Opini

Bela Agama, Bela Negara

×

Bela Agama, Bela Negara

Sebarkan artikel ini
Ilustrasi (Unsplash)

Oleh: Ace Somantri — Dosen Universitas Muhammadiyah Bandung

BANDUNGMU.COM — Manusia hidup di dunia sudah membawa keyakinan karena ketika ruh ditiupkan dalam jiwa dan raga manusia ada proses akad perjanjian keyakinan dengan Sang Pencipta Allah.

Tegas dan jelas dalam QS Al-Araf: 172 dan Al-Hadid: 08 bahwa manusia berjanji akan tunduk, patuh, dan taat kepada Allah. Ketika dalam perjalanan hidupnya berbeda-beda itu disebabkan lingkungan dimana ia dilahirkan dalam lingkungan orang tua, pendidikan, dan lingkungan dimana ia tumbuh menjadi manusia dewasa.

Sebagaimana Rasulullah menjelaskan bahwa setiap manusia yang dilahirkan dalam kondisi fitrah (bersih dan suci), selanjutnya kedua orang tua yang menjadikannya dia seperti Yahudi, Nasrani, dan Majusi dalam berkeyakinanya.

Pertanyaannya kenapa tidak ada penegasan menjadikan Islam dalam teks tersebut? Sebetulnya sudah ditegaskan dalam kalimat awal yaitu dalam kondisi fitrah. Itu menunjukkan bahwa seluruh umat manusia ketika lahir dalam posisi sudah Islam keyakinan, selanjutnya itu bergantung pada orang tua dan lingkungannya.

Baca Juga:  Pemuda dan Politik: Suara Mereka, Masa Depan Kita!

Wajar dan tidak aneh ketika seorang umat Islam membela agama yang diyakini. Secara psikologis keyakinan itu bagian dari ideologi hidup bersifat dogma dan doktrin. Terlebih ketika membela bagian dari syariah, hal itu akan menjadikan jiwa dan raganya akan dikorbankan untuk membela agama dan keyakinannya.

Islam sejak lahir sudah ditancapakan dalam hati sanubari, orang tua terus menstimulasi menumbuhkembangkan kebenaran menjadi tuntunan hingga dewasa. Peran orang tua sangat vital sehingga membela agama dan orang tua satu ideologi karena tumbuh-kembang dalam doktrinasi yang saling beriringan.

Membela sebuah ideologi keyakinan beragam adalah hak asasi yang dilindungi undang-undang di berbagai negara belahan dunia. Terlebih di Indonesia sangat jelas dalam UUD 1945 pasal 29 bahwa negara melindungi keyakinan beragama.

Hakikatnya ketika warga negara membela agamanya, secara otomatis dia membela negaranya karena menjalankan undang-undang yang dibuatkan dan dilegalkan. Apalagi dalam agama Islam diajarkan tentang hubbul wathan minal iman. Jadi bukan sekadar membela, melainkan mempertahankan hingga tetes darah terakhir untuk bangsa dan negara.

Baca Juga:  Pandangan Muhammadiyah Soal Kedudukan Qaul Sahabat Dalam Istinbath Hukum

Ribuan umat Islam gugur dalam membela agama dan negara. Itu bukan taat pada pemimpin semata, melainkan taat pada ajaran agama pentingnya melawan penjajahan sosial, politik, dan ekonomi.

Imprelisme dalam bentuk lain ketika itu akan menghancurkan agama dan negara harus dilawan dan dibumihanguskan. Kedaulatan hak setiap bangsa dan negara serta warga dan rakyatnya bersatu padu membela agama dan negara adalah sebuah keniscayaan.

Apabila negara masih tidak percaya kepada umat beragama, diindikasikan ada yang tidak beres dalam mengelola negara. Sangat wajar ketika beragama di negara mengalami turbulensi hubungan horizontal. Sangat terasa mengalami getaran sikap bernegara terjadi benturan keras yang menyakitkan.

Hal itu jika terus dibiarkan sangat mungkin negara akan hancur berkeping-keping ketika nahkoda atau kapten yang mengendalikan tidak mampu membawa ke zona yang lebih aman. Bukan hanya layak terbang dan berlayar ketika sebuah negara dianalogikan seperti pesawat terbang melayang ke angkasa atau kapal laut yang akan mengarungi samudera.

Baca Juga:  Bye Muktamar, Welcome Musywil

Namun, dibutuhkan kapten dan nahkoda yang memiliki insting dan jiwa menyelamatkan para penumpang hingga tujuannya tercapai. Begitulah idealnya seorang presiden membawa rakyatnya hingga tujuan bangsa dan negara tercapai dengan selamat.

Kesadaran pertanggungjawaban seorang umat Islam dengan keyakinan beragamanya bukan sekedar ada, melainkan bagaimana bisa maju bersama dan berguna tanpa saling menyakiti satu sama lainnya. Sekalipun di dalamnya ada paham yang terkesan menyakiti. Hal itu bagian dari proses kedewasaan dalam beragama.

Setiap manusia memiliki lingkungan keluarga, pendidikan, dan kondisi masyarakat berbeda-beda. Islam adalah ajaran agama penuh kasih sayang antara sesama sebagaimana tegas dan jelas bahwa sifat utama Allah yakni Maharahman dan Maharahim (kasih dan sayang).

Esensinya, bela agama adalah bela negara, dengan catatan dilakukan dengan cara-cara yang baik sebagaimana diatur mekanisme dalam agama dan negara itu sendiri.***