Wahyudin Darmalaksana, Pegiat Kelas Menulis di UIN Sunan Gunung Djati Bandung
BANDUNGMU-Ku beranjak membuka laptopku. Sudah 1 tahun ku tekuni ini sejak 2020. Belakangan ini ku hampir frustrasi. Kata orang rasa frustrasi bisa menjurus ke stress. Tapi ku coba tenangkan diri. Menarik nafas panjang. Dan menghebuskannya perlahan. Dengan begitu terhimpun energi baru. Terasa aliran darah menghangat di dalam tubuh. Ku pernah bertanya di dalam diri apakah ku sanggup lanjutkan pekerjaan ini. Duduk berlama-lama di depan laptop. Sebenarnya ini amat berat. Karena sangat menyita waktu. Menguras energi. Tapi entah keyakinan ini cukup kuat.
Ku melihat mahasiswa sebagai orang masa depan. Memang masa depan belum tentu sesuai prediksi. Namun tetap perlu disiapkan. Terutama skill. Mahasiswa harus punya skill. Untuk itu perlu dilatih. Tahap demi tahap. Hingga mereka hebat. Dilatih berpikir kritis. Menguraikan pikiran secara sistematis. Memiliki teori-teori yang menjadi landasan. Mampu menemukan celah riset. Terbiasa dalam pemecahan masalah. Melakukan observasi. Dan terjun dilapangan.
Setoran Perparagraf
Ku minta mereka setoran perparagraf. Mereviu satu persatu dengan detail. Memberikan umpan balik agar terjadi peningkatan kapasitas. Ini amat berat. Tapi ku tidak punya keyakinan lain. Hanya cara ini yang diyakini membuat mereka bisa hebat. Latihan tahap demi tahap. Dibantu dan didampingi. Harus disiapkan kesabaran yang ekstra. Sabar arahkan mereka agar mengacu panduan. Memeriksa pekerjaan mereka menurut panduan. Menunjukan hal yang tidak sesuai struktur. Kadang mereka mengulangi kesalahan teknis yang sama. Lalu ku ingatkan lagi dengan sabar.
Satu hal yang membuat ku hampir frustrasi. Hari ini direviu tetapi besok diulang kesalahan teknis yang sama. Jika satu orang tidak mengapa, ini kadang beberapa orang. Tapi ini udah risiko. Mereka diminta setoran ke email. Lagi-lagi hanya acara ini yang efektif hingga skill mereka meningkat. Lama-lama perspektif mereka makin tajam. Mereka makin kritis. Makin hati-hati. Menyajikan karya yang rapi. Mereka makin terasah. Memang butuh waktu. Dan waktu itu yang dimanfaatkan dengan baik. Perlahan mereka mampu menemukan celah riset. Bisa membuat formula penelitian. Mereka melakukan tinjauan pustaka, menyusun kerangka berpikir, menetapkan metode penelitian. Berlatih menjawab pertanyaan penelitian. Semua ini dimulai dari hal-hal kecil.
Hal kecil menyangkut koma, tanda kutip, titik, huruf kapital, huruf kecil, typo, dan lain-lain. Termasuk cek plagiasi, paraphrase untuk mengecilkan similarity, mengurus layout, dan margin. Juga latihan penggunaan aplikasi pengutipan. Mereka pasti lelah. Tapi terus diberi motivasi untuk berlatih. Lelah ini yang akan membawa mereka bahagia.
Sudah banyak mahasiswa berhasil. Ini yang membuat ku senang. Bahkan bahagia. Lelah terobati. Ku tidak boleh frustrasi. Terlebih sampai stress. Anak-anak mahasiswa harus punya minat lanjut ke S2 bahkan hingga S3. Peluang beasiswa bisa diakses. Tapi mereka harus punya prestasi. Mereka harus punya portofolio yang baik. Punya pengalaman konferensi. Pengalaman publikasi ilmiah. Ini akan menjadi rekam jejak mereka. Punya profil Google Scholar. Memang masa depan mereka di tangan Tuhan. Tidak ada yang bisa tentukan masa depan. Namun, portofolio adalah tabungan. Rekam jejak prestasi mereka pasti mengantarkan mereka ke masa depan.
Mungkin ku tak akan punya banyak waktu di hari-hari ke depan. Mumpung masih ada waktu. Ku minta mereka setoran paragraf. Kadang tiap hari sampai 50 email masuk. Mereka latihan menulis. Lebih dari 90 artikel mereka terbit di jurnal ilmiah. Ku yakin mereka adalah kebanggaan Negara. Saat ini sudah terhimpun 57 artikel mahasiswa siap terbit. Ini yang membuat ku bahagia. Mereka pasti menjadi kader, model, dan duta. Jejak digital mereka akan tersimpan. Hingga masa tua.
Eranya Kolaborasi
Ku berharap lingkungan makin kondusif. Tercipta tradisi. Tradisi saling mendukung. Saling memberi semangat. Ini abad 21. Bukan abad kompetisi. Tapi abad sinergi dan kolaborasi. Tidak ada hero. Tidak ada superman. Yang ada superteam. Ku harap anak-anak mahasiswa makin semangat. Bersedia latihan. Menguatkan skill tanpa batas. Didukung oleh sebaya mereka. Hingga mereka yakin menulis adalah skill. Maka harus dilatih. Agar mereka menjadi insan terlatih.
Pola ini mungkin tidak akan menjadi budaya. Tidak sampai mencipta tradisi. Paling tidak upaya ini pernah dicoba. Meninggalkan jejak pencapaian. Mahasiswa pernah punya pengalaman. Pernah latihan. Semua kembali ke individu masing-masing apakah momentum ini akan dimanfaatkan. Peluang biasanya tidak datang dua kali. Yang sungguh-sungguh pasti berhasil. Produktif dan bersedia maju. Jika terlahir beberapa, maka itu lebih baik. Mereka menjadi tunas. Tunas yang pasti tumbuh. Jika tak mentradisi sekarang ini, maka yakin di masa yang jauh akan menjadi peradaban. Bergantung seberapa cepat ingin maju.
Secangkir kopi hangat menamani ku. Di luar sana terdengar hujan turun. Jarum jam menunjukkan pukul 20.35 WIB. Ku lihat di laptop ada banyak email belum ku buka. Belum diperiksa dan belum ku balas. Tiap selesai ku periksa selalu muncul email baru. Ini bukan perkara nilai formal. Tapi nilai substansial. Melihat nilai ke dalam diri melalui cipta kaya yang disajikan. Kata ku dalam hati, mereka pasti menjadi generasi hebat, generasi masa depan.
Bandung, 31 Maret 2021