Oleh: Nasihin, Ketua LPCRPM Jawa Barat
BANDUNGMU.COM — Muhammadiyah itu kuat karena berbasis pada umat atau jamaah di bawah. Pada masa KH Ahmad Dahlan, ranting Muhammadiyah disebut “gerombolan” karena anggotanya bergerombol sebagai komunitas yang relasi sosialnya bersifat paguyuban.
Muhammadiyah saat ini penting menggarap berbagai komunitas atau heterogenitas “gerombolan”, baik di perdesaan maupun perkotaan yang hubungan antara warganya lekat dan dekat.
Jamaah atau komunitas seperti itulah akan menjadi kekuatan Muhammadiyah dengan sentral gerakan dari ranting dan masjid. Kini yang diperlukan memperluas basis jamaah atau komunitas dari berbagai segmen sosial yang majemuk sebagai pertanda Muhammadiyah diterima oleh masyarakat luas.
Muhammadiyah secara konseptual sudah sangat kaya dengan pemikiran dan pengalaman dakwah di masyarakat. KH Ahmad Dahlan mempelopori dakwah secara kultural dan amaliah (dakwah bil hal) yang luar biasa dengan melahirkan berbagai jenis amal usaha.
Pendekatan dakwah Muhammadiyah sejak awal ialah bil hikmah, mauidhah hasanah, dan mujadalah yang terbaik sebagaimana diajarkan Allah (QS An-Nahl ayat 125). QS Al-Maun diajarkan selama tiga bulan dan QS Al-Ashr diajarkan selama delapan bulan untuk menunjukkan dakwah itu tidak sekali jadi, tetapi melalui proses penyadaran yang mendalam, luas, dan berkesinambungan.
Muhammadiyah merumuskan strategi gerakan jamaah dan dakwah jamaah (GJDJ) sejak 1968. Kemudian disambung dengan dakwah kultural tahun 2002 dan dakwah komunitas pada 2015 hasil muktamar di Makassar.
Pemikiran strategi dan langkah dakwah Muhammadiyah tersebut sangat strategis dan realistis yang menyatu dengan gerakan amaliah Muhammadiyah yang dirasakan langsung oleh masyarakat luas.
Dahulu sekitar tahun 1922 dari generasi awal perluasan cabang dan ranting Muhammadiyah cepat meluas ke seluruh tanah air. Hal itu karena pendekatan dakwahnya menarik dan dirasakan langsung manfaatnya oleh masyarakat dengan pendekatan kultural sehingga menjadi organisasi yang berkembang secara sentrifugal.
Semangat kerumunan atau komunitas di internal Muhammadiyah penting difungsikan dan ditransformasikan secara aktual dan fungsional. Hal itu dilakukan untuk dinamisasi dan menghadirkan kembali kekuatan Muhammadiyah di basis umat dan masyarakat agar tidak berhenti di ranah seremonial.
Bagaimana semua komponen persyarikatan berkolaborasi dan mengembangkan usaha untuk memperluas basis dukungan dan partisipasi masyarakat umum. Itu penting dilakukan agar menjadi bagian dari keanggotaan, simpatisan, dan afiliasi terhadap Muhammadiyah yang menurut beberapa survei kecenderungannya dalam kurun terakhir cenderung menurun dan melemah.
Kini tantangannya bagaimana menghadirkan pendekatan dakwah Muhammadiyah yang mampu menanamkan nilai-nilai Islam untuk menjadi panduan dan acuan hidup umat atau masyarakat seluas mungkin. Lebih-lebih bagi masyarakat awam yang berlatar belakang heterogen dengan kondisi sosial ekonomi dan budaya yang berlapis-lapis.
Kita harus merumuskan bagaimana agar dakwah Muhammadiyah semakin meluas dan diterima oleh berbagai segmen sosial masyarakat dari tingkat atas sampai sampai bawah. Simpatisan dan anggota Muhammadiyah mestinya semakin bertambah dan meluas apabila gerakan Islam ini kian dekat dengan masyarakat.
