BANDUNGMU.COM, Bandung – Sekretaris Badan Pembina Harian Universitas Muhammadiyah Bandung, Dadang Syaripudin, menjadi narasumber dalam acara Gerakan Subuh Mengaji (GSM) dengan tema “Konsep Halal dan Haram dalam Islam serta Pengaruhnya Terhadap Kehidupan Keluarga”.
Menurut Dadang, dalam konteks hukum Islam di Indonesia, istilah “hukum” seperti yang dipahami dalam sistem hukum modern, sebenarnya tidak dikenal dalam literatur utama Islam (mashâdir al-ashliyah). Namun, yang lebih dikenal adalah istilah syariah, fikih, qonun, qada, dan fatwa. Jika dipersamakan dengan konsep dalam ilmu hukum, istilah-istilah ini lebih cocok disetarakan dengan qonun dan Qada.
Istilah halal dan haram telah dikenal sejak zaman syariat, dan disebutkan dalam Al-Quran dan As-Sunnah dengan kalimat “al-halal bayyin wal-haram bayyin” yang berarti perintah dan larangan. Dari ketentuan tersebut, lahirlah tiga kategori hukum: wajib, sunah, dan mubah.
Istilah “halal” sendiri tidak secara eksplisit digunakan dalam fikih. Namun, istilah ini sering disamakan dengan mubah. Padahal, kategori halal tidak hanya mencakup yang mubah saja, tetapi juga termasuk yang makruh.
“Kita sering memiliki persepsi bahwa halal dan haram hanya terkait dengan makanan. Padahal, istilah halal dan haram berlaku untuk semua perbuatan. Jadi, ketika kita membicarakan sesuatu yang haram, ada yang haram dilihat, disentuh, atau dimakan,” tutur Dadang.
“Sebenarnya, yang diharamkan bukanlah benda itu sendiri, melainkan perbuatannya. Meskipun dalam Al-Quran ada benda yang disebutkan sebagai haram, yang dimaksud sebenarnya adalah larangan terhadap perbuatan tertentu yang terkait dengan benda tersebut,” lanjut Dadang.
Dadang mencontoh kan penggalan ayat “Diharamkan atas kamu (memakan) bangkai” (QS Al-Maidah [3]: 3). Yang sebenarnya diharamkan bukanlah bangkainya itu sendiri, kata Dadang, melainkan perbuatan mengonsumsi bangkai tersebut.
Contoh lainnya terdapat dalam ayat “Diharamkan atas kamu (menikahi) ibu-ibumu” (QS An-Nisa [4]: 23), yang menunjukkan bahwa yang diharamkan adalah tindakan menikahi ibu. “Jadi, sangat jelas bahwa yang diharamkan bukanlah sesuatu yang bersifat material, melainkan perbuatan tersebut,” kata Dadang.
Istilah halal telah terdapat dalam Al-Quran dan tidak hanya berkaitan dengan apa yang dikonsumsi atau dipakai. Halal juga mencakup perbuatan, termasuk dalam hubungan suami istri. Sebagaimana disebutkan “Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu.” (QS Al-Baqarah [2]: 187).
Istilah halal juga digunakan dalam konteks transaksi bisnis, seperti dalam ayat “Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (QS Al-Baqarah [2]: 275). Dalam konteks ini, istilah halal jika dikaitkan dengan hubungan suami istri dan transaksi bisnis sering kali dianggap sama dengan mubah.
“Halal dan haram adalah tentang perbuatan, bukan objek materialnya. Sebagai umat Islam, kita harus menjalankan tuntunan hidup sesuai dengan ajaran Rasulullah. Oleh karena itu, aturan tentang halal dan haram harus diikuti sesuai dengan apa yang dikehendaki dan disukai oleh Allah SWT,” tandas Dadang.***(WZ)