UMBandung
Opini

Adab Mahasiswa dan Dosen dalam Islam

×

Adab Mahasiswa dan Dosen dalam Islam

Sebarkan artikel ini

Oleh: Muhsin MK*

MENJADI dosen dan mahasiswa bukan sekadar pilihan hidup yang diambil oleh seorang individu. Kedua peran ini merupakan identitas yang tidak dapat dipisahkan dari takdir Allah dan tidak mungkin diabaikan.

Hal ini dapat dilihat dalam kisah Nabi Yusuf bersama dua narapidana di dalam penjara (QS Yusuf: 35-42) serta kisah Nabi Khidir dan Nabi Musa dalam proses menuntut ilmu dan pembelajaran (QS Al-Kahfi: 66-82).

Dosen merupakan figur yang bertugas menyampaikan dan mengajarkan materi perkuliahan, sedangkan mahasiswa adalah pihak yang mengikuti dan menerima pembelajaran tersebut. Hubungan antara dosen dan mahasiswa bersifat timbal balik, di mana keduanya saling membutuhkan.

Dosen memerlukan tempat dan lingkungan yang mendukung untuk menyampaikan ilmunya. Sementara itu, mahasiswa memerlukan kehadiran dosen yang mampu memberikan pengetahuan sesuai dengan bidang yang mereka pelajari.

Dalam Islam, hubungan antara dosen dan mahasiswa dilandasi oleh nilai-nilai adab yang luhur, baik dalam proses menuntut ilmu maupun dalam interaksi belajar-mengajar. Nilai-nilai ini mencakup tata krama dosen terhadap mahasiswanya, sikap hormat mahasiswa terhadap dosennya, dan etika yang harus dijaga selama perkuliahan berlangsung di dalam kelas. Berikut adalah adab-adab yang perlu diperhatikan.

Baca Juga:  Inilah 3 Universitas yang Berdekatan dengan UM Bandung, Apa Saja?

Pertama, dosen dan mahasiswa perlu memahami bahwa proses menuntut ilmu dan kegiatan belajar-mengajar adalah bagian dari ibadah kepada Allah. Oleh karena itu, keduanya harus melakukannya dengan penuh keikhlasan (QS Al-Bayyinah: 5) dan sepenuh hati.

Hal ini sesuai sabda Rasulullah SAW, “Sesungguhnya Allah berfirman, ‘Wahai anak Adam, beribadahlah sepenuhnya kepada-Ku, niscaya akan Aku penuhi (hatimu yang ada) di dalam dada dengan kekayaan dan Aku penuhi kebutuhan,” (Al-Musnad 8681, 16/284).

Kedua, dosen dan mahasiswa harus memiliki kesabaran dalam menjalani proses menuntut ilmu dan belajar-mengajar. Hal ini selaras dengan nasihat Nabi Khidir kepada Nabi Musa yang datang untuk menimba ilmu darinya.

Sesuai firman Allah, “Sungguh engkau tidak akan sanggup sabar bersamaku. Dan bagaimana engkau dapat bersabar terhadap sesuatu, sedang engkau belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu. Dia (Musa) berkata, ‘Insyaallah akan engkau dapati aku orang yang sabar dan aku tidak akan menentangmu dalam urusan apa pun.’” (QS Al-Kahfi: 67,69).

Baca Juga:  Modernisasi Tablig: Busur dan Panah Persyarikatan

Ketiga, dosen dan mahasiswa harus bersungguh-sungguh dalam menjalani proses menuntut ilmu dan belajar-mengajar agar dapat mencapai hasil yang optimal.

Sebagaimana firman Allah, “Wahai Yahya, ambillah (pelajarilah) kitab (Taurat) dengan sungguh-sungguh.” (QS Maryam: 12). Selain itu, firman-Nya juga, “Dan orang orang yang berjihad (sungguh-sungguh) untuk (mencari keridaan) Kami, Kami akan tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami.” (QS Al-Ankabut: 69).

Keempat, dosen dan mahasiswa harus saling menghormati dan menyayangi, seperti hubungan antara orang tua dan generasi muda, yang terjalin dalam ikatan persaudaraan dan keilmuan. Sabda Rasulullah SAW, “Bukan termasuk golongan kami orang yang tidak menghormati yang tua dan tidak menyayangi yang muda dari kami serta tidak mengenal hak orang alim dari kami.” (Shahih Al-Jami’ hadis nomor 5.443).

Kelima, menjauhkan diri dari sikap memanfaatkan ilmu untuk membanggakan diri, merendahkan sesama yang berilmu, atau membantah orang yang kurang paham. Hindari pula kesombongan dan keberanian yang tidak terpuji dalam berdebat di majelis ilmu.

Baca Juga:  UM Bandung Beri Pembekalan Kepada 1.418 Mahasiswa Peserta KKN

Rasulullah SAW bersabda, “Janganlah engkau menuntut ilmu (bertujuan, berniat) untuk mengalahkan para ulama dan membantah orang orang bodoh dan jangan pula untuk berani di majelis. Maka barang siapa yang melakukan hal itu, maka api neraka, api neraka.” (Shahih Al-Jami’, hadis nomor 7.370).

Keenam, memulai kegiatan perkuliahan, menuntut ilmu, dan proses belajar-mengajar dengan membaca bismillah dan mengakhirinya dengan doa. Sabda Rasulullah SAW, “Setiap perkara penting yang tidak dimulai dengan bismillahirrahmanirrahim, maka perbuatan tersebut akan terputus (dari rahmat Allah).” (HR Al-Khatib dalam Al-Jami’).

Adapun setelah selesai kuliah membaca doa kafaratul majelis sesuai hadis, “Rasulullah mengucapkan ketika di akhir (pertemuan) ketika beliau akan bangun dari majelis, ‘Subhanaka allahumma wabihamdika asy-hadu alla ilaha illa anta astaghfiruka wa atuubuilaik.’” (HR Abu Daud dan Ahmad).

*Aktivis Muhammadiyah dan pegiat sosial

PMB Uhamka