Orientasi dakwah amar makruf nahi mungkar pun semestinya dikembalikan pada pendekatan yang diperintahkan Allah SWT yaitu bil hikmah, wal mauidhah hasanah, wa jadiluhum billati hiya ahsan. Di sinilah pentingnya reorientasi dakwah Muhammadiyah agar semakin mengena di hati masyarakat luas yang heterogen.
Termasuk dakwah atau khususnya tablig melalui dunia digital dan media sosial. Dakwah Muhammadiyah harus semakin masuk dan diterima oleh berbagai komunitas sosial yang beragam itu.
Oleh karena itu, diperlukan pendekatan dakwah yang semakin luas adaptif, inklusif, wasatiyah, damai, menggembirakan, mencerdaskan, mencerahkan, dan mengena (lekat) pada berbagai kelompok sosial masyarakat.
Hal-hal prinsip tentu sudah menjadi patokan dalam keislaman Muhammadiyah, seperti tentang akidah, ibadah, dan akhlak. Namun, diperlukan pula pemahaman yang mendalam dan luas dengan pendekatan bayani, burhani, dan irfani sehingga melahirkan kesalehan substantif dan fungsional yang mencerahkan diri keluarga masyarakat dan lingkungan.
Bukan pendekatan dakwah yang eksklusif, tertutup, memvonis, dan menjauhkan Muhammadiyah dari umat dan masyarakat. Pasalnya, pendekatan seperti itu akan membuat pengikut, simpatisan, dan pihak yang berafiliasi dengan Muhammadiyah semakin sedikit.
Dalam konteks dakwah Islam sebagai strategi kebudayaan, penting bagi Muhammadiyah mereaktualisasikan dakwah kultural dan komunitas agar dibangun peta jalan. Peta jalan ini untuk pengembangan Muhammadiyah dalam struktur masyarakat Indonesia yang majemuk dan tengah menghadapi perubahan besar.
Dengan peta jalan ini maka akan semakin memudahkan bagi Muhammadiyah dapat diterima secara luas mungkin oleh masyarakat Indonesia dari berbagai lapisan dan golongan sosial.
Pemetaan dan reaktualisasi gerakan sangatlah penting untuk untuk mengakselerasikan penyebarluasan pandangan dan perwujudan Islam berkemajuan. Sekaligus menghadirkan dakwah dan tajdid Muhammadiyah yang aktual-kontekstual untuk mewujudkan masyarakat Islam yang berkualitas (khairu ummah) di Indonesia.
Dengan kepentingan penguatan basis Muhammadiyah di basis jamaah dan masyarakat di tengah tantangan dakwah dan kehidupan yang semakin kompleks, betapa penting posisi dan peran ranting Muhammadiyah bersama seluruh organ organisasi yang berada di dalamnya.
Dalam anggaran rumah tangga pasal 5 disebutkan bahwa ranting adalah kesatuan anggota di suatu tempat atau kawasan yang terdiri atas sekurang-kurangnya 15 orang yang berfungsi melakukan pembinaan dan pemberdayaan anggota dalam.
Syarat pendirian ranting sekurang-kurangnya harus mempunyai pengajian umum dan pengajian anggota sekurang-kurangnya sekali dalam sebulan. Kursus atau pelatihan dan kegiatan sosial. Kemudian punya musala, surau, atau langgar sebagai tempat dan pusat kegiatan. Kemudian ada jamaah.
Hidup matinya Muhammadiyah di basis umat atau masyarakat bergantung pada eksistensi rantingnya. Menghidupkan ranting sama dengan menghidupkan kekuatan Muhammadiyah.
Nasib Muhammadiyah di tengah dinamika kehidupan di basis massa tergantung pada dinamika rantingnya. Dengan demikian dapat dikatakan ranting adalah benteng terpenting gerakan Muhammadiyah.***