UMBandung
Islampedia

Memahami Pemetaan Ibadah: Mahdah dan Ghair Mahdah dalam Perspektif Syariat

×

Memahami Pemetaan Ibadah: Mahdah dan Ghair Mahdah dalam Perspektif Syariat

Sebarkan artikel ini
Ilustrasi (Istockphoto)

BANDUNGMU.COM, Bandung — Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah Ruslan Fariadi mengatakan bahwa ibadah merupakan bentuk penghambaan seorang hamba kepada Allah dengan cara menaati segala perintah-Nya, menjauhi larangan-Nya, dan mengamalkan hal-hal yang diizinkan-Nya.

Dalam QS Adz-Dzariyat ayat 56 ditegaskan, “Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.” Ibadah menurut Ruslan, seperti dikutip dari laman resmi Muhammadiyah, mengandung makna ketundukan penuh kepada Allah, sebagaimana pula ditegaskan dalam QS Ali Imran ayat 32, “Katakanlah: Taatilah Allah dan Rasul-Nya.”

Ibadah terdiri dari atas dimensi utama: ibadah mahdah dan ibadah ghair mahdah. Ibadah mahdah berfokus pada kepatuhan, ketaatan, dan kesesuaian dengan aturan syariat, seperti tata cara salat, jumlah rakaat, serta waktu pelaksanaan salat wajib. Sementara itu, ibadah ghair mahdah lebih mengutamakan aspek manfaat dan kemaslahatan, yang dapat terlihat pada bentuk masjid, sajadah, atau hidangan berbuka puasa.

Pembedaan antara ibadah mahdah dan ghair mahdah juga terlihat dalam praktik puasa. Aspek mahdah mencakup aturan awal Ramadan, tata cara pelaksanaan puasa, serta jumlah hari puasa wajib. Sementara itu, aspek ghair mahdah meliputi metode penentuan awal Ramadan, seperti rukyat atau hisab, serta variasi hidangan sahur dan berbuka.

Baca Juga:  PP Aisyiyah Garap dan Masifkan Dakwah Milenial dan Gen Z

Ruslan menjelaskan bahwa pemahaman tentang ibadah mahdah dan ghair mahdah penting untuk mengkaji konsep bidah, khususnya dalam membedakan inovasi yang dianggap bagian dari agama dan yang bukan. Sebagai contoh, penggunaan hisab untuk menentukan awal Ramadan bukanlah bidah. Meskipun pada masa Nabi Muhammad SAW lebih sering digunakan rukyat, hisab tetap sesuai dengan prinsip ibadah ghair mahdah.

Bidah didefinisikan sebagai praktik baru dalam agama yang menyerupai syariat, tetapi tidak didasarkan pada dalil yang sah. Biasanya, bidah cenderung memberikan kesan berlebihan dalam ibadah. Namun, tidak semua inovasi tergolong bidah, terutama jika bertujuan untuk mempermudah atau memperkuat pelaksanaan ibadah ghair mahdah.

Baca Juga:  Hadapi Perbedaan Idul Adha, Warganet Harus Utamakan Kesalehan Digital

Pemetaan ini membantu umat Islam bersikap lebih bijak dalam menghadapi persoalan baru dalam praktik keagamaan sehingga tidak mudah terjebak pada klaim bidah yang kurang berdasar.***

PMB UM Bandung