UMBandung
Opini

Rusia-Ukraina, New Adidaya

×

Rusia-Ukraina, New Adidaya

Sebarkan artikel ini
Suasana Kyiv-Ukraina (REUTERS/UMIT BEKTAS)

Oleh: Ace Somantri — Dosen Universitas Muhammadiyah Bandung

BANDUNGMU.COM — Beberapa hari berlalu, serangan tentara Rusia ke wilayah Ukraina tidak terbendung. Diplomasi sebelumnya terus dilakukan secara maraton agar perang tidak terjadi. Diplomasi ke diplomasi hanya berhenti di meja perundingan. Kata sepakat sulit terwujud.

Itulah ego sebuah negara dengan mengatasnamakan kedaulatan bangsa dan negara menjadi dalil untuk tetap pada prinsipnya. Sementara hak-hak asasi manusia terabaikan begitu saja tanpa ada yang peduli.

Arogansi sebuah bangsa dan negara merasa digjaya senantiasa selalu ada. Terlebih kemampuan teknologi alutsista melebihi standar bangsa dan negara-negara lain di dunia. Siang dan malam dentuman peluru dan rudal kedua negara sudah merobek telinga warga serta masyarakat yang terdampak langsung ataupun tidak langsung.

Sejak hari pertama serangan, kerugian demi kerugian sudah didapat kedua belah pihak. Bukan hanya perang fisik dengan persenjataan canggih, melainkan perang psikokogis pun dilancarkan untuk memberikan pesan pada warga dan penduduk dunia bahwa setiap negara mempertahankan kedaulatan. Oleh karena itu, ada aksi pasti ada Reaksi.

Baca Juga:  Pentingnya Mahasiswa Mengasah Skill Digital: Menyongsong Era Digitalisasi Yang Semakin Masif

Di era global seharusnya perang terbuka tidak terjadi karena media komunikasi sudah tidak terhalang jarak. Ini terindikasi karena ada catatan historis kedua negara yang belum clear & clean dan ini memicu saling klaim wilayah yang diperebutkan.

Sebetulnya dalam perspektif geostrategis, Rusia memiliki kepercayaan diri menjadi negara adidaya di wilayah Eropa. Momentum ini mempertunjukan pada dunia bahwa Rusia memiliki kemampuan sama dengan negara adidaya Amerika Serikat yang selama ini mempertontonkan kehebatannya.

Kemanusiaan yang terkoyak

Dentuman bombardir perang terbuka kedua negara dengan ego masing-masing memperlihatkan jati dirinya. Namun di sisi lain menyisakan persoalan kemanusiaan yang menyakitkan. Bayangkan saat perang terjadi, nyawa manusia tidak ada harganya, mayat-mayat bergeletakan, infrastruktur untuk kehidupan masyarakat rusak, dan harapan hidup masyarakat cenderung psimistik, bahkan tidak ada harapan.

Baca Juga:  Menambah Energi Positif Kader Muhammadiyah Melalui Baitul Arqam

Faktanya sejak zaman dulu hingga saat ini, perang terbuka ataupun tersembunyi karena ego dan kekuasaan semata akan melahirkan generasi saling mewarisi dan menstimulasi karakter pembenci. Hak asasi yang menjadi landasan hidup di dunia berlaku untuk bangsa dan negara di mana pun berada. Namun ketika terjadi peperangan, eksistensi hak asasi manusia terkubur.

Kekuatan persenjataan Rusia tidak diragukan. Berbagai alutsista yang dikembangkan benar-benar memiliki daya akurasi cukup tinggi untuk menembus target sasaran. Bukan menang atau kalah secara terbuka. Namun, ada yang paling penting untuk dipahami dalam konteks ini. Bagi Rusia bukan masalah menang karena jauh sebelum perang terbuka, perbandingan kekuatan lebih unggul dari Ukraina.

Pertunjukan Rusia memberikan pesan bahwa negara ini memiliki kekuatan penuh sebagai negara yang diperhitungkan dunia. Uji coba berbagai alutsista sebagai ajang promosi kepada negara-negara lain bahwa produk alutsista yang dikembangkan dapat akses oleh negara lain yang membutuhkan. Momentum perang terbuka, selain promosi, juga mengevaluasi daya ledak rudal-rudal dan sistem akurasi target sasaran.

Baca Juga:  Inilah Sejarah Penamaan 12 Bulan Hijriah

Ukraina sebagai negara yang dianggap kelinci percobaan dari alutsista Rusia yang dikembangkan, secara psikologis tidak menerima perlakuan tersebut sehingga melakukan perlawanan dengan kemampuan penuh. Pernyataan-pernyataan terbuka Presiden Ukraina menyikapi peperangan yang terjadi di negaranya menjadi sasaran serangan bahwa siapa pun yang akan mengambil kedaulatan negaranya, ada konsekuensi yang harus diterima.

Walaupun Ukraina menyadari tidak memiliki kekuatan militer seperti yang dimiliki Rusia, tetapi harga diri negara dipertaruhkan di mata dunia. Terlebih saat ini Ukraina menyayangkan pihak NATO atau sekutunya yang tidak merespons dan tidak ada keberpihakan secara terbuka kepada Ukraina yang sedang diserang oleh Rusia.

Apa pun alasannya, perang tetaplah perang yang akan mengakibatkan luka fisik dan batih bahkan kematian yang sangat mengerikan. Ada kemanusiaan yang terkoyak dari perang yang dilakukan antar-negara.***

PMB UM Bandung