BANDUNGMU.COM — Dalam ranah wacana keagamaan, muncul isu kontroversial mengenai aturan berpakaian dalam salat, khususnya kewajiban mengenakan celana cingkrang.
Sejumlah dai menegaskan bahwa jika mata kaki tertutup ketika salat, atau yang dikenal dengan isbal, maka salat tersebut dianggap tidak sah.
Para dai ini biasanya mengutip hadis dalam kumpulan Imam Bukhari yang menyatakan, “Sesuatu yang berada di bawah dua mata kaki dari kain sarung itu di dalam neraka.”
Tim Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah menjelaskan bahwa hadis ini sebenarnya lebih berkaitan dengan etiket dan akhlak.
Hadis lain yang diriwayatkan oleh Muslim dan Bukhari menyatakan, “Dari Ibnu Umar RA ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Allah tidak memandang kepada orang yang memanjang (menyeret) pakaiannya dalam keadaan sombong.”
Berdasarkan kedua hadis ini, Majelis Tarjih menilai bahwa seseorang yang memanjangkan kain sarungnya hingga di bawah mata kaki karena kesombongan berisiko masuk neraka.
Ancaman ini hanya berlaku jika diiringi sikap sombong. Penafsiran ini diperkuat oleh hadis lain yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Abu Dawud, dan An-Nasai.
Dalam hadis tersebut, Abu Bakar RA menghadap Nabi SAW setelah mendengar hadis sebelumnya seraya berkata, “Sarungku selalu melorot ke bawah kecuali jika saya menaikkannya,” lalu Rasulullah SAW menjawab, “Sesungguhnya engkau bukan termasuk yang melakukannya dengan sombong.”
Demikian juga hadis Nabi SAW riwayat Abu Daud dari sahabat Ibnu Masud menekankan bahwa orang yang memanjangkan sarungnya dalam salat karena sombong sama seperti orang yang tidak mengenal halal dan haram di hadapan Allah.
“Barang siapa yang memanjangkan sarungnya dalam salatnya karena sombong, ia di hadapan Allah seperti orang yang tidak mengenal halal dan haram.”
Penting untuk mencatat bahwa hadis-hadis yang membahas isbal sering kali menyoroti sikap sombong atau angkuh sebagai salah satu alasan melarangnya.
Dalam kaitan ini, aturan umum tentang berpakaian tidak boleh sombong dapat membatasi aturan umum mengenai panjang pakaian.
Dengan menerapkan prinsip-prinsip ini, penafsiran mengenai keabsahan isbal dapat ditarik.
Jika isbal dianggap sebagai tindakan sombong atau melanggar prinsip-prinsip berpakaian Islami, dapat dianggap tidak sesuai dengan ajaran Islam.
Namun, jika isbal dilakukan tanpa sikap sombong dan sesuai dengan aturan umum berpakaian Islam, maka dapat diterima.
Dengan merujuk pada prinsip-prinsip hukum Islam, khususnya dalam konteks isbal, diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana mengaitkan aturan umum dengan kondisi khusus untuk menetapkan hukum yang sesuai dalam Islam.***