BANDUNGMU.COM — Fatwa merupakan pendapat hukum Islam yang diberikan oleh seorang ahli sebagai jawaban atas masalah tertentu. Proses pembentukan fatwa melibatkan “ijtihad”, yakni usaha yang sungguh-sungguh untuk memahami dan menerapkan hukum syariah. Fatwa berbeda dari opini biasa, karena hanya bisa dikeluarkan oleh individu atau kelompok yang memiliki otoritas dalam bidang hukum Islam.
Dalam Muhammadiyah, kewenangan untuk mengeluarkan fatwa berada pada Majelis Tarjih dan Tajdid. Majelis ini memegang peran penting dalam mengkaji teks-teks keagamaan, merespons berbagai persoalan yang dihadapi masyarakat, dan memberikan arahan kepada umat. Sejak didirikan pada tahun 1927, Majelis Tarjih telah menghasilkan banyak fatwa yang menjadi pedoman, termasuk yang berkaitan dengan hubungan antaragama.
Fatwa Tarjih terkait isu hubungan antaragama didasarkan pada tiga prinsip utama. Pertama, fatwa berperan menjernihkan perdebatan keagamaan di ruang publik sehingga umat memperoleh panduan yang jelas, tegas, dan dapat dipertanggungjawabkan. Kedua, fatwa menjadi tanggapan terhadap tantangan zaman yang memengaruhi praktik keberagamaan umat Islam. Ketiga, fatwa berfungsi untuk menjaga harmoni sosial di tengah keberagaman masyarakat.
Fatwa Tarjih menegaskan bahwa menjalin hubungan baik dengan nonmuslim dalam kehidupan bermasyarakat diperbolehkan, asalkan tidak melanggar ketentuan syariat. Misalnya, menerima suguhan makanan saat berkunjung ke rumah nonmuslim diperkenankan selama makanan tersebut bebas dari unsur yang diharamkan.
Nabi Muhammad sering berinteraksi dengan nonmuslim, termasuk menerima hadiah dari tokoh-tokoh nonmuslim seperti Raja Mukaukis dari Mesir. Ini menunjukkan pentingnya menjaga hubungan sosial yang harmonis tanpa mengabaikan prinsip-prinsip agama.
Prinsip ini sejalan dengan QS Al-Mumtahanah ayat 8-9 yang menganjurkan hubungan damai dengan nonmuslim selama mereka tidak memusuhi umat Islam. Interaksi sosial tersebut mencakup kerja sama dalam berbagai aspek kemanusiaan, seperti memberikan bantuan kepada korban bencana atau mendukung program sosial yang selaras dengan ajaran Islam.
Fatwa Tarjih menetapkan batasan yang tegas dalam hubungan dengan nonmuslim. Umat Islam dilarang mengikuti prosesi ibadah agama lain. Meski demikian, umat Islam diperbolehkan membantu persiapan perayaan nonmuslim selama tidak melibatkan unsur ritual keagamaan.
Contohnya, memberikan bantuan berupa pengamanan atau penyediaan fasilitas umum untuk kelancaran acara diperkenankan, asalkan tetap dalam batas yang wajar. Prinsip ini didasarkan pada kaidah usul fikih yang menyatakan bahwa segala hal dalam muamalah pada dasarnya diperbolehkan, kecuali jika terdapat dalil yang melarangnya.
Fatwa Tarjih memberikan panduan terkait interaksi sosial dengan nonmuslim dalam berbagai situasi. Misalnya, mendonorkan darah kepada nonmuslim atau menerima donor darah dari mereka diperbolehkan, asalkan tindakan tersebut tidak melibatkan ikatan yang melanggar syariat.
Umat Islam diperbolehkan memberikan santunan kepada anak yatim nonmuslim, melayat jenazah nonmuslim hingga ke pemakaman tanpa turut serta dalam doa mereka, serta mengunjungi situs sejarah agama lain seperti candi, selama tidak terlibat dalam aktivitas yang mengandung unsur kemusyrikan.
Meskipun pernikahan antaragama tidak diperbolehkan, Fatwa Tarjih menekankan kewajiban seorang suami muslim untuk tetap memberikan nafkah kepada istri dan anaknya meskipun mereka berbeda agama. Dalam hal ini, Islam menunjukkan sikap moderasi yang mendukung keharmonisan keluarga tanpa mengorbankan prinsip akidah. Moderasi serupa juga terlihat dalam kebolehan mendoakan orang tua nonmuslim, dengan batasan doa agar mereka diberikan petunjuk dan hidayah.
Pendekatan moderasi ini menjadi ciri khas Muhammadiyah, yang mengintegrasikan pemikiran rasional dalam menghadapi persoalan ijtihadiyah. Sikap tersebut memungkinkan Muhammadiyah untuk merespons tantangan zaman secara bijaksana, tanpa terjebak dalam ekstremisme, baik fundamentalisme maupun liberalisme.
Sebagai gerakan Islam yang inklusif, Muhammadiyah berkomitmen untuk menjunjung tinggi harmoni sosial sambil menjaga kemurnian ajaran Islam. Fatwa Tarjih tentang hubungan antaragama menjadi contoh nyata bagaimana Muhammadiyah mengintegrasikan prinsip-prinsip keislaman dengan dinamika sosial yang berkembang.
Sikap moderasi ini membuat Muhammadiyah mampu membangun kerukunan antarumat beragama tanpa mengorbankan identitas Islam. Umat Islam diajak untuk hidup secara inklusif dan harmonis, sambil tetap berpegang pada syariat.
Fatwa ini tidak hanya relevan dalam menyikapi isu-isu kontemporer, tetapi juga menjadi landasan bagi umat Islam untuk berkontribusi dalam menciptakan masyarakat yang adil, damai, dan berkeadaban.***