Oleh: Sudarman Supriyadi*
BANDUNGMU.COM – Dalam beberapa tahun terakhir, pola akses dan konsumsi informasi mengalami perubahan drastis. Salah satu dampak utamanya adalah menurunnya kebiasaan masyarakat mengunjungi toko buku dan membeli buku fisik. Fenomena ini dipicu oleh dominasi media sosial dalam kehidupan sehari-hari yang menawarkan informasi dan hiburan instan.
Dengan algoritma yang dirancang untuk mempertahankan perhatian pengguna, media sosial sering mengalihkan waktu yang sebelumnya digunakan untuk membaca buku menjadi aktivitas scrolling tanpa akhir.
Platform membaca digital seperti Kindle dan Google Books juga turut berkontribusi, dengan menyediakan ribuan buku yang dapat diakses kapan saja melalui perangkat elektronik, terutama bagi mereka yang sibuk atau memiliki akses terbatas ke toko buku fisik.
Penurunan kunjungan ke toko buku berdampak besar pada industri buku. Banyak toko buku independen terpaksa tutup, dan bahkan toko buku besar harus beradaptasi dengan mengurangi cabang atau beralih ke penjualan online.
Selain kerugian ekonomi, hilangnya toko buku fisik juga mengurangi ruang interaksi budaya dan intelektual. Toko buku adalah tempat di mana pencinta literasi dapat berkumpul, menemukan inspirasi, atau menikmati suasana tenang untuk merenung.
Kebiasaan membaca pun ikut berubah. Konsumsi informasi di media sosial yang cepat dan dangkal sering kali hanya terbatas pada judul atau ringkasan singkat, jauh berbeda dari pengalaman membaca buku fisik yang mendalam dan reflektif. Perubahan ini menjadi tantangan bagi upaya mempertahankan budaya membaca yang berkualitas.
Meski demikian, berbagai inisiatif terus dilakukan untuk menghidupkan kembali minat membaca buku fisik. Komunitas membaca, klub buku, festival literasi, dan pameran buku mulai bermunculan untuk menarik perhatian masyarakat.
Di sisi lain, peran keluarga dan pendidikan sangat penting dalam menanamkan kecintaan terhadap buku sejak dini, dengan mengajak anak-anak mengunjungi toko buku dan mengeksplorasi beragam genre literasi.
Menghilangnya kebiasaan pergi ke toko buku adalah fenomena kompleks yang tak terhindarkan dalam era digital. Meski teknologi menawarkan kemudahan, ada nilai yang tidak tergantikan dalam pengalaman membaca buku fisik dan interaksi budaya di toko buku.
Oleh karena itu, menjaga kebiasaan membaca yang mendalam dan mempertahankan ruang-ruang budaya seperti toko buku menjadi hal yang sangat penting.
Sebagai penutup, mari kita renungkan pesan George RR Martin: “Seorang pembaca hidup seribu kehidupan sebelum dia mati. Orang yang tidak pernah membaca hanya hidup satu kehidupan.” Membaca adalah jendela pengetahuan, dan menjaganya tetap hidup adalah tanggung jawab kita bersama.
*Peminat Literasi, Media Sosial, Politik, dan Sosial-Keagamaan