Oleh: Ace Somantri
BANDUNGMU.COM — Jeritan hati warga Rempang, Batam, merajai media sosial. Berita dan cerita dalam bentuk video serta narasi dari para penggiat literasi mengalir, memberikan pencerahan kepada kita semua.
Suara tangis anak-anak sekolah dan warga yang berusaha menyelamatkan diri dari asap gas yang mematikan meresap hingga ke dalam jiwa.
Bahkan ketika aksi demonstrasi warga Rempang berakhir dengan kekacauan. Beberapa warga yang dianggap sebagai provokator ditangkap oleh aparat kepolisian, termasuk salah satu tokoh utama gerakan ini, seorang alumni ilmu hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Menggali lebih dalam, kasus ini terkait dengan penggusuran lahan untuk kepentingan investasi. Di lokasi ini, rencananya akan dibangun pabrik panel surya terbesar.
Namun, disayangkan bahwa pihak perusahaan mengklaim bahwa proses akuisisi lahan sudah sesuai dengan prosedur yang berlaku.
Ini adalah cerminan masalah yang sering terjadi di negeri ini, yaitu investasi yang seharusnya untuk kebaikan negara. Namun, sering kali mengorbankan warga negeri ini menjadi pekerja kasar di rumah sendiri.
Rempang saat ini mengalami masa sulit yang tak terhindarkan. Banyak korban yang jatuh akibat tindakan represif aparat terhadap masyarakat.
Tidak sedikit anak-anak menjadi korban. Terlihat mereka berlarian menghindari gas beracun sambil ibu-ibu berteriak histeris akibat rasa keadilan yang tercabik oleh kebijakan yang menyakitkan hati.
Luka ini menyebar dalam ranah politik ekonomi negeri ini yang telah diperbudak oleh oligarki. Hati yang pilu merayapi tubuh yang dipaksa untuk tidur selamanya. Hak atas tanah leluhur hampir dapat dipastikan hilang dan hancur oleh serakahnya para penguasa dan pengusaha.
Atas nama bangsa Melayu yang diwariskan tugas untuk menjaga dan merawat alam semesta agar tetap damai, tenteram, dan sejahtera, kita kini menyaksikan bagaimana api permusuhan menyala di antara anak-anak bangsa.
Entah siapa yang memulai mengkhianati sehingga peristiwa ini terjadi. Warga dan rakyat tiba-tiba harus menjadi korban tanpa daya.
Itu terjadi karena keserakahan dan kesombongan para pengkhianat bangsa yang mengenakan jubah jabatan atau karena kelemahan para pemimpin bangsa.
Mengendap-endapnya harapan untuk menjaga dan merawat tanah leluhur, yang telah diwariskan oleh leluhur kita untuk tetap mempertahankan keseimbangan alam, telah direnggut oleh segelintir manusia yang rakus dan sombong.
Pertarungan fisik antara aparat satuan pamong praja, polisi, dan tentara dengan warga Rempang menjadi pemandangan yang menyakitkan. Mereka, pada akhirnya, adalah saudara sebangsa dan setanah air, satu bangsa Indonesia.
Mengapa kita harus terlibat dalam pertempuran fisik yang mengakibatkan banyak korban, sedangkan para pengkhianat bangsa hanya menonton sambil tertawa, berharap agar proyek mereka berhasil?
Saling menuduh menjadi rutinitas di antara semua pihak yang terlibat dalam peristiwa di Rempang. Masing-masing pihak mengklaim bahwa mereka telah bertindak sesuai prosedur.
Namun, kenyataannya, ada banyak ketidaksesuaian yang sulit dipercaya oleh akal sehat. Kebaikan dan kemurnian hati warga sering dimanipulasi oleh pengkhianat bangsa, dengan alasan bahwa semua ini adalah demi kesejahteraan rakyat dan negara.
Namun, realitasnya adalah kepahitan yang kita rasakan setelah itu. Apalagi ketika itu berdampak pada kesehatan dan nyawa kita. Inilah kisah yang seringkali terulang di negeri ini.
