UMBandung
Opini

Generasi Milenial dan Dakwah Digital

×

Generasi Milenial dan Dakwah Digital

Sebarkan artikel ini
Ace Somantri

Oleh: Ace Somantri, Dosen UM Bandung

BANDUNGMU.COM, Bandung — Era global memaksa masyarakat bertransformasi dari manual-konvensional ke digital. Sistem kemasyarakatan sudah tergerus oleh perilaku manusia itu sendiri tanpa henti.

Efeknya sangat banyak dirasakan, baik dampak buruk maupun baik. Berbagai macam varian muncul. Efek yang paling dirasakan adalah sikap dan perilaku manusia.

Hal itu nyatanya lebih banyak berkaitan dengan pola komunikasi dalam berinteraksi yang sudah menggunakan alat bantu mesin digital atau saat ini dikenal dengan fasilitas sosial media.

Itulah sebuah fakta bahwa disrupsi sudah terjadi. Beberapa tahun terlewati dan seolah-olah tidak ada yang terjadi.

Padahal, disrupsi itu gerak pengaruhnya lebih senyap, cepat, dan tepat. Banyak pelaku industri yang gulung tikar alias mengalami kebangkrutan akibat dari efek digitalisasi sistem kehidupan manusia.

Terlepas hal itu semua merupakan bagian skenario konspirasi yang disengaja oleh pihak-pihak tertentu, bagi umat muslim di mana pun berada memiliki tanggung jawab melakukan penyikapan secara serius dan sungguh-sungguh.

Perubahan sikap perilaku manusia era digital bukan sekedar perubahan biasa, melainkan pergantian zaman yang sudah diprediksi jauh sebelum hari ini terjadi.

Doel Sumbamg menyebut dalam lirik lagunya dengan sebutan “jaman edan”. Pada kenyataannya manusia sudah banyak yang berpaling dari ajaran Islam, baik langsung maupun tidak langsung.

Puncak peradaban

Saat ini pelanggaran demi pelanggaran yang dipertontonkan dalam media sosial merupakan perkara lumrah, baik game dan judi online merebak tumbuh subur.

Baca Juga:  Panitia Muktamar, Lelah Menjadi Amal Saleh

Siapa pun dapat akses, baik anak-anak usia belia maupun dewasa, berselancar menikmati dunia maya untuk melihat apa yang terjadi tanpa sekat batas usia.

Puncak peradaban milenial adalah digital. Waktu dan ruang milik mereka. Segala hal ihwal yang ada dalam dunia maya mereka lebih awal mengetahui dan menjadi pemain utama.

Adapun orang tua hanya menjadi pengikut dan penonton. Mereka bukan pemain utama dalam era digital ini.

Jikalau hal ini terus terjadi tanpa ada usaha keras orang dewasa untuk melakukan pengawasan, tindak pelanggaran norma dan etika tidak terhindarkan. Bahkan saat ini tingkat perceraian pun meningkat akibat judi online.

Selain berusaha memahami berbagai perkembangan varian teknologi digital, juga berusaha mengurangi anak usia belia kecanduan media sosial, mereka harus dialihkan aktivitasnya pada yang relevan dengan usianya.

Hal itu salah satu treatment menghindari kecanduan permainan buruk yang ada di alam maya digital.

Apabila ditelusuri ternyata banyak anak usia belia yang kecanduan game online yang sarat dengan konten buruk dan menyesatkan.

Tablig digital

Peran taktis dan strategis penggerak dakwah harus semakin cerdas. Tablig konvensional saat ini sudah digantikan oleh tablig digital.

Pendekatan dakwah manual-konvensional sudah perlahan tergerus sehingga tidak lagi memikat para jamaah.

Baca Juga:  Gebyar Kemerdekaan RI Muhammadiyah Sukajadi Berlangsung Meriah

Kesigapan para kreator muslim di dunia digital, baik youtuber atau tiktoker kiranya bisa meluangkan waktu memberikan konten-konten yang mengedukasi, bukan hanya konten yang bersifat hiburan semata.

Jikalau hanya memproduksi konten yang sifatnya profit semata, tidak peduli terhadap kerusakan aspek kehidupan manusia dampak dari era digital, sangat disayangkan. Harta yang didapat akan sia-sia. Tidak ada investasi dan bekal kelak kehidupan setelah di akhir hayat.

Dakwah digital sudah menjadi kewajiban personal, bukan lagi fardu kifayah yang cukup diwakili para content creator.

Bukan hanya kewajiban para dai dan mubalig, umat muslim juga harus bertransformasi bersama-sama menjadi penyampai pesan.

Untuk kemudian berkomunikasi dan berinteraksi dengan media dakwah yang kreatif dan inovatif.

Tidak mengandalkan dari mimbar ke mimbar yang terbatas dari masjid ke masjid atau majelis taklim ke majelis taklim.

Semua harus menyadari wahai para orang tua khususnya bahwa hari ini merupakan peradaban milenial. Pemain utamanya generasi milenial, generasi Y & Z, hingga generasi alfa yang akan datang.

Yang menjadi alat utamanya perangkat teknologi yang serba praktis dan instan. Mereka hidup dengan jiwa dan raga yang terkonekasi dengan perngkat lunak aplikasi yang mampu melayani segala kebutuhan hajatnya.

Tidak dapat dimungkiri bahwa peradaban sudah berjalan mengikat ruang dan waktu.

Baca Juga:  Merancang Gerakan dan Aksi Muhammadiyah

Sekeras apa pun tenaga kita untuk keluar akan sia-sia, kecuali mencari cara dan strategi mengambil ruang dan waktu mereka untuk kebaikan dan kebermanfaatan yang bernilai.

Apa pun kondisinya, generasi milenial hari ini pemilik peradaban. Mereka lebih banyak peluang menjadikan ruang dan waktu berdaya guna.

Sementara generasi baby boomers dan generasi X berusaha mengendalikan pada ruang dan waktu yang tidak diambil mereka.

Kita yakin bahwa pemilik ruang dan waktu akan selalu melihat dan mendengar semua yang terjadi di alam semesta ini.

Hal yang paling penting yakni kewajiban seorang manusia untuk senantiasa menghamba dan beribadah kepada-Nya secara istikamah. Bagi-Nya tidak ada hal yang sulit.

Secanggih apa pun peradaban manusia hingga membuat zaman silih berganti, manusia tetap manusia, tidak akan berubah menjadi malaikat, apalagi menjadi Tuhan.

Sekalipun ada peribahasa, “Ada manusia yang berhati malaikat”, kalimat ini bukan menjadi malaikat, melainkan mempersonifikasikan akan sebuah kebaikan yang suci karena perbuatan malaikat senantiasa menghamba beribadah kepada Sang Pencipta Allah SWT selamanya.

Semua meyakini bahwa segala hal ihwal yang terjadi di alam semesta yang penuh dinamika, manusia membangun peradaban dan mengganti zaman dengan akal sehat nan cerdas pada dasarnya itu adalah ilmu yang diberikan oleh Allah SWT. Semua atas izin-Nya. Wallahu’alam.***

PMB UM Bandung
Opini

Oleh: Radea Juli A Hambali*  BANDUNGMU.COM – Apa…