UMBandung
Islampedia

Sikap Muslim Ketika Menemukan Sesajen

×

Sikap Muslim Ketika Menemukan Sesajen

Sebarkan artikel ini
Ilustrasi sesajen (Foto: iStock).

BANDUNGMU.COM — Beberapa waktu yang lalu viral video berdurasi 30 detik yang memperlihatkan seorang pria membuang sesajen di Lumajang.

Sambil menunjuk ke sesajen, pria itu berkata: “Ini (sesajen) yang membuat murka Allah. Jarang sekali disadari bahwa inilah yang justru mengundang murka Allah, hingga Allah menurunkan azabnya. Allahu Akbar.”

Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Sofa menanggapi video viral tersebut. Menurutnya, tidak semua gempa bumi, tsunami, atau segala musibah itu adalah sebab Tuhan sedang murka.

Dalam rumusan teologi bencana yang terdapat dalam Al-Quran menyatakan bahwa bencana yang terjadi pada dasarnya adalah akibat perbuatan manusia sendiri.

Namun, di sisi lain tidak dapat dimungkiri bahwa semuanya itu sudah menjadi ketentuan Allah yang telah tertulis di Lauhulmahfuz (takdir).

Dalam buku Fikih Kebencanaan, beberapa istilah bencana di antaranya: fasad menunjukkan bencana sosial ataupun ekologis (QS Fushshilat: 30), sedangkan nazilah adalah bencana yang timbul karena skisma (perpecahan) keagamaan (QS Al Hijr: 90-91).

Baca Juga:  Puasa dan Anak Muda yang Terhanyut Game Online Higgs Domino Island

Peristiwa alam destruktif diwakili oleh istilah halak (QS Al Qashash: 78), tadmir (QS. Al-Isra: 16), dan tamziq (QS. Saba’: 18-19). Semua istilah-istilah berada dalam payung tiga istilah umum yang cukup penting dalam pemaknaan bencana, yaitu bala’, mushibah, dan fitnah.

“Ada beberapa terminologi bencana dalam Al-Quran, antara lain mushibah terjadi atau menimpa manusia akibat kesalahan manusia sendiri. Sementara bala’ merupakan keniscayaan dan dijatuhkan Allah walaupun tanpa kesalahan manusia. Adapun fitnah adalah bencana yang dijatuhkan Allah dan dapat menimpa yang bersalah dan tidak bersalah,” kata Sofa, dikutip dari laman resmi Muhammadiyah, Jumat (13/01/2022).

Dalam tataran makna, kata Sofa, bencana yang banyak terjadi akhir-akhir ini dalam bahasa Al-Quran lebih tepat untuk disebut sebagai fitnah (cobaan atau ujian).

Sebab, cakupannya tidak hanya menimpa mereka yang bersalah atau yang telah melakukan kerusakan di muka bumi, tetapi mereka yang tidak berdosa (tidak berbuat salah). Dalam sebuah hadis disebutkan:

Baca Juga:  Tiga Kekuatan Muhammadiyah

“Tatkala Allah menciptakan ciptaan, Allah telah menuliskan dalam kitab (Lauhulmahfuz), Dia menuliskannya langsung di Arsy (Lauhulmahfuz), sesungguhnya rahmat-Ku mengalahkan kemarahan dan kebencian-Ku.” (HR. Al-Bukhari).

Dakwah yang bijaksana

Setelah menjelaskan hakikat bencana dalam Islam, Sofa menuturkan bahwa dakwah harus dilakukan dengan cara-cara yang baik. Dirinya menilai, cara pria dalam video viral tersebut dengan membuang sesajen merupakan metode dakwah yang “kasar”.

Akibatnya, bukan simpati melainkan mendapat antipati dari masyarakat berupa kecaman dan cap intoleran. Lebih-lebih, membuang sesajen tanda tidak mencerminkan “empati” kepada pihak yang sedang tertimpa musibah, bahkan terkesan “menghakimi” korban bencana.

Islam menghendaki metode dakwah yang bijaksana sebagaimana firman Allah, “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS An Nahl: 125).

Baca Juga:  Berislam Kontekstual Ala Muhammadiyah

“Bahwa mempersembahkan sesaji itu merupakan perbuatan yang tidak benar, its okay, kita semua sepakat. Namun, apabila reaksinya sampai seperti itu (membuang sesajen), itu tidak tepat karena ia melakukannya dengan cara yang kasar. Kalau terkesan kasar, dikhawatirkan tidak akan mendapatkan simpati,” ujar dosen Universitas Muhammadiyah Jakarta ini.

Ke depan, Sofa menyarankan tentang perlunya literasi akidah dalam berdakwah. Masyarakat perlu diedukasi dalam merespons bencana dengan pendekatan keagamaan (spiritual) yang benar agar tidak terjerumus dalam perbuatan syirik.

Selain itu, perlu juga diedukasi dalam memilih tradisi atau adat warisan leluhur, mana yang sesuai dengan ajaran Islam (al-’urf ash-shahihah) dan mana yang tidak sesuai (al-’urf al-fasidah) karena bertentangan dengan ajaran Islam.***

PMB UM Bandung