Tidak ada yang aneh dari peristiwa seperti ini karena sering terjadi di berbagai tempat, seperti di Wadas, Jawa Tengah, beberapa waktu ke belakang. Jeritan tangis hanya dianggap sebagai simbol dari proses perjuangan untuk investasi.
Bahkan ada mitos yang mengerikan yang menyatakan bahwa untuk mendirikan proyek besar, harus ada korban jiwa manusia. Di daerah Sunda, istilah “wadal” dikenal sebagai cara untuk meningkatkan kekayaan.
Rempang kini berada dalam situasi yang mencekam, dengan ratusan personel keamanan dikerahkan dari luar Rempang dengan alasan untuk mengantisipasi kerusuhan yang lebih besar.
Hal ini tidak akan terjadi jika semua pihak bertindak adil, baik atas nama negara, bisnis, atau bahkan individu. Indikasi ketidakadilan dan pelanggaran terhadap norma-norma etika sangat jelas terlihat.
Ini bukanlah dugaan atau prasangka, melainkan fakta yang tidak dapat dipungkiri. Warga Rempang merasa pilu dan merana karena tanah kelahiran mereka diperjualbelikan demi kepentingan politik dan ekonomi kelompok tertentu yang tidak peduli pada tanah air.
Rempang dalam keadaan malang. Entah apa yang akan terjadi selanjutnya, mungkin tanah ini akan segera diubah menjadi bangunan beton dan baja yang menghancurkan.
Padahal, tanah ini diberikan kepada kita untuk menjaga keseimbangan alamnya. Namun, sejak saat itu, bangunan industri telah merusak bumi untuk kepentingan investasi yang tidak abadi. Yang ada hanya kehancuran bagi lingkungan karena limbah industri dan konflik antara sesama anak negeri.
Rempang saat ini dalam kesedihan yang mendalam. Rasa sakitnya tidak terlukiskan karena bahkan mereka yang mencoba membantu akhirnya ditangkap.
Mereka hanya mencoba mengekspresikan simpati dan empati mereka terhadap Rempang. Sayangnya, mereka akhirnya digelandang karena dianggap melanggar aturan.
Hal ini sangat tidak masuk akal, bahwa mereka yang mencoba membantu akhirnya menjadi korban.
Padahal, mereka hanya mencoba memberikan semangat dan motivasi untuk berjuang dengan cara yang baik sesuai dengan ajaran Islam.
Yakni ajaran mengajarkan kita untuk berusaha mempertahankan harta kita dari pengambilan paksa, bahkan jika itu berarti melawan dengan segala yang kita miliki, termasuk nyawa kita.
Rempang sekarang menantikan uluran tangan dari mereka yang memiliki tanggung jawab sebagai saudara sebangsa dan setanah air.
Penggusuran warga Rempang dari rumah dan lahan mereka adalah bentuk perampasan dan kezaliman. Lahan ini telah menjadi tempat tinggal mereka selama bertahun-tahun, turun-temurun dari generasi ke generasi.
Mereka berhak untuk mempertahankan hak-hak mereka, bahkan jika itu berarti harus berjuang dengan segala yang mereka miliki, termasuk nyawa mereka sendiri.
Kita harus mengingat bahwa dalam Islam, kita diwajibkan untuk menjaga harta kita dan melawannya jika ada yang mencoba merampasnya, bahkan jika itu berarti berjuang hingga mati.
Kita harus memahami bahwa tindakan pengambilan paksa harta orang lain adalah tindakan yang salah dan harus dihadapi dengan perlawanan yang kuat.
Mungkin saat ini Rempang dalam situasi yang sangat sulit. Namun, kita sebagai masyarakat Indonesia harus bersatu untuk mendukung mereka dalam perjuangan mereka mempertahankan hak-hak mereka.
Rempang adalah salah satu bagian dari negeri ini yang harus kita jaga bersama agar kita semua dapat hidup dalam damai dan sejahtera.***