Oleh: Ace Somantri, Dosen Universitas Muhammadiyah Bandung
BANDUNGMU.COM — Makna penuh nilai tak terhingga, kasih dan sayang Sang Pencipta pada manusia tidak ada batas ruang dan waktu. Siapa pun yang dicipta, Allah SWT memberi segala hal ihwal yang dibutuhkan ciptaan-Nya.
Perbuatan tersebut bagian dari penjelmaan sifat ketuhanan Allah SWT Sang Pemilik yang menguasai alam semesta. Sifat sayang bukan diterima ketika hidup di dunia, melainkan hingga pada kehidupan pasca-kematian bersama seluruh makhluk yang hidup di alam semesta.
Dari sekian jenis makhluk yang ada, manusia yang mendapatkan value lebih daripada makhluk lainnya. Oleh karena itu, kesempatan berbuat baik maupun buruk sangat terbuka lebar.
Beragam peluang dan ruang banyak tersedia untuk segala kepentingan manusia. Mustahil Sang Pencipta diam dan abai pada semua yang diciptakan-Nya.
Meliputi semesta
Ar-Rahim bermakna etimologis Maha Penyayang. Di balik makna penyayang, pada berbagai literatur dijelaskan makna Ar-Rahim menanamkan paham ajaran pada manusia bahwa Maha Penyayang Allah SWT tidak hanya berhenti dalam ungkapan terhadap firman-Nya.
Namun, meyakini sepenuhnya bahwa akan ada ujung dari sebuah keadilan yang pantas dan melebihi dari kebahagian hidup di dunia. Apa itu? Yakni sebuah kenikmatan tiada tara kelak dalam kehidupan setelah kematian.
Sifat Ar-Rahim-Nya dapat dirasakan dan ditunjukkan yang menjadi batasan sesuai dengan pilihan manusia selama hidup di dunia.
Apakah dia berbuat sesuatu atas dasar aturan-Nya atau sesuai dengan hawa nafsu dirinya? Dari pilihan itu yang akan menentukan kelak akan ada hitungan dan pertimbangan perbuatan semua manusia.
Saat ini manusia di muka bumi yang tersebar dan bertebaran di atas permadani alam semesta semua diberikan hak untuk mengelola dan menikmati segala hal yang berada di dalam perut bumi. Misalnya terhadap sumber bahan bakar, bebatuan, logam bisa maupun mulia, dan benda lainnya yang berharga secara material.
Pun sama yang muncul di permukaan bumi, seperti air, tumbuhan, hewan ternak, dan segala hal ihwal yang terlihat yang dapat dimanafaatkan oleh manusia. Termasuk benda yang ada di atas langit menjadi energi yang tiada henti.
Itu semua tanpa sekat batas kelompok manusia, baik ras, agama, dan sukunya. Semua berhak mendapatkannya selama mereka menggunakan akal pikiran sebagai alat untuk mengambil manfaat segala yang ada di bumi dan alam semesta lainnya.
Pasalnya sifat Ar-Rahim-Nya berlaku untuk semua makhluk di alam semesta ciptaan-Nya tanpa dibeda-bedakan sedikit pun. Kasih-Nya meliputi semua makhluk.
Namun untuk sifat Ar-rahim Allah SWT hanya akan didapat oleh manusia yang mengikuti aturan dan batasan yang telah diturunkan dalam bentuk wahyu.
Pembeda
Bagi siapa saja manusia yang hidup di dunia mana pun, ketika ajaran Allah SWT ditaati, dipatuhi, dan dijadikan batasan-batasan untuk mengendalikan hawa nafsu buruk yang muncul dalam jiwa dan raga diri manusia, akan mendapatkan kebahagian.
Bukan hanya kebahagiaan dan keselamatan di dunia, melainkan juga akan mendapatkan keselamatan dan kebahagiaan kelak di akhirat.
Di situlah perbedaan kenikmatan yang adil diberikan kepada manusia yang berpikir kreatif dan inovatif penuh dengan nilai-nilai ketauhidan kepada Sang Pemilik alam semesta.
Seandainya ada manusia ada yang bertanya, kenapa umat Islam dan umat selain Islam saat ini secara kasatmata yang didapatkan seolah-olah berbeda? Penyebab yang membedakannya ada beberapa.
Pertama, cara berpikir mereka lebih kreatif, inovatif, dan produktif. Kedua, membangun sistem yang baik dan benar. Ketiga, memanfaatkan segala bentuk untuk potensi dan kekuatan yang di miliki.
Pun sama umat Islam ketika melakukan hal di atas akan menadapatkan yang sama. Kalau begitu kenapa saat ini seolah-olah umat Islam peradabannya kalah jauh dengan mereka?
Diakui atau tidak, saat ini umat Islam selain konsistensi yang tidak istikamah, juga ada banyak terindikasi salah memahami ajaran Islam dengan konsep takdir, tawadu, zuhud, dan juga qanaah.
Misalnya yang muncul dalam keseharian manusia yaitu sikap malas dibungkus dengan zuhud dan qnaah, tidak semangat dan sering putus asa dibungkus dengan takdir.
Menjadi catatan penting bagi umat Islam untuk berbenah diri, keyakinan ajaran Islam membahagiakan, mensejahterakan, mendamaikan, dan menyelamatkan tidak gratis tanpa perjuangan akal pikiran yang sehat. Namun, harus menumpahkan seluruh kemampuan yang tersimpan dalam storage otak.
Kita yakin peradaban dibangun atas dasar kasih sayang Ar-Rahman dan Ar-Rahim yang diawali dengan niat dan tekad bulat melalui ungkapan verbal bismillah setiap mengawali kegiatan dengan penuh kekhusyukkan dan yakin.
Jikalau setiap perbuatan sehari-hari tidak diawali dengan ungkapan tauhid kepada-Nya ditenggarai dan dikhawatirkan makhluk penggoda dalam keburukan dan kesesatan akan membersamai langkah perbuatan berikutnya. Wallahu ‘alam.***