BANDUNGMU.COM, Jakarta – Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Abdul Mu’ti, menyatakan bahwa istilah mualaf bagi orang yang berpindah agama menjadi Islam perlu didefinisikan ulang. Hal ini ia sampaikan dalam acara Silaturahmi Nasional (Silatnas) Lembaga Dakwah Khusus (LDK) PP Muhammadiyah di BPMP DKI Jakarta pada Selasa (12/11/2024).
Mu’ti merujuk pada Fatwa Tarjih yang tercantum dalam buku Tanya Jawab Agama (TJA) jilid 4, yang menegaskan bahwa seseorang tidak selamanya diberi predikat mualaf.
Mengutip surah At-Taubah ayat 60, ia menjelaskan bahwa kata mualaf dalam ayat tersebut merujuk pada orang yang hatinya mudah dibujuk atau dirayu, bukan label yang harus melekat seumur hidup.
“Kalau dia terus menjadi mualaf, dia akan berhak menerima zakat, padahal dia sudah kaya raya,” ungkap Mu’ti. Ia menekankan bahwa istilah ini tidak relevan jika digunakan pada seseorang yang sudah memiliki keimanan yang kokoh.
Lebih lanjut, Mu’ti memperluas pemahaman istilah mualaf, tidak hanya kepada mereka yang berpindah agama ke Islam, tetapi juga orang Islam sejak lahir yang tidak memahami ajaran Islam dengan baik dan benar.
Mengulas kata qulubuhum dalam surah At-Taubah ayat 60, Mu’ti menjelaskan bahwa hati (qalb) dalam Al-Quran sering menggambarkan ketidakkonsistenan seseorang dalam menghadapi situasi yang dianggap merugikan atau tidak sesuai harapan.
Muhammadiyah, menurutnya, berperan dalam pembinaan komunitas mualaf melalui pendekatan sosial dan metode lainnya. Upaya ini bertujuan untuk meneguhkan hati agar tetap kokoh dalam Islam.***