedar melihat semangat kembali pada simbol-simbol Islam saat ini terjadi dengan sangat luar biasa. Namun, dirinya mengingatkan untuk saksama.

Menurut Haedar, semangat tersebut bagus, tetapi Islam bukan hanya simbol-verbal, melainkan pada isi Islam rahmatan lil alamin.

“Namun, lebih dari itu, Muhammadiyah memahami Islam bukan hanya simbol, bukan hanya verbal, bukan hanya luarnya saja. Namun, harus pada isi dan Islam itu harus menjadi rahmatan lil alamin,” ungkapnya saat berada di PDM Bantul, Ahad (18/12/2022).

Baca Juga:  Doa dan Musibah

Bahkan, saking inginnya kembali kepada simbol-simbol Islam, imbuh Haedar, tidak sedikit umat Islam di Indonesia mengarabkan banyak hal. Hal itu ia temukan dalam perdebatan pada ungkapan harian seperti kata insyaallah, padahal kata ini sudah ada serapan dalam KBBI.

“Nulisnya biasa saja, insyaallah. Sekarang jadi rumit, Insha Allah. Padahal ditulis dalam ejaan bahasa Indonesia dan kalau kita menyebut insyaallah itu dianggap keliru,” seloroh Haedar Nashir.

Perkara mudah dibikin rumit

Menurutnya, istilah-istilah tersebut jika sudah ada dalam serapan bahasa Indonesia tidak perlu lagi untuk diperdebatkan dan dibuat rumit. Termasuk menggunakan kata subhanallah untuk mengungkapkan ketakjuban atas ciptaan Allah juga dianggap salah.

Baca Juga:  Warga Muhammadiyah Wajib Contohkan Keteladanan di Media Sosial

“Padahal di Al-Quran, subhanallah itu juga untuk ketakjuban kita,” ucap Haedar seraya mengutip beberapa ayat tentang peristiwa Isra Mikraj Nabi Muhammad SAW.

Kepada warga Muhammadiyah, Haedar berpesan untuk tidak sembarangan mengikuti ustadz-ustadz populer yang mater-materi ceramahnya hanya merujuk pada Google.

Oleh karena itu, kata Haedar, agar tidak terjadi penyempitan beragama, maka diperlukan kehadiran Muhammadiyah-Aisyiyah secara nyata.***

___

Sumber: muhammadiyah.or.id

Editor: FA