Ace Somantri — Wakil Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kabupaten Bandung
BANDUNGMU.COM – Ibu adalah sang guru yang tidak diragukan, teruji, dan terbukti hampir semua ibu di belahan dunia mana pun mengakui bahwa jasa ibu pahlawan tanpa tanda jasa. Kasih sayang pada murid (anaknya) tidak terbatas ruang dan waktu, jiwa dan raganya menyatu dalam kasih sayang anaknya.
Sakit dan malu tidak dirasa, bukan hanya ketika melahirkan, melainkan terus berlanjut saat merawat anak setelah lahir. Nutrisi demi nutrisi dalam bentuk minum dan makanan tidak pernah lupa, bagaimanapun caranya tetap harus selalu ada. Sang ibu menjaga dan merawat pasti ada maksud dan tujuan nyata. Semua itu bukan untuk dirinya, melainkan untuk masa depan anaknya yang dia sayangi.
Kasih sayang ibu sebagai guru memang nyata, bukan mengada-ada. Tanpa buku ajar ataupun modul, ibu berusaha dan berupaya keras mencari cara memberikan ilmu dan wawasan pada anak sebagi muridnya.
Naluri keibuan menjadi dasar membuka jalan memunculkan naluri keguruan sehingga mampu menemukan cara untuk membimbing, mengarahkan, termasuk selalu ada reward dan funishment bagi anaknya ketika ada beberapa perbuatan dirasa baik ataupun buruk.
Ibu menampilkan sosok penyayang sudah menjadi tabiatnya, bukan hanya karena dia seorang manusia, ternyata hewan pun demikan. Tidak heran ketika ada konsep homeschooling kian memasyarakat, hal tersebut bentuk kesadaran bahwa pembelajaran di rumah merupakan sekolah pertama (madarasah al ula).
Ibu sebuah kata yang kerap kali sering disebut-sebut dalam jiwa dan pikiran setiap anak, rasa rindu kerap muncul ketika lama tidak jumpa. Bahkan, ketika keluh kesah menggelayut dalam kesunyian dan keputusasaan, hanya kata ibu yang sering terucap, hal itu terjadi karena batin ibu selalu ada dalam jiwa setiap anak.
Jiwa penyayang seorang ibu melebihi segalanya sehingga ada kemuliaan ibu telah menjadi simbol dalam sebuah ketaatan beragama, hal itu diungkapkan dalam kalimat ”surga di bawah telapak kaki!”
Kemuliaan seorang ibu dengan kasih sayangnya tidak mengenal untung rugi saat hartanya diinvestasikan dan dikorbankan untuk anaknya. Jiwa dan raganya sudah tidak dipedulikan yang penting anaknya memiliki harapan dan cita-cita.
Saat anaknya rajin belajar, kalimat dan tutur katanya sopan, sikap dan perilakunya beradab dan taat terhadap ajaran agama yang di anutnya. Itu semua pasti membuat bahagia setiap ibu sebagai guru dan orang tua.
Kasih sayang ibu tidak berhenti pada membangun harapan dan cita-cita anaknya bersifat duniawi, tetapi ada yang lebih diharapakan, yaitu menjadi anak yang berbakti pada orang tua, agama, bangsa, dan negara. Bentuk bakti bukan berarti anaknya harus menjadi pejabat, konglomerat, ataupun teknokrat.
Sejatinya status sosial itu adalah sebuah hadiah dari proses yang dijalankan secara konsisten. Yang terpenting bagaimana kita dalam menjaga hadiah itu sebagai bentuk amanah yang harus dipertanggungjawabkan sebagaimana ibu menerima amanah dari Sang Mahakuasa atas anaknya dengan menjaga, merawat, dan menumbuhkembangkan secara sungguh-sungguh.
Ibu menjaga anak sebagai amanah, penuh tanggung jawab, sehingga apa pun yang dimilikinya benar-benar didedikasikan dengan tulus dan ikhlas. Pengorbanan jiwa dan raga ibu menjalankan amanah, selalu berperan menjadi istri dan ibu dalam rumah tangga dengan multitalenta, seperti chef master (tukang masak), laundry (tukang cuci), baby sister (pengasuh), teacher (guru), dan banyak yang lainnnya.***