PMB Uhamka
Islampedia

Inilah Tiga Makna Isra Mikraj Menurut Haedar Nashir

×

Inilah Tiga Makna Isra Mikraj Menurut Haedar Nashir

Sebarkan artikel ini
Ilustrasi (Unsplash)

BANDUNGMU.COM — Tahun ini kaum muslimin memperingati peristiwa agung Isra Mikraj pada 27 Rajab 1443 Hijriah atau bertepatan dengan Senin 28 Februari 2022. Al-Quran sendiri menyampaikan keagungan Isra Mikraj dalam ayat pertama Surah Al-Isra.

Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir menyampaikan menyebut Isra Mikraj memiliki nilai inklusif bagi kehidupan kemanusiaan dan semesta yang terjabarkan dalam tiga makna.

Makna pertama ialah kekuasaan. Isra Mikraj Nabi Muhammad dari Masjidilharam ke Masjidilaqsha hingga Sidratulmuntaha menurut Haedar mengandung pesan bahwa di atas pencapaian ketinggian ilmu manusia, masih ada kekuatan ilahiah yang tidak selalu bisa dirasionalisasi oleh pencerapan dan ilmu pengetahuan manusia.

“Isra Mikraj menunjukkan bahwa di balik kekuasaan manusia yang bersifat profan atau duniawi itu ada kekuasaan Allah, kekuasaan Tuhan yang bersifat ruhaniah-ilahiah atau divine power atau kekuasaan yang sakral,” tuturnya, seperti dikutip dari laman resmi Muhammadiyah, Selasa (01/03/2022) pagi.

Baca Juga:  Islam Melarang Penganutnya Membahayakan Diri, Orang Lain, dan Lingkungan Sekitar

“Maknanya adalah siapa pun baik itu manusia, sekelompok manusia, organisasi, bahkan negara, lebih jauh lagi antar-negara yang memiliki kekuasaan duniawi, jangan menyalahgunakan kekuasaan karena di balik kekuasaan duniawi ada divine power, kekuasaan ilahi, kekuasaan sakral Allah,” kata Haedar.

“Di atas langit masih ada langit. Maka manusia seyogyanya dengan kekuatan yang dimilikinya tetap rendah hati, tidak menyalahgunakan. Perang, penistaan, kezaliman, dan segala bentuk kesewenang-wenangan itu terjadi karena kekuasaan manusia lepas dari kekuasaan ketuhanan,” tambahnya.

Makna kedua ialah diwajibkannya ibadah salat bagi umat muslim dalam peristiwa Isra Mikraj. Menurut Haedar, ibadah salat memiliki dua dimensi pesan, yaitu hubungan manusia dengan Tuhan (habluminallah) dan hubungan manusia dengan manusia lainnya (habluminannas).

“Salat dan ibadah dalam Islam punya dimensi habluminannas yakni memberikan hubungan yang baik, damai, dan memberikan manfaat bagi kehidupan. Semakin banyak orang yang beribadah dengan baik, semakin baik kehidupan antara manusia, baik dalam hubungannya dengan lingkungan dan alam semesta,” kata Haedar.

Baca Juga:  Peran Suami Saat Kondisi Ibu Menyusui Anak

“Dalam posisi ini, jadikan Isra Mikraj dengan buah dari salat untuk membangun relasi kemanusiaan yang semakin baik, tetapi juga relasi ketuhanan yang semakin dekat. Sehingga manusia semakin damai dengan langit, tetapi juga semakin damai dengan bumi. Artinya bangun kehidupan yang lebih baik, adil, damai, tenteram, aman, makmur serta hidup maju bersama sehingga kehidupan menjadi penuh makna,” imbuhnya.

Makna ketiga menurut Haedar ialah dijalankannya dua risalah nabi setelah Isra Mikraj. Dua risalah itu yakni risalah menyempurnakan akhlak beserta risalah Islam sebagai rahmat bagi semesta alam.

Dua risalah ini, menurut Haedar, mengandung makna bahwa Islam membangun peradaban sekaligus membangun keadaban. Oleh karena itu, Haedar berpesan agar umat muslim, tokoh agama, tokoh organisasi Islam senantiasa mencontoh akhlak mulia nabi dengan tutur-tindakan yang berkeadaban di dunia nyata ataupun di media sosial sembari menebar rahmat bagi lingkungan di mana dia berada.

Baca Juga:  Inilah Nilai-nilai Muhammadiyah untuk Penguatan Bangsa

“Jangan melakukan kebijakan yang membawa madarat, lebih-lebih atas nama agama. Agama harus difungsikan sebagai pencipta kebaikan dalam kehidupan,” kata Haedar.

“Maka bagi tokoh dan organisasi keagamaan, bawalah Islam betul-betul menjadi rahmat bagi semesta alam bukan hanya dalam retorika dan ujaran, tetapi dalam tindakan dan keteladanan. Kita umat beragama, para tokoh agama dan organisasi-organisasi keagamaan harus bisa menunjukkan sebagaimana Nabi Muhammad dengan uswah hasanah bahwa pilihan tentang kebenaran, tentang kebaikan dan tentang kepatutan hidup itu harus menjadi pancaran keberagamaan kita,” pungkasnya.***

PMB Uhamka