BANDUNGMU.COM, Bandung — Media sosial kini menjadi ruang publik yang begitu luas. Melalui platform seperti Facebook, Twitter, atau Instagram, orang bisa berbagi informasi, berinteraksi, hingga menuliskan ungkapan hati. Tidak jarang, kita menemukan status berupa doa yang ditampilkan di beranda masing-masing.
Fenomena ini menimbulkan pertanyaan: bagaimana Islam memandang praktik berdoa di media sosial? Apakah hal tersebut dibolehkan, atau justru sebaiknya dihindari?
Dalam prinsip fikih, media sosial termasuk hal baru yang tidak disebutkan secara langsung dalam Al-Quran maupun As-Sunnah. Oleh karena itu, hukumnya dikembalikan pada kaidah: “Hukum asal dari segala sesuatu adalah mubah (boleh), kecuali ada dalil yang menunjukkan keharamannya.” (As-Suyuthi, 1983:133).
Selain itu, ada pula kaidah fikih yang menegaskan bahwa “Hukum suatu sarana mengikuti hukum tujuan penggunaannya.” Dengan demikian, media sosial sebagai sarana bisa bernilai positif atau negatif tergantung pada maksud penggunaannya.
Apabila media sosial digunakan untuk kebaikan, maka hukumnya boleh, bahkan bisa bernilai anjuran. Namun jika dipakai untuk keburukan, maka hukumnya bisa terlarang, mulai dari makruh hingga haram sesuai kadar perbuatannya.
Doa sendiri merupakan ibadah agung yang sangat dianjurkan. Allah SWT berfirman:
“Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina.” (QS Al-Mu’min [40]: 60).
Rasulullah SAW juga menegaskan: “Sesungguhnya doa itu adalah ibadah.” (HR Ashab as-Sunan dari Nu‘man bin Basyir, al-Hakim).
Namun, agar doa dikabulkan, syarat dan adabnya perlu diperhatikan. Menurut Tuntunan Dzikir dan Doa Tarjih Muhammadiyah, syarat doa antara lain beriman dan taat kepada Allah, memperbanyak istighfar, berdoa langsung kepada Allah tanpa perantara, yakin doa akan dikabulkan, serta disertai usaha nyata.
Selain itu, adab berdoa yang diajarkan Nabi adalah mengangkat tangan, memuji Allah, membaca shalawat, berdoa dengan khusyuk, dan menutup dengan hamdalah.
Waktu-waktu mustajab juga sebaiknya diperhatikan, seperti sepertiga malam terakhir, antara adzan dan iqamah, ketika hujan turun, atau saat sujud dalam shalat.
Menuliskan doa di media sosial pada dasarnya tidak dilarang selama niatnya tulus. Akan tetapi, ada risiko riya jika doa ditulis hanya untuk pamer religiusitas.
Oleh karena itu, hukum berdoa di media sosial sangat bergantung pada niat: bila ditujukan untuk dakwah, misalnya mengajak banyak orang mendoakan saudara seiman yang tertimpa musibah, maka hal itu baik dan terpuji. Sebaliknya, jika dimaksudkan sekadar memamerkan ibadah pribadi, lebih baik dihindari.***















